Berkesempatan berkunjung ke Bali adalah sebuah berkat tak terlupakan. Tidak heran jika orang yang pernah ke Bali akan berharap untuk kembali lagi suatu hari. Saya berkesempatan ke Bali 2019 lalu untuk pertama kalinya. Kesempatan ini saya peroleh karena lolos seleksi teacher training CAMP SOAR 3 yang digelar di Nusa Dua, Bali. Program ini diselenggarakan oleh Regional English Language Office (RELO) dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia.
Inti dari keberangkatan ke Bali adalah mengikuti pelatihan bersama 40 guru Bahasa Inggris pilihan dari Indonesia dan Timor Leste. Kegiatan diselenggarakan di Plagoo Holiday Hotel selama 12 hari. Ternyata sungguh lebih dari ekspektasi, bukan hanya menempuh pelatihan yang berharga tetapi kami berkesempatan untuk eksplor Bali, dari tempat wisata, kuliner, pendidikan dan pusat oleh-oleh yang super menarik.
Pada ulasan kali ini, saya tidak mengulas betapa serunya pelatihan guru saat itu, tetapi saya akan mengulas sisi lain yang saya dapatkan yaitu pelatihan rasa liburan. Beberapa destinasi wisata dikunjungi di sela-sela pelatihan.
Menyaksikan Tari Kecak Pertama Kalinya di Garuda Wisnu Kencana
Kesan pertama menginjakkan Pulau Dewata adalah kesan religius dan adat istiadat yang kental. Objek wisatanya pun kental akan budaya, bukan tempat hiburan semata.
Sudah menjadi wish list saya untuk menyaksikan tari kecak yang biasanya hanya saya saksikan melalui layar televisi atau layar ponsel. Saat itu bertepatan terdapat pertunjukan tari kecak di Taman Budaya  Garuda Wisnu Kencana.
Garuda Wisnu Kencana Culture Park berlokasi di Jalan Uluwatu, Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Destinasi wisata budaya yang satu ini sangat direkomendasikan untuk Anda yang cinta budaya ketika berkunjung ke Bali. Â Hanya saja kali ini saya berfokus pada tari kecak yang memang sudah saya idam-idamkan untuk disaksikan.
Tari Kecak di Garuda Wisnu Kencana dimulai waktu petang, di mana mega merah mulai menghiasi langit Indonesia Bagian Tengah. Waktu itu tampak wisatawan sibuk mengambil dokumentasi, jepret sana, jepret sini. Saya tidak memiliki banyak dokumentasi di GWK karena berusaha memahami makna tari kecak yang sedang ditampilkan oleh penari-penari yang enerjik.
Fokus pertama saya pada penari-penarinya, terdapat beberapa penari cewek yang berperan sebagai bidadari. Mereka tampak gadis-gadis ABG dan cantik-cantik pula. Dengan riasan flawless ala bidadari dan koreografi yang gemulai dan lembut. Kemudian saya memperhatikan para lelaki yang menjadi pusat tari kecak. Terdapat begitu banyak para lelaki dengan beragam usia, dari usia cowok ABG hingga bapak-bapak setengah baya. Mereka duduk melingkar, mengangkat tangan dan menyuarakan, "cak, cak, cak."
Sangat salut pada penari-penari kecak yang masih muda itu, mereka peduli akan budayanya. Saya merasa tertampar bolak-balik, selama ini saya tidak mampu menarikan tarian adat asal kedua orang tua saya. Bukan saya tidak peduli akan tarian leluhur saya, tetapi saya lahir dan tinggal jauh dari tanah leluhur bapak di Garut, Jawa Barat dan leluhur Emak di Ponorogo, Jawa Timur. Justru budaya Maluku yang sedikitnya saya paham dan sedikit dapat menarikan tarian khas Maluku.
Kembali ke fokus saya yaitu ke panari yang paling tampak besar, awalnya saya pikir penari itu berperan sebagai raksasa. Ternyata saya salah, dia berperan sebagai burung garuda yang dikendarai Dewa Wisnu. Tampak begitu gagah penari itu. Ramah pula ketika saya meminta foto bersamanya.
