Mohon tunggu...
Elsa
Elsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Jangan lupa menulis !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Nadira Part 1

22 September 2022   22:39 Diperbarui: 22 September 2022   23:10 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Aku Nadira, setiap kali aku melangkah pasti aku akan berhati-hati, entah itu karena kerjaan atau cinta. Bagiku cinta adalah sebuah ekspresi diri saat merasa dicintai, mencintai dan disayangi juga menyayangi. Aku punya trauma berat atas dasar cinta, aku pernah diselingkuhin berkali-kali,aku pernah ditinggalin saat aku menemani seseorang dari nol namun setelah puncak karirnya dia meninggalkan aku dan tentunya dia mencari perempuan yang lebih dari aku. Bahkan aku pernah berkata pada ibuku, aku memutuskan untuk tidak menikah sama sekali. Namun ibuku marah karena keputusanku. Ibuku tidak pernah paham, saat aku merasa jatuh cinta perasaan ku selalu habis hanya pada satu orang, aku hanya tidak ingin membuang-buang waktu untuk cerita yang sama dengan orang yang berbeda. 

 Ayah sering sekali menyakiti ibu, bahkan pernah berselingkuh dengan perempuan lain. Aku sakit, namun ibuku selalu sabar karena menurut ibu bukan hanya perasaannya saja yang dipertahankan namun juga perasaan anak-anak. Ibuku selalu beralasan yang dia pertahankan adalah bukan rumah tangganya tapi tidak pernah siap melihat anak-anaknya menderita dan merasakan kepedihan dari orang tuanya yang bercerai. Aku sering sekali merasakan stres, aku kasihan pada ibu, tapi aku juga kasihan pada diriku dan adik-adikku. Aku menangis setiap kali mengingat hal itu. Pekerjaanku bahkan sering aku abaikan dan sekarang aku menjadi orang yang mudah sakit, entah karena aku stres yang membuat imun ku semakin hari semakin turun. Kesehatan ku hancur, pikiranku hancur, namun semua teman-temanku selalu melihat aku tersenyum bahkan membuat lelucon yang membuat mereka tertawa. Aku bahagia namun aku tidak bisa menutupi kesedihanku saat sendiri.


 Suatu hari, ada seseorang yang setiap kali aku pergi selalu mengawasiku, memberi perhatian kecil hanya lewat pesan singkat, aku selalu mengabaikannya. Lagian aku tidak ingin jatuh cinta lagi, aku cape harus mengulang cerita yang sama. Aku bingung sekali rasanya, bingung laki-laki mana yang harus aku percayai. Bahkan saat ayah cinta pertama anak perempuannya berkhianat, laki-laki mana lagi yang harus aku cintai. Ibuku merasakan sakit, aku anak yang tidak pernah beruntung dalam hal cinta. Sesak dada ini kalau harus mengingat hal-hal lampau yang menjadi suatu trauma dalam hidup. Ibuku selalu marah saat aku mengatakan, hal yang tidak akan terjadi di dalam hidupku adalah pernikahan. Aku terlalu egois, tapi percayalah aku selalu hampir gila hanya karena disakiti laki-laki. Kepercayan ku pada laki-laki sudah hilang entah kemana. Bingung memulai sebuah hubungan baru lagi kalau akhir cerita harus sama kembali. Namun setelah ku pikir-pikir, aku adalah orang yang egois yang tidak pernah terima atas cobaan dari tuhan. Yang mengeluh saat diberikan cobaan, padahal setiap rasa sakit hadir atas izin tuhan. Ya tuhan ada apa dengan ku, ampuni aku tuhan.

 Setelah aku menyadari banyaknya hal, aku memulai hal-hal baru di hidupku. Menulis adalah salah satu hal yang membuat aku merasa bahagia, karena dengan setiap tulisan yang aku tulis, orang bisa tahu apa yang aku rasakan. Percayalah meskipun kau lihat aku punya banyak teman. Percayalah tidak ada satupun orang yang mau mendengar keluh-kesahku padahal aku hanya ingin di dengarkan. Ah menyebalkan sekali hidup ini, aku harus kesepian dan merasa sedih saat sendirian setelah aku yang sering sakit-sakitan ini memutuskan untuk membatasi interaksi kepada lingkungan. Agar penyakitku yang di derita selama dua tahun ini tidak semakin parah. Jika membahas penyakit, berapa kali aku meminta agar biarlah aku mati saja agar tidak merasakan sakit yang aku rasa. Aku juga sudah bosen mengeluh sakit, bahkan berobat ke rumah sakit saja sudah tidak terhitung lagi.

 Ya tuhan cobaan apalagi ini, terkadang saat aku merasa sendiri dalam sepi, aku butuh seseorang meskipun dengan ego yang sangat tinggi. Haruskah aku menjilat ludahku sendiri, aku tidak ingin menjadi orang yang munafik tapi aku sadar betul keputusanku hanya ego semata, hanya mengikuti emosi sesaat. Padahal aku juga tahu betul bahwa setiap masalah pasti ada hikmahnya, setiap masalah harusnya dijadikan evaluasi untuk kedepannya. Tuhan bolehkah aku memohon ampun atas keputusanku yang semula aku tidak ingin menikah sama sekali. Tuhan ternyata aku butuh sosok laki-laki yang bisa menemaniku di kala sedih, menemani ku saat bahagia. Aku ingin ditemani aku juga ingin menemani. Tuhan aku berjanji kepada engkau, jika engkau berikan aku sosok laki-laki yang baik, yang menyayangi aku dan sangat mencintaiku, aku akan lebih-lebih mencintainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun