*Relasi keberagamaan dengan keberagaman*
Ditengah-tengah keberagaman dalam keberagamaan yang selalu melahirkan perselisihan dan pertikaian, ditengah situasi semacam ini, tentunya harus ada jalan keluar dari situasi yang tidak normal. Berbicara tentang keberagamaan tidak lepas juga berbicara tentang keagamaan.
Salah satu aspek keberagaman dalam tatanan sosial adalah persoalan keberagaman dalam keagamaan, selain persoalan keberagaman tentang politik, ekonomi dan pendidikan, begitus pula sebaliknya berbicara tentang keagamaan di sana terjadi keberagaman, tentu relasi ini perlu dipahami dengan baik dan secara menyeluruh bukan dipahami secara setangah-setengah agar pemahaman tentang keberagaman dalam keagamaan bisa memiliki fungsi ditengah-tengah perbedaan keagamaan.
Tentu apa yang dimaksud dengan pemahaman yang menyeluruh? Pemahaman tentang kesadaran bahwa keberagaman itu pasti ada, mustahil dalam kehidupan ini memiliki satu warna atau satu wajah, hal ini tidak mungkin dan mustahil. Keberagaman itu pasti ada tidak mungkin tidak ada, pasti ada!!! Jika kesadaran dalam pemahaman keberagaman itu tercipta dalam tatanan kehiduapan dia tentunya harus menyadari tentang keberagaman dalam keagamaan.
Jadi, berangkat dari pemahaman keberagaman adalah hal yang pasti terjadi maka akan masuk pada pemahama tentang keberagaman dalam keagamana. Hal ini sebagai pondasi awal atau dasar pertama dalama menyikapi perbedaan dalam persoalan keagamaa. Sehingga persoalan keagamaan bukan menjadi momok yang menakutkan ditengah keberagaman dalam keagamaan.
Semua orang berhak melaksanakan ritual keagamaan denga rasa damai dan nyaman, tidak ada hal menakuti dan merasakan ketakutan dalam menjalankan ritual atau keyakinannya. Tidak menjadi pobia dengan keyakinan sendiri, tidak ada lagi konflik atas dasar perbedaan, tidak ada lagi perselisihan yang dilahirkan kerena perbedaan keyakinan dan perbedaan ritual keagamaan. Tapi semua ini bisa terjadi jika semua memiliki kesadaran dalam keberagaman dalam keagamaan.
Merujuk kepada al-Quran surah al-Kafirun di sana jelas-jelas Allah swt memberikan pengajaran dalam menyikapi perbedaan persoalan keyakinan. Perbedaan tentang keyakinan tidak perlu dijadikan ruang perselisihan dan perdebatan Panjang. Apalah sebuah arti mempertahankan sebuah keyakinan akan tetapi pada saat yang sama menghakimi orang yang berbeda dengan tuduhan kafir. Al-Quran sebagai landasan otoritas dalam pengambilan sumber dalam keagamaan bagi pemuluknya dan begitu juga bagi mereka yang memiliki kitab sumber rujukan dalam keyakinan mereka.
Persoalan ritual dalam keyakinan jika merujuk kepada surah al-Kafirun maka jukup jelas di dalamnya memiliki kebebasan dalam ritual sesembahan mereka. Satu sama lain menyembah sesuai keyakinan masiang-masing. Kaumu muslimin menyembah tuhan mereka sesuai keyakinan mereka dan begitu pula dengan orang yang memiliki keyakinan yang berbeda dalam sesembahan mereka. "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga tidak menyembah apa yang aku sembah, Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku." (Qs, al-Kafirun 1-6).
Dalam ayat di atas mengajarkan tentang berlepas diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan keyakina setiap individu. Islam tidak akan pernah melakukan sesembahan seperti yang dilakukan oleh orang kafir dan begitu sebaliknya. Dan ini berlaku selamanya. Semua orang harus punya loyalitas terhadap apa yang dianggap benar atau yang dia Yakini benar, tidak mungkin Islam memperbolehkan pemeluknya untuk melakukan sesembahan yang tidak sesuai dengan ajarannya, begitu pula dengan selainnya. Artinya, semua ajaran harus memiliki loyalitas atau menjadi militansi dalam ideologinya masing-masing tidak bolah menyeberang sana sini. Inilah langka tegas dalam ajaran yang ada.
Namun, perlu diperhatikan secara seksama bahwa membangun loyalitas dan militansi dalam beragama terhadap agamanya tidak ada yang berhak menghakimi kafir atas dasar perbedaan sesembahan. Artinya semua orang menyembah sesuai dengan kayakinan mereka, tidak bolah ada yang mengancam dan berlaku kasar atas perbedaan yang ada. Sesuai pesan yang tersirat dalam surah al-Kafirun sangat jelas dalam persolana sesambahan dikembalikan kepada masing-masing orang sesuai dengan kayakinannya, tidak ada yang melakukan intimedasi dan kriminalisasi atas nama perbedaan keyakinan. Satu sama lain saling menghormati karena itu hak sebagai manusia dan sunnatullah atas adanya perbedaan yang ada. Kembali kepada prinsip awal, kita harus memiliki kesadaran penuh atas keberagaman dalam keagaman. Dan kita harus menerima ini semua bagian dari sunnatullah yang Allah telah gariskan. Sekian dan terima kasih.Â
BY, MUHIMIN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H