Mohon tunggu...
Halima Maysaroh
Halima Maysaroh Mohon Tunggu... Guru - PNS at SMP PGRI Mako

Halima Maysaroh, S. Pd., Gr. IG/Threads: @hamays_official. Pseudonym: Ha Mays. The writer of Ekamatra Sajak, Asmaraloka Biru, Sang Kala, Priangga, Prima, Suaka Margacinta, Bhinneka Asa, Suryakanta Pulau Buru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara Minat, Bakat, dan Peran Komunitas Menulis

11 Juni 2023   04:35 Diperbarui: 15 Juni 2023   16:38 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada ulasan kali ini, saya ingin menceritakan peran komunitas menulis dalam menyalurkan minat dan bakat menulis saya yang lama sempat mengendap. 

Bergabung dengan sebuah komunitas dapat membangun dan menemukan tempat yang mewadahi ke mana minat dan bakat disalurkan.

Sejak SMP di tahun 2000an, saya mulai berminat untuk menuliskan ide-ide yang melintas liar di dalam kepala. Ada ketidakpuasan dalam diri jika ide hanya mengembang menjadi imajinasi belaka. 

Menulis dimulai dari menulis buku harian tentang kegiatan sehari-hari, juga tentang perasaan dan keluhan yang tak mampu disampaikan kepada yang bersangkutan.

Kemudian saya menulis ide-ide fantasi dan fiksi. Ide-ide cerita fiksi muncul dari perasaan yang diinginkan. Saat menulis cerita, seperti mengarang jalan hidup yang diinginkan. Semua itu ditulis tangan di buku-buku tulis saja.

Hingga waktu kuliah, saya menulis cerita dan puisi menggunakan perangkat komputer. Terdapat beberapa cerpen dan puluhan puisi ditulis begitu saja. 

Saya belum tahu harus dikemanakan karya-karya tersebut. Ingin rasanya menemukan wadah yang dapat menyalurkan tulisan saya menjadi sesuatu. Hingga laptop rusak, tulisan-tulisan saya mengendap di dalamnya.

Bergabung dengan komunitas menulis

Baru pada tahun 2018, saya mengenal penerbit dengan berbagai aturan untuk menerbitkan buku. Seperti ada titik terang mau ke mana tulisan saya akan berlabuh. 

Tetapi, untuk menulis sebuah buku yang sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku itu tidak mudah dan butuh waktu yang tidak sebentar tentunya.

Di tahun 2019, saya diajak teman, seorang guru Bahasa Inggris yang sangat baik hati mengajak saya bergabung dengan komunitas menulis yang didirikan oleh seorang guru yang berdomisili di Kota Medan. 

Kota yang sangat jauh dari tempat tinggal, waktu itu saya tinggal di Ambon. Jaringan internet mengoneksikan kami dalam satu komunitas menulis di grup WhatsApp. 

Komunitas Menulis DLG adalah komunitas menulis pertama yang mempercayakan saya untuk berkontribusi dalam sebuah proyek penulisan buku. Anggotanya adalah guru-guru keren yang ada di penjuru Indonesia.

Dalam komunitas menulis pertama saya bergabung itulah, kami menulis bersama dalam satu buku dan berusaha memantaskan tulisan hingga layak terbit. Waktu itu tulisan yang kami antologikan adalah puisi juga cerpen. 

Ada kepuasan dalam diri bahwa ide tidak mengendap di dalam laptop lagi. Penerbit, teman-teman penulis, pembaca, perpusnas di satukan oleh campur tangan komunitas.

Di tahun yang sama juga saya mengikuti seleksi masuk komunitas menulis lainnya lagi. Seleksinya tidak main-main, para calon anggota diwajibkan mengikuti pengrekrutkan selama dua bulan penuh. 

Selama seleksi dua bulan tersebut, calon member wajib menulis setiap harinya tanpa jeda sehari pun. Belum lagi di hari-hari tertentu, peserta seleksi akan diberikan tantangan-tantangan dengan tema yang ditentukan panitia.

Ilustrasi Menulis. (sumber: iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund via kompas.com)
Ilustrasi Menulis. (sumber: iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund via kompas.com)

Pontang-panting saya mengikuti seleksi masuk komunitas menulis tersebut karena saat itu bertepatan dengan Latihan Dasar CPNS. 

Berkali-kali hampir gugur karena kelelahan setelah mengikuti Latihan Dasar CPNS yang tiap harinya di mulai dari pukul 06:00 pagi hingga 18:00 petang. 

Malamnya sering tertidur di depan laptop demi memenuhi tagihan menulis untuk seleksi masuk komunitas menulis ternama.

Di awal November 2019, saya dinyatakan lolos seleksi dan resmi mendapat sertifikat kelulusan. Di sinilah saya merasa menaiki batu loncatan untuk menemukan bongkahan berlian. 

Komunitas Menulis ODOP (One Day One Post) adalah nama komunitas yang penuh perjuangan untuk bergabung menjadi keluarga besarnya.

