Mohon tunggu...
Haliza Chafifatun Nisa
Haliza Chafifatun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - haliza chafifah

nobody's perfect

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Buruh Tani untuk Mencukupi Kehidupannya

27 April 2022   09:45 Diperbarui: 27 April 2022   09:50 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hallo gaes para pengunjung setia artikelku... selamat pagi, siang, sore, malam !! how are you? Semoga selalu sehat dan baik baik saja yaaa aamiin. Kali ini saya akan menulis tentang orang minoritas di desa ku.

Ketika mendengar kata buruh tani, maka yang terbayang adalah sebuah profesi yang berat dan pasti sejenis orang kurang mampu. Benar adanya. 

Buruh tani, adalah sekelompok manusia yang bekerja dengan memberikan jasa pada pemilik sawah untuk mendapatkan upah yang biasanya harian atau persentase dari hasil panen. Bentuk pekerjaannya mulai dari pra tanam, tanam, panen dan pasca panen. 

Pada sebelum tanam, buruh tani bekerja mengolah lahan sawah sebelum ditanami seperti mencangkul sawah, membuat galengan atau batas antar petakan sawah dan olah lahan lainnya. 

Pada masa tanam, buruh tani bekerja secara massal untuk menanam padi, jika tamana sudah tumbuh maka pekerjaannya adalah menyiangi rumput dan gulma yang bisa menggangu pertumbuhan tanaman utama, pemupukan dan penyemprotan hama. 

Pada masa panen padi, kegiatan buruh tani adalah memotong padi, melepaskan padi dari jeraminya, dan mengangkut hasil panen ke tempat yang dikehendaki pemiliknya. Dan pasca panen, kerjaan buruh tani adalah membantu menjemur padi dan mengangkut padi ke penggilingan.

Aset utama buruh tani adalah tenaganya, jika dia mengalami sakit dan berhenti bekerja sehari saja maka akan berkurang rejekinya. Sesunguhnya para buruh tani inilah yang secara langsung bekerja di sektor pertanian. Petani pemilik, apalagi kalau sawahnya luas maka dia tidak mengerjakan sendiri sawahnya.

Well, kali ini saya akan menulis tentang orang minoritas di desaku, lebih tepatnya beliau ini ialah tetanggaku sendiri. Beliau kerap dipanggil dengan sebutan nama Mbok Supaya.

Usia beliau sekarang ini sudah tidak muda lagi yaitu beliau berusia 84 tahun.

Beliau mempunyai empat orang anak, tetapi tidak satupun dari anaknya yang tinggal bersama beliau. Beliau tinggal seorang diri di rumahnya. Ke empat anak anaknya tinggal bersama dengan keluarganya masing masing. Beliau memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja sebagai buruh tani. 

Terkadang anak anaknya juga memberi beliau sedikit uang karena anak anaknya juga masih membutuhkan penghasilan untuk keperluan sehari hari bisa dibilang belum sepenuhnya cukup untuk keluarganya sendiri.

Uang yang diberikan anak anaknya masih belum cukup untuk membiayai kehidupan sehari hari mbok Supaya. Jadi beliau menjadi seorang buruh tani. Beliau bekerja di sawah atau ladang orang lain. Seperti menanam padi, menanam jagung, hingga juga memanennya.

Beliau berangkat pagi hari untuk pergi ke sawah orang, dan pulang sore hari ketika pekerjaannya sudah selesai. Biasanya beliau pulang dengan membawa rumput untuk pakan kambingnya. Tetapi kalau tidak ada petani yaang meminta beliau untuk bekerja di sawahnya, beliau mencari rumput di tempat tempat yang tidak ada pemiliknya. 

Dengan usia beliau yang tidak muda lagi, beliau tetap kuat dan semangat mencari rumput siang hari untuk kambingnya, dan beliau membawa rumputnya seorang diri dengan cara menaruh rumputnya di atas kepalanya dengan berjalan kaki panas panas pulang ke rumahnya.

Selain menjadi seorang buruh tani, beliau juga menjual barang barang sembako kecil kecilan  di rumahnya. Walaupun tidak besar seperti toko sembako lainnya, inilah cara beliau untuk mendapatkan penghasilan untuk biaya kebutuhan sehari harinya.

Beliau juga membuat gorengan seperti tempe goreng, pisang goreng, tape goreng, tahu isi, kentang goreng, dan gorengan lainnya. Beliau menjual gorengan tersebut ke desa sebelah karena beliau bilaang kalau beliau menjual gorengan di desa sendiri tidak akan laku soalnya di desanya sendiri sudah banyak orang yang menjual gorengan. 

Jadi, beliau lebih memilih menjual gorengan ke desa sebelah. "Tidak apa apa jauh yang penting dagangannya terjual habis", katanya. Beliau berangkat menjual gorengan siang hari dengan jalan kaki ke desa sebelah. Dan beliau pulang kalau dagangannya sudah habis. Biasanya beliau pulang ke rumahnya sore hari.

Rumah beliau tidak sebagus rumah orang lain pada umumnya. Terkadang waktu hujan lebat, rumah beliau bocor sampai airnya masuk ke dalam rumah. 

Beliau tidak punya uang untuk memperbaiki rumahnya. Dan tidak punya uang untuk membayar upah tukang yang mau memperbaiki rumahnya. 

Pernah suatu ketika waktu rumah beliau bocor, beliau meminta orang untuk memperbaiki rumahnya dan beliau tidak bisa memberikan upah uang kepada tukangnya, melainkan beliau hanya bisa memberikan upah rokok saja tanpa upah uang kepada tukang yang memperbaiki rumahnya. 

Kenapa tidak anaknya saja yang memperbaiki rumahnya? Yaps, anaknya juga membutuhkan penghasilan, jadi meskipun anaknya yang memperbaiki rumahnya beliau juga memberikan upah meskipun hanya rokok.

Beliau setiap bulannya juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras dan uang. Tetapi yang beliau dapat tidak banyak dan masih kurang untuk kebutuhan sehari harinya. Jadi beliau juga harus punya pekerjaan sampingan seperti yang saya ceritakan di atas. 

Menjadi buruh tani itupun bukan setiap hari dan jika beliau yang diminta. Karena kan di desanya juga banyak seorang buruh tani. Menjadi seoarang pedagang gorengan yang menjualnya di desa sebelah. Dan menjadi seorang pedangang sembako kecil kecilan di rumahnya, karena di desanya banyak banget toko toko, orang yang menjual sembako.

Dari sini kita dapat belajar bahwa tetaplah bersyukur karena sudah diberikan rezeki yang cukup oleh Allah SWT. Karena di luaran sana masih banyak orang yang membutuhkan dan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja harus penuh perjuangan. Dan orang yang sudah tua saja masih kuat dan semangat untuk bekerja. 

Apalah kita yang masih muda hanya ingin bisa menikmati dunia dari hasil jerih paya orang tua. Maka dari itu yuk selagi kita belum bisa bekerja, setidaknya kita membanggakan orang tua dengan semangat belajar.

Sekian terima kasih..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun