Entah apa yang terjadi pada sebagian masyarakat saat ini. Suka tidak suka, kenyataannya budaya saling memprovokasi ini masih terjadi hingga saat ini. Dulu orang berpikir provokasi hanya akan muncul ketika tahun politik saja. Dulu orang hanya berpikir provokasi hanya dilakukan oleh kelompok radikal. Namun ketika provokasi itu terus berlangsung dipadu dengan hoaks dan ujaran kebencian, masyarakat biasa pun juga bisa menyebar provokasi. Seorang ibu rumah tangga, karyawan pabrik, pekerja kantoran, siapapun dia dan apapun latar belakangnya, berpotensi menjadi provokator jika terus-terusan mendapatkan provokasi.
Jauh sebelum tahun politik, kelompok radikal telah aktif menyebar provokasi, agar masyarakat galau. Agar masyarakat yang awalnya ramah bisa berubah menjadi pemarah. Dan perilaku semacam ini tidak hanya terjadi pada masyarakat yang terpapar radikalisme, tapi masyarakat awam pun juga bisa melakukan provokasi di media sosial. Hanya karena tidak suka, seseorang bisa menebar hoaks, hate speech dan provokasi. Hanya karena berbeda pandangan, seseorang bisa menebar provokasi untuk semua orang membencinya. Di kalangan generasi milenial, bisa saling memutuskan tali pertemanan, hanya karena terprovokasi informasi yang belum tentu kebenarannya.
Provokasi, ujaran kebencian, dan hoaks merupakan sisi lain dari radikalisme dunia maya. Pintu masuk radikalisme dan intoleransi, bisa berasal dari kebencian yang tak terkendali. Jika kebencian ini terus membabi buta, seseorang bisa melakukan perilaku yang lebih mengerikan dibanding hanya menebar provokasi dan kebencian. Seseorang bisa melakukan persekusi, atau bahkan melakukan aksi teror. Bom yang meledak di pos polisi di Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah, merupakan bukti bahayanya radikalisme dunia maya. RA, pemuda yang meledakkan dirinya di pos polisi tersebut, terpapar radikalisme melalui dunia maya. Dia bisa belajar merakit bom juga dari dunia maya. Bahkan dirinya memutuskan berbaiat dengan jaringan ISIS, juga dilakukan secara online di dunia maya.
Kenapa radikalisme dunia maya perlu dilawan? Karena di era milenial seperti sekarang ini, hampir semua aktifitas bisa dilakukan di dunia maya. Hampir semua orang, dari anak-anak hingga dewasa setiap menghabiskan waktunya untuk beraktifitas di dunia maya. Karena itu, melindungi membersihkan dunia maya dari pesan negative perlu dilakukan. Dunia harus dihiasi dengan pesan-pesan yang menyejukkan, pesan damai, dan pesan yang memberikan inspirasi. Berikanlah sesuatu yang bisa menyatukan keragaman.
Cukup RA yang menjadi korban terakhir yang meledakkan dirinya. Jangan biarkan generasi muda kita menjadi generasi yang pemarah, generasi yang suka meledakkan dirinya. Ingat, provokasi, ujaran kebencian, dan hoaks di dunia maya, bisa membuat seseorang cepat terpapar radikalisme online. Tetap lawanlah radikalisme di dunia maya, agar generasi selanjutnya tidak terpapar paham radikal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H