Guru biasanya memberikan tuntutan tugas kepada murid lebih berfokus pada intelektual atau kognitifnya saja tanpa mempertimbangkan aspek afektif dan psikomotornya. Murid tidak diberikan kebebasan sehingga mereka tertekan dengan segala pola pembelajaran yang membuat mereka tidak berkembang sesuai dengan kodrat dan segala potensi yang dimilikinya.Â
Akhirnya murid tersebut kurang meminati mata pelajaran tertentu. Hasilnya semangat untuk belajarnya menjadi menurun dan ia akan cenderung melakukan hal-hal yang bertentangan dengan segala aturan yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menerapkan pola pembelajaran yang kreatif, inovatif, menyenangkan dan berpusat kepada peserta didik (student centred).
Guna mewujudkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif seorang guru harus terus belajar, mengembangkan diri dan mengasah kompetensi yang ia miliki, baik secara individu, komunitas pebelajar, ataupun mengikuti program pelatihan peningkatan profesionalisasi konselor, salah satunya adalah Pendidikan Profesi Guru.Â
Melalui program PPG ini saya mulai mendalami kemampuan diri untuk menjadi pemimpin pendidikan Indonesia masa depan yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila seorang guru harus mengacu pada semboyan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yaitu "ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" yang memiliki makna didepan memberi contoh atau menjadi panutan, di tengah membangun semangat atau ide, memberi dorongan dari belakang. Berdasarkan semboyan tersebut, seorang guru harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada peserta didik, dari tengah seorang guru harus mampu membangun semangat, menciptakan ide atau berkarya dan berinovasi di ekosistem sekolahnya.Â
Selanjutnya dari belakang, seorang guru memberikan dorongan, motivasi, arahan dan penyemangat kepada muridnya. Konsep selanjutnya adalah guru harus bisa membangun rasa aman, nyaman dan menyenangkan bagi murid, mengembangkan segala potensi yang dimiliki murid, menjadikan sekolah itu sebagai rumah kedua mereka, dan guru harus membuat kesan positif sebagai orang tua kedua murid selama berada di sekolah dan teman-temannya adalah sebagai saudaranya.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan "sifat" dan "bentuk" lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan "isi" dan "irama". Kedua kodrat ini berkaitan dengan nilai-nilai dan sifat kemanusiaan murid. Ki Hadjar Dewantoro hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak yangmana selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan abad 21.Â
Ki Hadjar Dewantoro mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh Ki Hadjar Dewantoro adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan daerah setempat. Ki Hadjar Dewantoro menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri tanpa menghilangkan nilai budaya yang ia bawa.
Konsep pemikiran selanjutnya adalah asas tri-kon, yaitu yang pertama kontinuitas artinya kita harus bergerak dan berpikir maju ke depan tanpa melupakan sejarah dan tidak boleh lupa akan akar nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai seorang pendidik harus memperkenalkan sejarah dan budaya bangsa Indonesia, kita perlu belajar dari sejarah untuk kemajuan pendidikan Indonesia dimasa mendatang dan tumbuh kembangnya peserta didik dimasa mendatang.Â
Selanjutnya yang keuda adalah konvergensi artinya pendidikan itu harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan. Seorang pendidik dan seluruh warga sekolah harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada peserta didik sehingga melahirkan peserta didik yang pemikirannya penuh dengan kebijaksanaan dalam menyikapi kehidupan dimasa yang akan datang.Â
Kemudian yang ketiga konsentris yaitu pendidikan harus menghargai keragaman dan memerdekakan pembelajaran, bahwa setiap peserta didik memiliki keunikan masing-masing. Setiap peserta didik memiliki potensi dan nilai-nilai yang mereka bawa sejak lahir. Seorang pendidik dan seluruh warga sekolah harus mampu mengidentifikasi dan membaca keunikan dan potensi tersebut, sehingga murid dapat merasakan konsep merdeka belajar.
Konsep pemikiran selanjutnya dalam melakukan prinsip perubahan adalah budi pekerti. Budi itu mencakup cipta, rasa dan karsa. Dalam mengolah cipta atau pikiran untuk menajamkan pikiran. Diharapkan kepada peserta didik untuk memfungsikan akal dan pikirannya, memiliki mimpi, harapan dan cita-cita, berpikir untuk selalu berbuat yang terbaik dan memberikan manfaat kepada orang lain dalam mengolah rasa atau perasaan untuk menghaluskan rasa.Â
Seorang pendidik harus mampu menumbuhkan sikap empati, simpati atau peduli kepada peserta didik dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengolah karsa atau kemauan untuk memperkuat semangat atau kemauan. Diharapkan kepada peserta didik untuk selalu memiliki semangat juang dalam belajar, berkarya, berkreasi dan berinovasi dalam mencapai cita-citanya untuk kehidupannya dimasa yang akan datang. Konsep selanjutnya yaitu;
Dalam proses 'menuntun' anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang 'pamong' dapat memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Dengan tetap mengedepankan sikap, perilaku dan karakter yang mencerminkan sebagai seorang murid dengan nilai-nilai budaya yang dimilikinya.
Konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat menginspirasi dan menambah wawasan pengetahuan dan semangat saya untuk segera melakukan perubahan dan mengimplementasikannya dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Kegiatan yang akan dilakukan agar proses pembelajaran yang mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat terwujud dengan menerapkan merdeka belajar, kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.Â
Merdeka belajar yang berorientasi dan berpusat kepada murid dengan mengacu pada teori Gestalt atau field theory. Teori Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang melibatkan aktifitas murid. Karena itu digunakan metode problem solving dan inquiry approach.Â
Dimana murid sendiri harus menemukan jawaban atas masalahnya dengan bimbingan serta bantuan tenaga pendidik ketika diperlukan. Teeri gestalt bukan hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga keterampilan memecahkan masalah, pengembangan pribadi dalam menentukan minat (pilihan karier) dan perkembangan murid, lingkungan masyarakat dan berbagai mata pelajaran. Tujuan layanan meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Jika ditilik dari pemikiran Ki Hadjar Dewantoro biasa disebut dengan cipta, karsa, dan karya, sedangkan istilah dalam bimbingan dan konseling adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H