Sejak kecil saya sudah akrab dengan buku harian atau biasa disebut buku diary. Ini menjadi salah satu asal usul saya menulis.Â
Beberapa waktu lalu ditemukan lagi buku harian masa SMA di tumpukan buku-buku bekas. Ditepuk-tepuk dari debu, dibuka dan dibaca kembali. Isi tulisannya beragam, dari yang menggelitik hingga menguras emosi.
Kenangan dalam buku harian yang dapat dipetik pelajarannya adalah saya jadi memiliki hobi menulis, diary menjadi wadah mengingat kenangan, menjadi motivator untuk menjadi lebih baik lagi, Lebih dapat menjaga rahasia dan selalu bersyukur dengan kehidupan yang sudah dijalani.
Buku harian menjadi asal usul hobi menulis
Waktu kecil, saya memiliki kekurangan yaitu berbicara dengan gagap. Menjadi bahan olok-olok sudah didengar hampir setiap hari. Emosional sebenarnya sakit dan marah, tetapi apa boleh buat, semakin berbicara dalam emosi tinggi, semakin gagap, dan semakin jadi bahan perundungan. Maka memilih diam adalah solusi.
Amarah dan rasa kesal, dituangkan dalam kertas-kertas buku bekas (saat SD belum ada yang jual buku diary cantik di kampung saya).Â
Dengan menulis, saya bebas berbicara apa saja. Bahkan saat menulis saya lupa bahwa saya adalah anak yang gagap. Semakin sering menulis mengungkapkan amarah dan emosi, saya semakin bahagia, sejak itu semakin sering menulis dan memilih buku khusus untuk menulis kegiatan sehari-hari yang temanya beragam.
Sejak itu yang ditulis jadi beragam. Bukan hanya menulis kegiatan dan emosional sehari-hari tetapi juga menulis puisi dan cerpen yang bertema angan-angan di buku yang terpisah dengan catatan harian. Waktu itu belum memiliki gadget seperti zaman sekarang, tulisan hanya ditulis tangan saja. Namun semua itu adalah batu loncatan dalam karir menulis.
Buku harian menjadi wadah pengingat kenangan
Zaman sekarang yang menjadi pengingat adalah platform sosial media yang menyediakan fitur memori untuk mengingatkan aktivitas tahunan. Sedangkan zaman dulu, buku harian menjadi alat andalan untuk mengingat memori-memori dari masa lampau. Dengan membaca buku harian, angan dibawa kembali ke masa silam di mana tulisan itu ditulis dengan segenap hati.
Bukan hanya berisi kenangan dalam bentuk verbal, tetapi juga terdapat bentuk visual seperti foto-foto yang ditempelkan di lembaran-lembaran buku. Kekurangannya dibanding sosial media adalah buku harian tak dapat memuat audio dan gambar gerak.
Buku harian mengajarkan untuk menjaga rahasia
Zaman remaja dulu, isi hati adalah perasaan yang sangat keramat. Tidak mudah mengumbar perasaan sana-sini, rasa malu masih sangat mengasai perasaan.Â