Mencicipi media masa cetak dan daring berkat komunitas menulis

Setelah masuk dalam komunitas ODOP, kami ditawari beberpa kelas gratis, dari kelas menulis buku, menulis di blog, hingga menulis untuk media masa. 

Awal-awal bergabung, saya belum dapat fokus mengikuti kelas karena tempat tugas yang minim jaringan internet. Saya selalu ketinggalan menunaikan tugas kelas komunitas. Hingga didiskualifikasi dari kelas tersebut.

Di tahun berikutnya, saya bertugas di lokasi layak sinyal. Kemudian kelas media masa menjadi pilihan untuk melabuhkan tulisan-tulisan. Betapa bangganya jika tulisan ditayangkan oleh media-media massa dan dibaca oleh banyak orang senusantara.

Dari Komunitas Menulis One Day One Post kelas ODOP Tembus Media (OTM) tersebutlah, tulisan-tulisan saya menemukan kanal untuk bermuara ke media massa cetak maupun daring. 

Di dalam kelas OTM, kami diberi informasi syarat-syarat naskah dan alamat pengiriman. Memang tidak ada jaminan bahwa tulisan akan ditayangkan. Semua melalui seleksi masing-masing ketentuan media massa.

Dengan terus belajar dan menyesuaikan tulisan dengan kebutuhkan media massa sasaran, maka hampir semua peserta di kelas OTM pernah merasakan nikmatnya tulisan berkibar di media massa cetak maupun daring.

Berkat komunitas menulislah, tulisan saya bukan hanya berada di angan, di laptop, di buku, tetapi juga di media-media massa lokal yang letak pusatnya jauh dari tempat tinggal saya, Pulau Buru.

Selama tahun 2021-2022, tulisan saya sempat dimuat di Solopos, LP Maarif NU Jateng, Harian Merapi Jogja, SIB Medan, ngodop.com (media milik Komunitas ODOP) dan lain-lain. 

Sungguh peran komunitas yang luar biasa hebat dalam perjalanan karir menulis saya. Seperti mimpi besar yang menjadi nyata.

Bertemu penulis-penulis dengan misi hebat

Berdiri sendiri tentu tidak setangguh berdiri bersama-sama dalam sebuah komunitas. Di dalam sebuah komunitas akan dipertemukan dengan orang-orang dengan visi, misi dan mimpi yang sama. 

Tidak menutupi kemungkinan akan bertemu orang-orang yang jauh lebih hebat. Kerennya lagi adalah orang-orang hebat itu tidak pelit ilmu. Berbagi dan peduli itu dapat ditemukan di dalam komunitas.

Seperti saat saya bergabung di dalam komunitas menulis, bertemu dengan penulis-penulis senior dengan jam terbang luar biasa. Dari bapak-bapak, IRT, mahasiswa, sesama guru, dosen, pegawai pabrik dan berbagai profesi yang disatukan oleh satu hobi yaitu menulis.

Di dalam komunitas menulis saya menjadi kenal blogger-blogger dengan kualitas yang tidak dipertanyakan lagi, novelis-novelis kece, cerpenis-cerpenis keren, bahkan saya jadi kenal salah satu emerging writer jebolan Ubud Reader Writer Festival (URWF) 2019.

Apa sih fungsi bertemu penulis-penulis yang lebih hebat? Tidak main-main, mereka bukan hanya memamerkan pencapaian dalam penulisan, tetapi juga banyak berbagi pengalaman dan tips jitu untuk menapaki jejak yang sama bahkan lebih hebat lagi. Berteman dengan orang hebat, akan membuka peluang untuk mengikuti jejak hebatnya.

Bahkan mengenal Kompasiana juga dari teman dalam komunitas Menulis. Waktu itu saya mengunggah hasil tangkap layar tulisan saya yang dimuat media massa di cerita Instagram. 

Tulisan tersebut dimuat berkat arahan dari kelas dalam komunitas menulis. Salah satu follower yang juga teman menulis mengomentari instastory tersebut. 

Obrolan sampai ke Kompasiana, ternyata dia adalah penulis di Kompasiana ini. Dia pula mengajarkan saya cara mendaftar di Kompasiana. 

Tips dan trik agar tulisan menjadi artikel pilihan dan artikel utama juga tak luput dari arahannya. Bahkan saya yang buta Kompasiana sebelumnya, diajari cara membaca statistik Kompasiana.

Saya merasa berkat bisa berteman dengan orang-orang yang bersedia berbagi ilmu. Dan komunitas itu juga dapat menjadi lahan berbagi ilmu dan tips sukses mencapai impian.

Di Kompasiana pula saya bertemu dengan penulis-penulis luar biasa hebat dan jam terbang sangat tinggi. Bahkan di Kompasiana juga terdapat fitur komunitas. 

Hobi menulis masih dibagi lagi menjadi beberapa komunitas. Saya sendiri bergabung dalam Komunitas Kompasiana Pendidik dan Ladysiana

Demikian pengalaman saya tentang perjalanan dan manfaat komunitas dalam perjalanan karir menulis. Semoga kita semua dapat terus belajar dan kualitas menulis semakin meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun