Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa Dua Hal yang Langka di "Zaman Now"?

25 Mei 2018   14:27 Diperbarui: 25 Mei 2018   14:44 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sekarang suka geleng-geleng sendiri waktu melihat kondisi anak didik saya yang ada di sekolah.

Kenapa?

Karena anak-anak jaman now sepertinya kurang mendapat perhatian di rumah.

Perhatian apa?

Perhatian orangtua dalam sisi moral dan etika kesopanan.

"Tapi anak saya ngaji dan belajar rajin setiap hari."

Itu biasanya sanggahan dari kebanyakan orangtua kalau saya bilang anak-anak mereka nakal dan mendapat nilai kurang.

Jarang sekali saya melihat orangtua mengajarkan, mendidik anak-anak mereka untuk menghargai orang lain dan menunjukkan kesopanan (ada yang mendidik anak-anak mereka, tapi tidak banyak. Di kelas dengan jumlah murid 40, hanya sekitar 5-10 saja yang 'bagus'. Sisanya? Yah, 'kurang bagus' ^_^).

Ngaji dan belajar tekun saja tidak cukup.

Orangtua harus menjadi role model, contoh, teladan bagi anak-anak mereka.

Bukan guru saja yang digugu dan ditiru, tapi terlebih orangtua yang digugu dan ditiru oleh anak-anak mereka.

Dua hal yang sangat langka saya temukan di kalangan peserta didik saya yang berada di kelas empat, lima dan enam adalah frase 'Terima kasih' dan 'Maaf'.

* * *

Ilustrasi : kangridwan.files.wordpress.com
Ilustrasi : kangridwan.files.wordpress.com
Sebagai guru bahasa Inggris, saya menekankan di awal masuk pada semester satu tentang pentingnya mengucapkan kata Thank you atau Terima kasih.

"Bagi mereka yang tinggal di benua Amerika dan Eropa, mengucapkan Thank you itu sudah biasa mereka lakukan. Bukan basa-basi. Terkadang kita di Indonesia kurang atau malah tidak berterima kasih setelah menerima pertolongan dari orang lain atau setelah berbelanja."

Saya menekankan pada anak didik saya bahwa ada etika-etika kesopanan dari luar Indonesia yang baik untuk ditiru dan dilakukan.

Salah satunya ya berterima kasih ^_^.

"How are you?"

"Fine, thank you. How about you?"

"Very well, thank you."

Bahkan nanya kabar pun dijawab dengan terima kasih ^_^.

Beda dengan kita di Indonesia.

"Apa kabar?"

"Baik. Kamu gimana?"

"Baik."

Sekedar menjawab baik, tapi tidak mengucapkan terima kasih sesudahnya.

* * *

Ilustrasi : theswaddle.com
Ilustrasi : theswaddle.com
Minta maaf?

Apalagi ini!

Sudah jarang atau malah langka kalau ada orang berbuat salah di negara ini, lalu mengakui kesalahan.

"Wah, kalau banyak mengaku salah, penjara penuh, bro."

Yah, begitulah kondisinya.

Berbeda dengan di Jepang, yang terkenal dengan harakiri, karena rasa malu karena berbuat salah, lalu bunuh diri.

Di Indonesia, koruptor tidak akan mengaku kalau mereka korupsi sampai terbukti bersalah.

Bunuh diri? Boro-boro. Mengundurkan diri dari jabatan saja tidak ^_^.

Waktu terbukti bersalah, bukannya minta maaf ke publik, malah menyalahkan orang lain yang membujuknya supaya ikut korupsi ^_^.

Saya meminta anak-anak didik saya untuk minta maaf kalau mereka datang terlambat ke sekolah.

"I am sorry, Sir, I come late, because ...."

Mungkin bagi beberapa dari Anda menganggap sepele hal seperti ini.

Anak-anak didik saya pun pada awalnya dulu menganggap kalau saya menyusahkan mereka.

Namun setelah mereka lulus esde, lalu mereka masuk ke jenjang smp, mereka berterima kasih pada saya.

"Guru bahasa Inggris di smp muji saya terus di sekolah, Pak. Untung dulu bapak ajari tentang minta maaf ini dan juga ijin ke toilet."

Bagi saya, ucapan terima kasih mereka lebih berharga daripada hadiah fisik apapun di dunia ini.

Ini menjadi pemicu saya bahwa mengajarkan hal 'meminta maaf' sudah seharusnya, jangan sampai kendor, apalagi di tengah gempuran tayangan-tayangan televisi yang kebanyakan tidak mendidik di era saat ini.

* * *

Intinya, sesibuk apapun Anda, mendidik anak itu adalah tanggung jawab orangtua sepenuhnya.

Guru hanya mengajar, mempersiapkan putra-putri Anda ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Anda bisa membaca biografi tokoh-tokoh ternama di Indonesia, seperti Drs.Mohammad Hatta, H.Agus Salim, atau yang lainnya.

Anak-anak mereka berhasil dalam kehidupan, karena mereka, orangtua, sudah menanamkan pondasi agama dan moralitas yang baik sejak dini.

Jangan sampai anak-anak kita rusak dan gagal di masa depan mereka.

Kalau sampai itu terjadi, orangtualah yang sebenarnya gagal dalam mendidik anak, bukan guru di sekolah yang hanya punya waktu minim dalam mendidik anak-anak didik.

'Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun