Mohon tunggu...
Hallo SobatKampus
Hallo SobatKampus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo semangat yaa!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayat Takdir Yang Abadi

26 Desember 2024   23:38 Diperbarui: 26 Desember 2024   23:38 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Karya : SHELLY SURYANI

Laut, engkau adalah puisi yang tak terucap,
Ayat takdir yang mengalir di tubuh semesta.
Biru tubuhmu tak sekadar warna,
Melainkan doa-doa yang karam di samudra jiwa.

Ombakmu adalah detak nadi purba,
Menerjemahkan degup bumi ke dalam gema.
Setiap riaknya menyentuh pasir,
Adalah janji waktu yang tak pernah mungkir.

Adakah rahasia yang kau sembunyikan?
Di palung terdalam, di balik karang tak bertuan.
Adakah nyanyian sunyi yang hanya bulan dengar,
Ketika malam menggantung tirai pekat di cakrawala?

Kau bercerita tanpa suara,
Melalui arus yang melukis garis-garis tak kasat mata.
Setiap arusmu memeluk pantai,
Adalah pengingat akan datangnya perpisahan yang damai.

Dalam tenangmu yang tak tenang,
Aku melihat wajah kehidupan yang lepas dari genggaman.
Kehilangan, harapan, dan kerinduan,
Semua kau peluk tanpa batasan.

Engkau adalah altar bagi doa-doa yang tenggelam,
Tempat jiwa-jiwa yang hilang kembali dalam diam.
Bangkai kapal yang kau selimuti adalah puisi bisu,
Tentang perjalanan yang tak pernah mencapai ujung waktu.

Namun engkau juga pembebas,
Yang meluruhkan belenggu pada batas-batas.
Di hamparan luasmu, tak ada kepemilikan,
Hanya kebebasan yang mengalir bersama angin.

Laut, engkau mengajarkanku tentang fana,
Bahwa segala yang datang pasti akan tiada.
Namun dalam kefanaan itu, ada keabadian,
Dalam bentuk arus yang tak pernah berhenti berjalan.

Aku berdiri di tepi tubuhmu yang agung,
Menatap cakrawala di mana langit dan air berpelukan.
Dan di sana, dalam garis tak berujung itu,
Aku temukan diriku, kecil, rapuh, dan tak berbatas.

Laut, jadilah cermin bagi rinduku,
Yang mengalir, namun tak pernah kembali ke hulu.
Dalam dadamu yang dalam, biarkan aku tenggelam,
Menjadi bagian dari harmoni yang engkau nyanyikan tanpa dendam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun