Sadar atau tidak, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terjadi saat ini telah membuat kita semua menjadi kehilangan akal. Banyak orang mendadak bisa menjadi marah, karena telah terpengaruh oleh berita bohong dan ujaran kebencian.Â
Banyak orang pandai tidak menggunakan kepadandaiannya, karena sudah terprovokasi oleh hoaks. Banyak orang terdidik, tidak menggunakan logikanya hanya karens sudah terprovokasi oleh hoaks dan hate speech. Bayangkan, jika tokoh politik yang menjadi korban. Bayangkan jika tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh-tokoh lain yang terkena korban provokasi hoaks dan kebencian. Tentu saja toleransi dan kerukunan yang telah ada selama ini, akan hancur karena perilaku kita sendiri.
Lihat yang terjadi saat ini. Banyak orang saling membenci dan mencaci di dunia maya dan dunia nyata. Silaturahmi yang selama ini terjaga, mendadak bisa terputus hanya karena persoalan perbedaan pendapat, perbedaan pilihan politik atau perbedaan yang lain. Semuanya itu terjadi karena provokasi yang terjadi di dunia mya terjadi begitu massif.Â
Pendidikan karakter yang selama ini dibangun oleh orang tua ke anak-anaknya, pelan-pelan bisa luntur kalah dengan informasi yang berkembang melalui media sosial. Rasa saling menghormati antar sesama menjadi luntur, dan kegotorongroyongan yang selama ini dijunjung tinggi, telah berubah menjadi sikap individualistis dan eksklusivisme diantara masyarakat.
Banyak orang yang semakin tidak peduli antar sesama. Ironisnya, ketidakpedulian itu muncul hanya karena dipicu oleh perbedaan pandangan, perbedaan suku, perbedaan agama dan perbedaan latar belakang yang semestinya tidak perlu dipersoalkan. Kenapa hal-hal yang tidak penting itu cenderung dipersoalkan? Mari kita belajar dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet.Â
Di awal kemunculannya, semua orang langsung mengkaitkannya dengan kepentingan politik. Bahkan masyarakat yang tak tahu apa-apapun, jadi ikut marah setelah melihat foto Ratna yang seperti habis dipukuli. Beruntung polisi berhasil mengungkap kebohongan ini.
Jika kita sudah menyukai terhadap seseorang, merasa diri kita paling benar dan memposisikan orang lain di posisi yang salah, maka akal dan logika yang diberikan Tuhan kepada kita menjadi tidak ada gunanya. Karena kita begitu mudahnya percaya pada berita bohong. Padahal, kebohongan tidak ada manfaatnya untuk dipecayai. Kebohongan justru akan menjauhkan kita pada kedamaian. Karena kebohongan bisa berpotensi menjadi pemecah belah persatuan dan kesatuan yang selama ini telah terjalin.
Agar kita tidak mudah termakan oleh berita bohong, tentu harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan informasi yang benar. Dan yang tak kalah penting adalah selalu lah bertanya tentang informasi tersebut.Â
Dengan kita selalu bertanya dan bersikap kritis terhadap informasi apa saja, akan merasang otak kita untuk selalu mencari informasi pembanding. Jika kalian sudah membiasakan mencari informasi pembanding, maka proses cek ricek akan selalu ada.Â
Dan ketika proses cek ricek itu selalu dilakukan oleh semua orang, maka budaya baca dan budaya literasi media bisa berjalan. Dan jika semua itu berjalan, maka otomatis kita sulit terprovokasi oleh informasi hoaks. Kalau begitu, selalu lakukanlah hal ini. Cek ricek sebelum percaya. Saring sebelum sharing. Carilah informasi pembanding dan selalu bersikap kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H