Lalu kalimat sakti itu pun keluar.
"Kalau teman bisa dimanfaatkan, kenapa tidak dimanfaatkan."
"Enak aja. Aku sebagai teman itu tulus membantu. Tapi jangan dimanfaatkan begitu untuk kepentinganmu. Waktu orang itu berharga. Jangan egois begitu. Hargai dong!"
Sejak itu, saya membatasi diri untuk bertemu atau kontak dengan Rudi.
Setiap ada pesan singkat, baik itu bbm, sms, whatsapp, bahkan telepon langsung pun tidak saya gubris dan angkat.
Rupanya dia tahu kalau saya sudah tidak mau dimanfaatkan lagi oleh dia.
Usaha dia yang terakhir adalah menelepon saya lewat hape temannya pada bulan Desember 2017 (kalau tidak salah ingat) dan minta tolong ke saya.
"Tolong, Ton, ini ketikannya berantakan. Kamu kesini ya."
"Ini sudah malam, Di. Sudah jam 9. Lagian, aku lagi di tempat saudara. Kalau ke tempatmu, butuh waktu setengah jam. PP satu jam. Kamu minta tolong temanmu yang lain saja yang tinggalnya dekat situ."
Saya sudah tidak mau kontak dengan teman saya ini lagi.
Bukannya jadi musuh, tapi kalau pola pikir 'kalau teman bisa dimanfaatkan' masih ada dalam dirinya, rasanya saya lebih baik  mendekati orang-orang lain yang tulus berteman tanpa embel-embel 'ada maunya'.