Sebuah fakta bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia masih rendah. Berbagai penelitian dan pengkajian mengatakan demikian, termasuk salah satunya adalah penelitian dari UNESCO, yang mengatakan dari 1000 orang hanya 1 orang yang punya minat baca.Â
Sebuah fakta pula bahwa pengguna internet dan media sosial di Indonesia jumlahnya sangat signifikan. Pertumbuhan smartphone juga memicu terjadinya lonjakan penggunaan media sosial. Fakta-fakta ini tak bisa dilepaskan dari Indonesia di era milenial ini.
Satu hal yang perlu kita jadikan pembelajaran adalah soal maraknya hoaks, provokasi dan ujaran kebencian di media sosial. Praktek buruk itu masih saja terjadi meski tahun politik sudah berlalu. Yang lebih miris lagi, dalam kondisi bencana sekalipun, kadang masih saja ada pihak-pihak yang ditangkap aparat keamanan karena terbukti menyebarkan hoaks dan hate speech.
Masyarakat kita juga begitu aktif sekali membuat status, pernyataan, atau postingan dalam bentuk apapun di media sosial. Ya, bisa dibilang masyarakat kita cerewet sekali di media sosial, sampai apa saja di komentari.Â
Jika komentar tersebut diserta data dan fakta mungkin masih bisa diterima. Namun jika tidak, tentu ini sangat mengkhawatirkan.Â
Jika penambahan pengguna smartphone terus bertambah, tapi literasi tidak ditambah, akan sangat jomplang sekali. Karena akan banyak masyarakat yang mudah diprovokasi hoaks dan ujaran kebencian.
Menurut riset Semiocast, sebuah lembaga independent di Paris, orang Indonesia bisa betah menatap layar gadget sampai 9 jam sehari. Tingkat ceret masyarakat Indonesia di medsos berada di urutan ke lima dunia.Â
Jakarta dinilai sebagai kota yang paling cerewet, karena kicauan twitter di kota ini lebih padat dibanding kota besar di negara lain. Dalam sehari setidaknya mencapai 10 juta tweet dari kota ini, lebih tinggi dibanding Tokyo, London, New York dan Sao Paulo.
Jakarta hanyalah contoh. Jika kita tidak bisa membekali diri dengan literassi, akan sangat mudah sekali jadi sasaran empuk provokasi, hoaks dan ujaran kebencian. Aktivitas sharing tanpa saring, juga masih menjadi aktivitas latah masyarakat Indonesia.Â
Mari kita introspeksi. Jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar.Â
Saatnya untuk membiasakan cek ricek terlebih dulu. Dengan melakukan hal tersebut, secara tidak langsung kita juga ikut menyelamatkan anak, saudara, teman, tetangga dan semua orang dari informasi yang menyesatkan.