Mohon tunggu...
HALIZA ERSA DEWI MAHARANI
HALIZA ERSA DEWI MAHARANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Program Studi DIV Manajemen Keuangan Negara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengupas Tax Ratio: Menyingkap Isu Panas dari Debat Cawapres Kedua

15 Januari 2024   12:17 Diperbarui: 15 Januari 2024   20:27 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat cawapres kedua yang baru-baru ini digelar (22/12) mengusung tema "Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Digital, Keuangan, Pajak dan Tata Kelola APBN-APBD, Investasi, Perdagangan, Infrastruktur, dan Perkotaan" berlangsung panas. Salah satu topik yang mendapat sorotan tajam adalah rasio perpajakan atau yang biasa dikenal dengan istilah tax ratio. Meskipun mungkin terdengar kompleks, konsep ini sebenarnya memegang peranan penting dalam ekonomi suatu negara.

Apa Itu Tax Ratio?

Sebelum kita masuk ke dalam debat cawapres, mari kita awali dengan memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tax ratio. Secara sederhana, tax ratio atau rasio perpajakan adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Dinyatakan dalam persentase, rasio ini memberikan gambaran seberapa besar pemerintah mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan.

Dikutip dari situs Kementerian Keuangan, dijelaskan bahwa dalam konteks perekonomian, tax ratio berfungsi sebagai indikator untuk menilai kemampuan pemerintah dalam menghimpun pendapatan pajak. Tax ratio yang tinggi menunjukkan bahwa pemerintah mendapatkan sejumlah besar pendapatan dari pajak, sementara rasio yang rendah menandakan sebaliknya. Oleh karena itu, tax ratio dapat mencerminkan kebijakan fiskal suatu negara dan sejauh mana pajak menjadi beban bagi warga negara.

Di Indonesia, terdapat dua macam definisi perhitungan rasio pajak yang berbeda, yakni rasio pajak dalam arti luas dan sempit. Rasio pajak dalam arti luas diperhitungkan dengan membandingkan total nilai PNBP migas dan PNBP pertambangan dengan PDB. Sedangkan dalam arti sempit, adalah dengan membandingkan total penerimaan pajak pusat berupa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Cukai, dan pajak lain dalam postur anggaran negara dengan PDB.

Menurut data yang dicatat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tax ratio Indonesia mencapai 10,21% terhadap PDB pada tahun 2023. Angka tersebut memperlihatkan sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tax ratio pada tahun 2022 yang mencapai 10,39% terhadap PDB ketika memasukkan penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Meskipun demikian, apabila menilai tax ratio pada tahun 2022 tanpa memasukkan PPS, yang mencapai 10,08%, maka terlihat bahwa tax ratio mengalami peningkatan. "Tax ratio kita naik lagi 10,2% PDB," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (2/1).

Tax Ratio dalam Debat Cawapres

Dalam debat cawapres, tax ratio menjadi fokus perbincangan karena berbagai alasan. Hal ini terkait erat dengan kebijakan ekonomi yang akan diterapkan oleh pemerintahan yang baru terpilih. Jika tax ratio rendah, mungkin ada niat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memberikan insentif kepada sektor swasta. Sebaliknya, tax ratio yang tinggi mungkin menandakan upaya untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung program-program pemerintah. Karena kondisi saat ini, pemerintah Indonesia juga masih menghadapi kesulitan dalam meningkatkan penerimaan perpajakan melalui upaya perluasan cakupan objek pajak. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa tax ratio di Indonesia relatif masih rendah.

Sumber: Kementerian Keuangan
Sumber: Kementerian Keuangan

Tax ratio juga mencerminkan sejauh mana sistem perpajakan dianggap adil. Jika sebagian besar pendapatan berasal dari pajak yang dikenakan pada kelompok ekonomi menengah ke bawah, hal ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat. Oleh karena itu, debat cawapres menjadi wadah untuk membahas apakah kandidat memiliki rencana untuk menyeimbangkan beban pajak agar lebih adil bagi semua lapisan masyarakat.

Dalam visi dan misi Anies-Muhaimin, mereka berambisi untuk meningkatkan tax ratio menjadi 13-16%. Sementara itu, Prabowo-Gibran lebih ambisius lagi dengan menargetkan rasio pajak di angka 18% atau bahkan 23% dalam debat cawapres.

Menurut data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp19.588,4 triliun pada 2022. Namun, data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa tax ratio pada 2022 hanya 10,39% dari PDB dan angkanya turun sekitar 9,6% pada 2023 menjadi 10,21% dari PDB.

