Beda lagi undangan lisan yang saya dapat ketika tinggal di batas kota. Waktu itu di desa Waeheru, Kota Ambon. Banyak pendudukannya berasal dari salah satu suku di Sulawesi.Â
Saya sangat kagum dan mengapresiasi etika mereka. Biasanya memang perempuan/ ibu- ibu yang diminta untuk menyampaikan undangan.Â
Jika diamanati untuk menyampaikan undangan, ibu-ibu tersebut berpakaian rapi, memakai hijab, menggunakan polesan makeup natural. Seorang wanita utusan penyampai undangan lisan itu akan mengucap salam, kemudian ketika dipersilakan masuk rumah maka akan masuk rumah dengan hormat. Setelah duduk dengan sikap sopan, maka niat mengundang barulah disampaikan dengan perlahan dan nada santun.
Pengalaman berbeda juga saya temukan di desa-desa di Pulau Buru terkait undangan lisan. Bukan perempuan tetapi para lelaki yang menjadi utusan undangan. Lelaki berpakaian rapi, menggunakan kopiah dan bersikap sopan.Â
Setelah mengucapkan salam, dipersilakan masuk rumah, barulah mengutarakan niat untuk mengundang. Sebagai seseorang yang diundang, tentu merasa terhormat dan akan datang ke undangan dengan restu yang tulus.
Undangan cetak
Melayangkan undangan cetak juga butuh perantara. Biasanya yang mengirim bukanlah sang turut mengundang tetapi orang lain yang diutus. Mengingat undangan cetak itu lebih fleksibel maka tidak menutupi kemungkinan siapapun dapat mengirimnya.
Seharusnya mengirim undangan lisan maupun cetak itu sama saja etikanya karena konteksnya sama-sama menyampaikan amanah. Tetapi kenyataannya tidak sepenuhnya seperti itu. Walau pada umumnya penyampai undangan datang ke rumah-rumah dengan ramah, tetapi masih sering ditemukan pengantar undangan yang tidak sepantasnya.
Pengantar undangan anak-anak adalah fenomena yang pernah saya alami. Seorang anak dititipi undangan untuk dibawa ke sekolah dan disampaikan kepada gurunya sebagai orang yang diundang.Â
Menurut opini pribadi, sudah bagus niat baik menghormati dengan mengundang tetapi menjadikan anak-anak sebagai perantara bukanlah etika mengundang yang baik. Alangkah baiknya mengutus orang dewasa untuk memastikan undangan sampai ke tangan orang yang diundang.
Rasanya kurang etis jika undangan yang sasarannya adalah cara menghormati orang lain justru diantar oleh anak-anak yang tidak seharusnya. Pastikan orang dewasa yang bertanggung jawab yang diberi amanah bentuk hormat tersebut.
Ternyata orang dewasa juga belum tentu amanah. Saya pernah mendengar salam seorang pria dewasa dari luar. Saya menjawab dan melangkah membuka pintu. Ternyata pria sumber suara tersebut sudah menyetarter sepeda motornya dan pergi. Kartu undangan tergeletak begitu saja di depan pintu rumah.