Sebulan kemudian saya mendapat pesan masuk di email bahwa saya lolos seleksi. Kegiatan dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, Januari 2019. Ketika kegiatan usai, video resmi kegiatan diunggah di sosial media. Betapa terkejutnya ketika saya melihat di tengah-tengah video terdapat foto saya. Jika foto tersebut adalah foto ketika kegiatan berlangsung, itu tidak mengejutkan. Tetapi, ini adalah foto yang saya unggah di sosial media bahkan beberapa bulan sebelum saya melamar event tersebut. Sebuah foto di sekolah, di mana saya sedang memegang sebuah flashdisk pemberian dari RELO saat kegiatan IMOOC (Indonesia Massive Open Online Course) 2018.
Ini artinya, tim seleksi/penyelenggara telah melakukan penelusuran di akun sosial media saya sebelumnya. Dan itu sangat menguntungkan bagi saya. Dengan akun sosial media yang mencantumkan profil dan unggahan yang positif ternyata dapat menarik perhatian penyelenggara sehingga saya lolos seleksi.
Sejak itu, saya semakin peduli dengan akun sosial media yang secara tidak langsung menajadi bahan penelusuran bagi yang butuh background/riwayat hidup. Bukan sekadar pencitraan, bahkan video-video random pun masih saya unggah. Hanya saja, semua bukan yang memiliki dampak negatif atau pun ujaran kebencian.
Pada sosial media tidak menunjukan flexing harta, hanya menunjukan pencampaian untuk menginpirasi orang lain dan keseharian sebagai pertimbangan bagi penyelenggara event yang saya lamar. Saya tidak mempermasalahkan untuk siapa saja yang ingin stalk akun media sosial saya. Justru saya berharap siapa pun yang pernah stalk akun sosial media saya, semoga dapat menuai manfaat. Apalagi yang ditelusuri adalah akun Kompasiana, saya akan sangat bahagia. Silakan teman-teman sejawat, atasan, anak didik, tetangga, keluarga, mantan pacar, isterinya mantan pacar, siapa saja boleh menilik akun-akun sosial media saya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H