Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan "Zaman Now": Bekerja Keras dan Jangan Berpikir Negatif

7 November 2017   08:57 Diperbarui: 7 November 2017   09:36 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh puluh dua tahun lalu, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya . Berbagai kisah heroik mewarnai sejarah bangsa Indonesia dalan memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan itu. Diantaranya melalui peringatan hari Pahlawan , 10 November sebagai momentum untuk mengingat bahwa kemerdekaan yang kita peroleh itu dipertahankan dengan sungguh-sungguh oleh rakyat Indonesia jaman itu.

Gelar Pahlawan nasional diberikan kepada para pihak yang telah melakukan tindakan luar biaa selama hidupnya untuk bangsa dan negara.  Gelar itu bukan semata dari pemerintah, namun masyarakat Indonesia mengakui pengorbanan dan kontribusi mereka. Kiprah mereka dapat membuat negara mencapai kondisi yang berbeda dari sebelumnya.

Tantangan atau musuh jaman sekarang berbeda dengan dulu. Musuh jaman sekarang itu bisa berupa Korupsi, perilaku negatif semisl radikalisasi, dan kemalasan.  Tiga hal ini kini dominan terjadi di masyarakat.

Korupsi termasuk suap saat ini tumbuh seperti rumput liar yang bisa ada di mana-mana. Meski aparat memberantasnya, rumput ini ada saja terus. Setelah satu pihak tertangkap tangan, disusul pihak lainnya, seakan penangkapan itu tak cukup membuat yang lain jera dengan tdak melakukan tindakan serupa.

Sejatinya perilaku korupsi bukan karena  ketidak mampuan mereka secara finansial, tetapi karena tindakan  tamak dan rakus. Koruptor biasanya menginginkan lebih dari yang seharusnya , sehingga mereka berperilaku demikian dan merugikan masyarakat, negara dan bangsa.

Musuh kedua masyarakat dan negara adalah pikiran negatif.  Banyak pihak punya pikiran berbeda dengan pemerintah. Mereka tidak setuju dengan kebijakan maupun kesepakatan yang telah dibuat oleh the founding fathers Indonesia, Soekarno --Hatta. Seperti soal Pancasila dan hal-hal prinsipal lainnya. Padahal Pancasila adalah nilai-nilai yang diambil dari kearifan lokal masing-masing daerah di Indonesia. Kita ketahui bersama , kita sebagai negara kepulauan terdiri dari banyak suku, banyak pulau , banyak keyakinan, banyak keyakinan dalam menyembah Tuhan.

Akhirnya, beberapa kelompok menyatakan dengan terang-terangan dan beberapa lainnya dengan diam-diam untuk mengubah beberapa kesepakatan bersejarah itu dengan hal lain yang mereka yakini benar. Sehingga tak heran jika radikalisme dan terorisme juga marak pada jaman sekarang.

Musuh ketiga adalah kemalasan. Kemalasan banyak menjangkiti orang Indoensia akibat ketersediaan ekonomi dan teknologi. Mungkin kita harus belajar para pejabat yang punya kekuasaan tetapi mereka tak segan untuk bekerja keras demi bangsa dan negara, seperti Presiden Indonesia, Joko Widodo, Menteri Susi Pujiastuti, maupun ibu Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Mereka bisa menjadi teladan bangsa Indonesia agar senantiasa bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat.

Kita bisa meraih perbedaan nyata atas kondisi sebelumnya, seperti yang diperoleh para pejuang kita dulu, jika kita terus menerus belajar, bekerja keras dan menemukan solusi atas banyak permasalahan di tanah air demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa ini.

Bangsa Indonesia kita memang tidak sempat melihat para pahlawan ini berjuang, tetapi kita tetap bisa menjadi pahlawan jika kita bisa empati dengan orang lain dan bekerja keras di bidangnya masing-masing. Akumulasi kebaikan dan pemahaman atas perbedaan yang dilakukan secara pribadi akan membawa kebaikan bagi bangsa ini. Setiap pribadi-pribadi inilah akan membawa kebaikan bagi bangsa ini. Setiap pribadi inilah merupakan pahlawan-pahlawan pada masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun