Bukan hanya pekerjanya, kita juga jadi paham proses panjang terbitnya sebuah buku. Naskah kita akan diulas (review), disunting (edit), dibenahi tata letaknya, dan lain-lain, sampai akhirnya sampai bisa mendapatkan International Standard Book Number (ISBN)
Berbagi Secara Abadi
Menulis konten yang bermanfaat dan diniati berbagi kepada para pembaca yang membutuhkan adalah cara beribadah secara abadi. Berbagi ilmu adalah ibadah, bukan?Â
Buku yang kita terbitkan dapat menjadi perantara pahala walau penulisnya sudah tiada. Ini adalah kebahagiaan penulis menerbitkan buku yang kebahagiaannya abadi.
Lika-Liku yang Rumit untuk Menerbitkan Buku
Walau tampak membanggakan dapat menerbitkan buku, tetapi dalam prosesnya, menerbitkan buku tak semulus itu. Proses dan penantian yang cukup panjang. Tragedi naskah ditolak editor adalah patah paling wah bagi para penulis.
Bahkan setelah terbit pun tidak serta-merta penulisnya berleha-leha. Apalagi kalau buku itu diterbitkan sendiri.Â
Walau penerbit indie menyediakan jasa promosi, tetapi itu terbatas. Penulislah yang harus gencar penjadi pejuang promosi agar bukunya terjual dan dapat dibaca secara luas.
Tidak jarang penulis harus menelan pil kekecewaan karena bukunya tak diminati sewaktu pra pesan dibuka. Jangan sekecewa itu! Percayalah setiap karya akan menemukan pembaca yang tepat.Â
Selain memastikan kualitas tulisan dan judul yang menarik, juga gencaran promosi harus pintar-pintar menarik calon pembaca.Â
Diawali dari teman-teman terdekat yang ditawari, itulah fungsinya pandai bersosialisasi. semakin pandai bersosialisasi, semakin luas pula peluang penulis menawarkan buku karyanya.
Terus semangat, ya, para penulis yang menciptakan jendela dunia melalui buku-bukunya. Buku bukanlah hasil sulap, buku itu hasil proses yang panjang dari penulisan hingga penerbitan.Â