Allahu Akbar, besok lebaran. Jutaan umat merayakan hari kemenangan, takbir pun berkumandang. Berbagai persiapan satu persatu dipenuhi untuk menyambut hari nan fitri. Selain meyakini setelah berpuasa sebulan penuh, diri kembali suci, saat lebaran terdapat berbagai tradisi. Salah satunya adalah tradisi menyajikan berbagai macam kue lebaran. Lezatnya kue basah dan kue kering akan menghiasi meja-meja di setiap rumah.
Begitu banyak ragam kue-kue yang disajikan saat lebaran, bahkan di Indonesia sendiri terdapat beberapa kue sajian lebaran yang resep asalnya bukan asli Indonesia. Misalnya Nastar dan Kastengel yang berasal dari negeri kincir, Belanda. Kue-kue ini menjadi primadona di Indonesia.
Namun untuk orang-orang yang mengalami masak kanak-kanak di era 90an seperti saya, tidak memungkiri rindu sajian kampung pada zaman kanak-kanak dulu. Mungkin kini sudah tidak dianggap keren lagi dengan maraknya kue-kue yang berinovasi menjadi lebih lezat cita rasanya dan menarik tampilannya.
Untuk menyajiannya juga sekarang telah diproduksi stoples-stoples cantik untuk wadah kue-kuenya. Hampir tiap tahun ganti stoples saat lebaran. Berbeda dengan zaman dulu. Jangankan ganti stoples kue setiap tahun, malah satu stoples digunakan turun temurun hingga puluhan tahun. Stoples nenek zaman saya kecil tahun 90an masih ada sampai sekarang dan masih bisa digunakan.
Bentuk stoples zaman dulu pun tidak secantik sekarang. Bentuk dan motif sederhana, biasanya berbahan kaca. Bukan hanya itu, yang menjadi legendaris adalah kaleng biskuit yang dipakai kembali setelah biskuitnya habis. Bahkan kaleng biskuit digunakan menjadi wadah kue berkali-kali dan bertahun-tahun hingga usang dan penyok.
Kaleng biskuit isi rengginang
Dulu kecewa jika membuka kaleng biskuit yang isinya bukan original lagi. Tak ada wangi biskuit apalagi dua batang wafer yang selalu diburu duluan. Zaman itu belum banyak varian kue seperti sekarang, maka biskuit merupakan sajian lebaran yang dapat dikatakan mewah.
Sudah menjadi legenda bahwa kaleng biskuit diambil alih fungsi menjadi kaleng isi rengginang. Rengginang adalah jajanan sejenis crackers tebal yang terbuat dari ketan steam yang dibentuk lingkaran dan dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering barulah digoreng dalam minyak panas.
Rasa gurih dan kriuk dari rengginang selalu nagih. Jika dulu kecewa dengan isian kaleng biskuit yang tidak original lagi, justru kini merindu fenomena tersebut. Sudah tidak ditemukan lagi kaleng-kaleng biskuit bekas yang digunakan lagi untuk isi rengginang. Bahkan rengginangnya sendiri sudah tidak lagi menjadi sajian di meja lebaran.
Kaleng-kaleng biskuit saat ini selalu berisi original. Bahkan kadang dua batang wafer yang dulu diburu anak-anak masih tertata rapi di dalamnya. Bukan sesuatu yang mewah lagi. Kelezatan dan kegurihan rengginang yang kini dirindukan eksistensinya.
Kebiasaan mengincar kaleng biskuit baru
Masih sangat terkenang, bagaimana kesalnya saat bertamu dan membuka kaleng biskuit yang isinya tak asli lagi. Entah itu rengginang atau opak. Jika sudah terlanjur dibuka dan tidak mengambil untuk dimakan tentu saja malu. Maka dengan berat hati menggambil sebuah rengginang untuk dimakan, yang saat itu bosan rasanya. Ingin sekali makan biskuit yang memiliki wangi khas itu, syukur-syukur masih ada wafer di dalamnya (walau mustahil).
Dari pengalaman mengecewakan membuka kaleng biskuit yang isinya berganti rengginang, biasanya saya mengamati terlebih dahulu kaleng biskuitnya. Jika kaleng biskuitnya tampak bukan baru, warnanya kusam, ada penyokan di tubuh kaleng, atau bahakan ada sedikit karatan di tepian tutup kaleng, di situlah mulai dipahami bahwa isinya rengginang. Setelah paham, kaleng dengan tampilan begini tidak lagi disentuh.
Kaleng biskuit dengan tampilan baru buka segel yang kemudian diincar. Kaleng berwarna cerah, tidak penyok dan tidak ada karatannya pasti berisi original biskuit. Sangat merasa beruntung waktu itu jika menemukan isian kaleng yang diinginkan.
Rengginang oh rengginang dalam kaleng biskuit! Kini dirindukan dengan sangat. Maafkan saya yang dulu meremehkan kegurihan rengginang. Maklum saja, zaman itu belum tentu orang tua saya mampu membeli sekaleng biskuit setahun sekali. Bahkan kaleng biskuit di rumah kami yang dibeli bertahun-tahun berisi rengginang dan opak juga.
Kini, jangankan sekaleng biskuit, bahkan berkaleng-kaleng juga bisa dibeli. THR dari kantor juga ada yang berupa biskuit dalam kaleng. Justru rengginang tidak lagi memiliki pamor untuk tersaji menjadi suguhan saat lebaran. Rindu rasanya.
Demikian kisah sajian kue lebaran favorit versi dari anak kampung seperti saya. Selamat lebaran semuanya, mohon maaf atas segala khilaf. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H