Kaingintahuan saya tidak berhenti di penari-penarinya saja, kemudian saya tertarik pada narasi dalam tarian. Namun, saya menemui kesulitan untuk memahaminya, sang narrator membacakan narasi dalam Bahasa Bali yang jelas saya tidak paham artinya. Tetapi saya tidak hilang akal, kebetulan saya tidak sendiri, tetapi bersama rekan asli Bali yang saya kenal di lokasi pelatihan yaitu Mbak Ni Nyoman Pebriantariani. Saya bertanya sedikit tentang makna tari kecak yang sedang tampil itu.
Sedikit pencerahan dari teman dan bahasa tubuh penari yang saya saksikan, dapat saya tangkap maknanya. Yaitu penari-penari cewek itu adalah bidadari khayangan di istana Dewa Wisnu. Sang Garuda menerobos istana Dewa Wisnu demi mengambil Tirta Amertha. Tirta Amertha atau air suci itu akan digunakan untuk membebaskan ibunya yang dijadikan budak naga.
Maka Garuda harus berperang dahulu dengan para pengawal dan patih Dewa Wisnu. Setelah Garuda berhasil mengalahkan semuanya, Dewa Wisnu bersedia memberikan Tirta Amertha dengan syarat Garuda harus bersedia menjadi tungganganNya. Garuda pun bersedia demi ibunya, berbakti sangat Garuda itu. Saya mengambil kesimpulan dari tari kecak itu bahwa Garuda Wisnu Kencana adalah Kereta Garuda Dewa Wisnu.
Mengunjungi Green School Sekolah Paling Ramah Alam
Kesempatan berharga lainnya yaitu kami diberi kesempatan untuk menggunjungi Green School. Sekolah alam ini berlokasi di Jalan raya Sibang Kaja, Banjar Saren, Kecamatan Abiansemal, kabupaten Badung, Bali.
Dari sekolah ini saya belajar betapa penting dan indahnya menjaga alam. Kami tidak diperkenankan untuk membawa botol minum plastik sekali pakai di sini. Botol minum pengunjung dapat diisi ulang pada galon-galon air yang telah tersedia di setiap sudut sekolah.
Bagunan yang berdiri kokoh terbuat dari kayu dan bambu terasa begitu sejuk. Jauh dari pendingin ruangan pun tidak meresahkan. Tidak perlu AC di sini.
Terdapat beberapa bangunan yang menjadi pusat tempat belajar, kantor, toko buku bekas, aula, tempat daur ulang pengolahan sampah, lapangan olah raga yang semuanya terbuat dari kayu dan bambu dan bahan yang didapat dari alam lainnya.
Terdapat kebun-kebun sayuran yang tampak rapi dan segar. Hasil kebun ini yang nantinya dapat mejadi bahan makanan. Waktu itu kami sempat mendapat jajanan yang terbuat olahan hasil kebun dan madu.
Tidak kalah dengan kebun, ada juga tempat berternak, terdapat kendang sapi dan hewan ternak lainnya. Kotoran hewan juga tidak dibiarkan begitu saja, tampak dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk.
Paling menarik di bangunan tempat pengolahan sampah. Terdapat begitu banyak hasil daur ulang dari sampah tersebut. Tetapi yang paling mencuri perhatian saya adalah produk sabun dari hasil olahan minyak goreng bekas resto-resto yang ada di sekitar Denpasar. Sangat menarik sebab baru pertama kalinya saya mengetahui bahwa minyak goreng bekas dapat diolah menjadi sabun.
Sebenarnya tidak cukup hanya dua hal yang saya ceritakan yaitu tentang tari kecak di Garuda Wisnu Kencana Culture Park dan Green School. Masih bagitu banyak pengalaman lainnya, seperti serunya berburu nasi padang yang cukup jauh dari hotel, berbelanja ria di Toko Oleh-Oleh Krisna, berbelanja juga di Joger, makan nasi pedas di Warung Ibu Andika, menguunjungi Pantai Jimbaran, Pantai Pandawa dan jalan-jalan menarik lain yang akan menjadi berbab-bab buku jika saya ceritakan semuanya.
Pada intinya, Bali yang merasuki hati membawa saya ingin kembali lagi. Dear Bali, aku akan kembali. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H