Dengan demikian, untuk mencapai target tax ratio sebesar 13%, penerimaan pajak harus naik sebesar 3% dari tax ratio yang sekarang sekitar 10% dengan menghitung nilai PDB 2022. Dengan menghitung keduanya maka pendapatan pajak harus bertambah sekitar Rp587,6 triliun.

Sementara itu, untuk mencapai target tax ratio sebesar 23%, pendapatan pajak harus ditambah sekitar Rp2.546 triliun. Angkanya semakin fantastis jika dibandingkan dengan target 13%.

Hasil Perhitungan Penulis
Hasil Perhitungan Penulis

Dalam kesempatan debat tersebut, Mahfud berpendapat bahwa target rasio pajak sebesar 23 persen yang dicanangkan oleh Gibran bersama Prabowo dalam visi misi mereka dianggap tidak rasional. "Dalam simulasi kami, angka itu hampir tidak masuk akal karena dalam pertumbuhan ekonomi bisa 10 persen, padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5 sampai 6 persen," ungkap Mahfud dalam debat cawapres lalu (22/12).

Dampak Tax Ratio pada Ekonomi dan Masyarakat

Tax ratio bukan hanya sekadar angka statistik; itu juga memiliki dampak langsung pada ekonomi dan masyarakat. Pengenaan pajak yang rendah bagi perusahaan dan individu dapat memberikan insentif untuk meningkatkan produksi dan konsumsi, sehingga berpotensi menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan nasional.

Namun, kebijakan ini juga dapat memiliki konsekuensi negatif. Penerimaan pajak yang rendah dapat menyulitkan pemerintah dalam membiayai program-program sosial dan infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Jika pendapatan pajak tidak mencukupi, pemerintah mungkin terpaksa mengandalkan utang atau melakukan pemangkasan anggaran, yang dapat berdampak negatif pada layanan publik.

Di sisi lain, pajak yang tinggi dapat menyebabkan ketidakpuasan di kalangan warga negara. Pajak yang tinggi dapat memberatkan kelompok ekonomi menengah ke bawah dan mengurangi daya beli mereka. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang bijak untuk memastikan bahwa beban pajak didistribusikan secara adil dan efisien.

Pertimbangan Kandidat Terkait Tax Ratio

Dalam debat cawapres, penting untuk memperhatikan rencana dan visi kandidat terkait tax ratio. Pertanyaan kunci yang perlu dijawab adalah bagaimana kandidat berencana untuk mengelola perpajakan dengan seimbang, memastikan bahwa ekonomi tumbuh berkelanjutan sambil menjaga keadilan sosial.

Kandidat yang dapat memberikan visi yang jelas dan rinci mengenai rencana perpajakan mereka akan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ini mencakup komitmen untuk menyederhanakan sistem perpajakan, menutup celah pajak, dan mengoptimalkan penggunaan penerimaan pajak untuk kepentingan masyarakat.

Tax ratio memainkan peran krusial dalam membentuk ekonomi suatu negara dan menentukan sejauh mana pemerintah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, perbincangan tentang tax ratio dalam debat cawapres kedua adalah langkah yang sangat tepat. Masyarakat perlu memahami implikasi dari kebijakan perpajakan yang diusulkan oleh kandidat, serta bagaimana hal itu akan memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

Debat cawapres bukan hanya soal retorika politik, tetapi juga tentang visi dan rencana konkret yang dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Dengan memahami isu kompleks seperti tax ratio, kita dapat membuat keputusan yang lebih informatif saat memilih pemimpin yang akan membimbing negara ke masa depan.

 

References:

Buku II Nota Keuangan Beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2024). Jakarta: Kementerian Keuangan.

Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023. (2024, Januari 2). Retrieved Januari 12, 2024, from Youtube: https://www.youtube.com/live/aaL03u1URBY?si=cJdu69T7bTAkVnQC

Debat Kedua Calon Wakil Presiden Pemilu Tahun 2024. (2023, Desember 22). Retrieved Januari 12, 2024, from Youtube: https://www.youtube.com/live/YzC828FYrwM?si=2kdmO25Yd0YhUmZW

Leksmana Ikhsan, S., Amir, A., Provinsi Jambi, I., & Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univ Jambi, P. (n.d.). Analisis Struktur Pajak dan Faktor yang Mempengaruhi Rasio Pajak di Indonesia. In Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah (Vol. 3, Issue 4).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun