Perkembangan teknologi telah membawa berbagai informasi masuk ke Indonesia. Sebagai generasi milenial, tentu kita juga sudah tidak asing lagi dengan dunia digital. Di era digital ini, perkembangan informasi berkembang begitu pesat. Informasi apapun bisa kita akses. Informasi dari negara manapun bisa kita dapatkan dengan mudah. Pesatnya informasi tersebut terkadang seringkali tidak diimbangi dengan tingkat literasi yang tinggi. Begitu mudah kita percaya dengan informasi yang berkembang, lalu kita sebarluaskan tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu. Akibatnya, masyarakat menjadi korban hoaks dan ujaran kebencian di dunia maya.
Segala pengaruh buruk yang bisa menjadikan kita intoleran, berpotensi terjadi di era digital ini. Perkembangan internet telah memudahkan kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Termasuk pemahaman baru. Tak dipungkiri, paham radikalisme masih saja disebarluaskan oleh para pengikutnya. Mereka seringkali memanfaatkan media sosial, untuk mencari simpati publik. Namun masyarakat tidak paham kalau semuanya itu merupakan rekayasa. Bahkan, informasi yang disebarluaskan juga merupakan informasi yang tidak benar.
Terkadang kita sendiri tidak bisa membedakan mana hoaks mana fakta. Kita langsung saja percaya, apalagi informasi tersebut dikatakan oleh seorang tokoh masyarakat ataupun tokoh politik. Tanpa cek ricek terlebih dulu, langsung kita sebarluaskan. Mari kita belajar soal kasus Ratna Sarumpaet di tahun politik waktu itu. Salah satu calon langsung mempercayai berita bohong Ratna, melakukan konferensi pers dan mencari kesalahan lawan. Di era digital seperti sekarang ini, literasi menjadi penting. Cek ricek menjadi keharusan. Agar kita bisa terhindar dari segala pengaruh buruk, seperti bibit intoleransi dan radikalisme.
Karena bibit negative itulah banyak anak muda Indonesia terpapar terorisme. Karena intoleransi dan radikalisme, bibit terorisme masih marak di sebagain daerah di Indonesia. Kelompok ini terus bermetamorfosa menyesuaikan perkembangan zaman. Mereka memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melakukan propaganda radikalisme. Dan hasilnya, tidak sedikit generasi muda kita yang terpapar radikalisme. Dan mereka sewaktu-waktu bisa melakukan tindakan terorisme.
Di bulan Agustus ini, mari kita jadikan momentum untuk menguatkan tekad mengusir segala bibit kebencian dan intoleransi dalam diri. Segala bibit intoleransi dan radikalisme harus kita hilangkan dari bumi Indonesia. Mari terus kita jaga dan sebarluaskan nilai-nilai kearifan lokal, yang terbukti bisa membentengi kita dari segala pengaruh buruk. Kearifan lokal yang diadopsi dalam Pancasila ini, harus terus kita pegang, agar bibit intoleransi dan radikalisme tidak bisa berkembang dalam diri, lingkungan dan negeri ini. Salam. Dirgahayu Indonesia. Semoga kita semua bisa merdeka dari segala bibit intoleransi dan radikalisme.