Guru yang pada dasarnya adalah seseorang yang menjadi panutan diharapkan bukan menjadi sosok yang otoriter. Mungkin akan tampak tangguh menjadi guru yang ditakuti, tetapi lebih baik dan berwibawa menjadi guru yang dinanti. Dinanti kehadirannya di dalam kelas adalah nilai tambah bagi guru. Akan tetapi masih dapat dijumpai guru-guru toxic di sekolah tempat di mana anak-anak seharusnya membangun karakter.
Toxic adalah kepribadian seseorang yang kerap bersikap menyusahkan orang lain. Hindari sikap toxic untuk membentuk pribadi siswa yang berkarakter. Guru toxic hanya akan ditakuti bahkan tak akan pernah dinanti kehadirannya.
Suka Mengkritik Tanpa Solusi
Pernah ditemui guru yang hanya melarang dan mengkritik ini dan itu tanpa memberikan solusi terbaik. Hal ini malah menjurus ke perundungan. Terkadang kekerasan verbal terjadi pada sikap toxic guru yang satu ini bahkan tanpa disadarinya. Mengatakan bahwa siswa itu pemalas karena tidak mengerjakan PR, tanpa gurunya merefleksi ada apa dengan siswa, ada apa dengan caranya mengejar dan ada apa dengan PR itu sendiri sampai tidak dikerjakan siswa.
Biasanya guru yang seperti ini akan sangat suka memaksakan kehendaknya. Siswa harus mampu melakukan apa yang guru kehendaki tanpa memberikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang siswa hadapi.
Tidak Suka Melihat Guru Lain Berprestasi
 Sekarang bukan lagi zamannya berkompetisi, tetapi ini adalah saatnya berkolaborasi. Di sekolah bukan ajang unjuk gigi siapa guru paling berprestasi tetapi manfaatkan teman yang berprestasi untuk berkolaborasi dan menjadi guru inovatif.
Namun nyatanya masih ada pribadi julid di hati oknum guru tertentu yang tidak menyukai guru lain berprestasi. Menyepelekan dan tidak mau mendengar usulan guru lain dan hanya menjadikan buah pikirnya sendiri yang dianggap terbaik.
Apalagi sampai ke tahap menjelekkan guru lain di hadapan siswa yang otomatis menjatuhkan harga diri guru lain tersebut. Ini toxic fatal yang sama sekali tidak boleh dimiliki guru masa kini. Berkolaborasi dengan guru berprestasi akan sangat membantu siswa mendapatkan pembelajaran yang inovatif.
Berperilaku Pilih Kasih
Diam-diam sikap seperti ini masih mandarah pada oknum guru. Pilih kasih adalah sikap menganak emaskan siswa satu di atas siswa-siswa lainnya. Pilih kasih adalah sikap toxic yang sangat merugikan siswa-siswa lain dan membentuk karakter sakit hati.
Pilih kasih dapat ditilik dari berbagai aspek, menganak emaskan anak orang kaya karena gurunya sering mendapat gratifikasi, menganak emaskan anak-anak yang pintar kognitifnya saja, menganak emaskan anak walinya saja dan masih banyak lagi contoh sikap pilih kasih di bumi persekolahan. Sikap toxic ini jelas merugikan mental siswa dan akan merasa dirinya sia-sia di hadapan guru yang bersangkutan.
Tidak Mau Mengakui Kesalahan dan Enggan Meminta Maaf
Guru bukanlah malaikat, guru juga manusia biasa yang akan melakukan kesalahan. Itu hal normal dan pasti termaafkan. Anehnya masih ada guru yang enggan mengakui kesalahan apalagi untuk berbesar hati meminta maaf. Padahal tidak selamanya guru selalu benar dan siswa selalu salah.