Segitiga restitusi berisi langkah-langkah restitusi atau menyelesaikan masalah atas keyakinan kelas/sekolah yang dilanggar oleh murid. Restitusi bukan berisi hukuman atau membuat murid merasa rendah diri dan tidak berharga. Dalam segitiga restitusi dimaksudkan agar murid dapat menyadari kesalahan itu adalah bentuk tidak menghargai diri sendiri dan orang lain.
Langkah-langkah segitiga restitusi adalah sebagai berikut:
- Menstabilkan identitas
- Validasi tindakan
- Menanyakan keyakinan
Langkah menstabilkan identitas, guru diharuskan mampu menjadi penengah diantara pelanggaran dan murid. Guru bukan bertindak sebagai hakim tetapi sebagai fasilitator yang netral. Pada posisi ini guru mampu menstabilkan identitas murid sehingga tidak merasa sebagai tersangka atau rendah diri di kemudian hari. Peran guru adalah melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang merujuk pada apakah murid menyadari bahwa tindakannya keliru.
Langkah kedua yaitu validasi tindakan, guru berperan untuk memvalidkan tindakan atas pelanggaran yang murid lakukan. Berisi beberapa pertanyaan yang merujuk pada sebab-musabab tindakan itu dilakukan. Apakah secara sengaja atau atas pengaruh orang lain. Memastikan murid memahami bahwa tindakannya itu keliru dan melanggar keyakinan kelas/sekolah.
Langkah terakhir yaitu menanyakan keyakinan, guru dan murid yang melanggar bahkan dengan murid-murid lain dapat mengambil langkah ini bersama-sama. Di mana nantinya keyakinan itu akan dibuat dan dijalankan oleh semuanya. Dengan begitu murid akan sadari bahwa jika melanggar artinya melanggar keyakinan kelas/sekolah yang dibuatnya sendiri. Langkah ini dilakukan demi kesadaran jangka panjang hingga kemudian hari.
Koneksi antara Budaya Positif dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru dan Visi Guru Penggerak
Dengan menjalankan budaya positif di sekolah maka akan semakin dekat dengan tercapaikan filosofi Ki Hajar Dewantara. Di mana filosofi tersebut adalah pembelajaran yang berpihak pada murid dan mengembalikan kodrat anak. Kodrat anak yaitu kodrat alam dan zaman.
Budaya positif yang diterapkan di sekolah akan terealisasi jika guru pemiliki nilai guru penggerak diantaranya, mandiri, berpihak pada murid, kolaboratif, inovatif dan reflektif. Budaya positif dapat terwujud dengan kolaborasi seluruh komponen sekolah untuk mewujudkan keyakinan sekolah/ kelas yang disusun.
Dengan menerapkan budaya positif di sekolah maka akan terwujud visi guru penggerak yang merujuk pada sekolah yang nyaman, aman dan menyenangkan bagi murid. Jika sudah seperti itu maka akan semakin mendekati visi yang diinginkan.
Demikian ulasan peran atau posisi guru penggerak dalam menerapkan budaya positif di sekolah. Semoga bermanfaat, semangat tergerak, bergerak dan menggerakkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI