Mohon tunggu...
Halimatussadiyah
Halimatussadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi semester 4 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rendahnya Minat Masyarakat Terhadap Angkutan Umum Ciputat - Pondok Aren (D10)

8 Januari 2024   01:07 Diperbarui: 8 Januari 2024   02:39 3033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi ngetem angkot D10 di Stasiun Jurang Mangu, Rabu (20/12/2023). (Sumber gambar: Halimatussa'diyah)

Tangerang Selatan - Maraknya transportasi online bukanlah satu-satunya penyebab menurunnya peminat angkutan umum. Penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi di Tangerang Selatan menyebabkan angkutan umum (angkot) menjadi kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini juga terbukti dengan kondisi pelayanan angkutan umum (angkot) saat ini yang belum bisa memenuhi kebutuhan perjalanan masyarakat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, berdasarkan survei tahun 2022, jumlah kepemilikan mobil penumpang di Kota Tangerang Selatan sebanyak 241.469 unit, bus sebanyak 1.556, truk sebanyak 29.989, sedangkan kepemilikan kendaraan bermotor mencapai 661.706 unit. Dari data kepemilikan kendaraan pribadi tersebut menunjukkan bahwa transportasi umum di wilayah Tangerang Selatan, seperti angkutan umum (angkot) D10 akan mengalami penurunan permintaan.

Angkutan umum (angkot) D10 merupakan salah satu transportasi umum di Tangerang Selatan dengan rute perjalanan dari Pasar Ciputat hingga Taman Mangu, Pondok Aren (Ciputat - Pondok Aren). Dari rute perjalanan Ciputat - Pondok Aren ini, lokasi yang cenderung ramai penumpang naik yaitu di Stasiun Jurangmangu, karena lokasi ini menjadi titik kedatangan banyak orang dari berbagai daerah. Penumpang angkot D10 cukup beragam, mulai dari pelajar, pekerja, ibu rumah tangga, dan lainnya. 

Dalam wawancara bersama Alen, sopir angkutan umum (angkot) D10 pada Rabu (20/12/23) di lokasi ngetem angkot D10, di Stasiun Jurang Mangu, ia menuturkan bahwa fenomena menurunnya peminat angkot ini sudah terasa jauh dari sebelum covid-19 menerpa yaitu sejak ramainya angkutan online. Ia juga menyampaikan bahwa mungkin saja masyarakat yang tidak lagi naik angkutan umum disebabkan mereka gengsi sehingga beralih ke transportasi online. Memang tak bisa dipungkiri jika perkembangan teknologi transportasi di Indonesia menyebabkan angkutan umum (angkot) menjadi tersisihkan. 

Tentunya hal ini mengusik para sopir angkot karena menyebabkan penumpang mereka lebih memilih transportasi online baik yang berupa motor maupun mobil. Penggunaan angkutan umum yang sepi penumpang juga disebabkan oleh skala pelayanan angkutan umum (angkot) yang belum mampu menjangkau seluruh kawasan sepanjang rute perjalanan Ciputat-Pondok Aren.

Kondisi lokasi ngetem angkot D10 yang sepi penumpang di siang hari. (Sumber gambar: Halimatussa'diyah)
Kondisi lokasi ngetem angkot D10 yang sepi penumpang di siang hari. (Sumber gambar: Halimatussa'diyah)

Senada dengan Alen, Muji -sesama rekan sopir angkutan umum (angkot) D10- juga menyampaikan bahwa tidak lagi ada harapan bagi mereka jika angkutan online semakin meningkat. Hal tersebut akan membuat mereka semakin kehilangan pelanggan.

"Saya pengennya online dihilangkan. Kalau emang ojek online bisa dihilangin ada harapan, tapi kalau gak bisa ya gak ada harapan. Kalau ojek online kan bisa dijemput dirumah, angkot cuma di jalanan." tuturnya.

Lebih lanjut lagi, saat wawancara bersama salah satu penumpang angkot, Kania menyampaikan bahwa adanya angkutan umum (angkot) baginya sangat menguntungkan, dari segi tarif angkot terbilang murah, dan praktis karena penumpang hanya perlu naik dan duduk saja tidak perlu repot membawa kendaraan pribadi. Menurutnya, penyebab rendahnya minat masyarakat terhadap angkutan umum (angkot) sebenarnya disebabkan oleh pelaku perjalanan atau masyarakat itu sendiri. Sedangkan faktor lain seperti kondisi sistem transportasi hanya berpengaruh sedikit pada minat masyarakat. 

"Sebenarnya naik angkot itu enak tinggal duduk saja dan murah juga. Tetapi memang harus spare waktu lebih aja, karena angkot kan lama. Harapannya ya semoga kalau ngetem gak kelamaan supaya orang yang mau naik gak mikir dua kali." ujarnya.

Di sisi lain, Hudriyah, seseorang yang sudah tidak lagi naik angkutan umum mengungkapkan alasannya tidak lagi naik angkutan umum (angkot) adalah karena sudah memiliki kendaraan pribadi. Ia juga membagikan pengalamannya ketika masih sering naik angkutan umum (angkot) D10. 

"Gak ada pengalaman yang gimana-gimana sih, sebenarnya seru-seru aja. Tapi saat naik angkot kadang merasa kurang nyaman waktu berdesakan dengan penumpang lain. Saya juga pernah dua kali dapet supir angkot yang belum lancar bawa mobilnya, waktu itu sampai nabrak tiang listrik loh. Dan pernah juga sampai nabrak mobil lain, akhirnya kami diturunin gitu aja. Dari kejadian itu jadi agak trauma. Saya berharap semoga juragan angkot lebih selektif saat akan menyewakan angkotnya ke orang yang benar-benar sudah mahir bawa mobil aja dan punya SIM untuk meminimalisir bahaya. Kebersihannya juga perlu diperhatikan ya." ucapnya.

Rendahnya kualitas pelayanan dari sisi keamanan, kenyamanan, kelayakan, kebersihan, kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan angkutan umum (angkot) menjadi penyebab dari penurunan minat terhadap angkutan umum (angkot) dikarenakan akan memberikan rasa kurang nyaman dan aman kepada pengguna jasa transportasi umum. Kemudian akan mendorong masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan online yang dapat memberikan kemudahan, keamanan, serta kenyamanan yang lebih menjanjikan. Hal ini perlu diperhatikan dan perubahan karena apabila tidak ada upaya untuk kembali menarik minat penumpang jasa angkutan umum (angkot), maka perlahan akan mengakibatkan jumlah angkutan umum yang beroperasi menurun drastis.

"Kita bersaing di zaman modern ini emang susah, sebenarnya gimana pemerintahnya. Kalau bisa seperti DKI dengan cara mereka (sopir angkot) sistemnya digaji dan pakai kartu itu. Ya, kita kan jadi ga perlu mikirin setoran." ujar Alen, sopir angkot D10.

Untuk mencegah vakumnya angkutan umum dan untuk menarik kembali minat masyarakat, pemerintah perlu turut serta membantu dalam mewujudkannya. Pemerintah daerah (Pemda) diharapkan dapat melakukan perubahan terhadap sistem transportasi umum di Tangerang Selatan menjadi seperti sistem transportasi umum di DKI Jakarta yang terintegrasi dengan membentuk JakLingko. Pemda DKI Jakarta menggratiskan transportasi umum JakLingko, jadi pelanggan hanya perlu menunggu di halte JakLingko seperti yang sudah ditetapkan dan melakukan tap in dan tap out kartu uang elektronik (e-money) tanpa perlu khawatir saldo akan terpotong. Karena sebenarnya yang masyarakat inginkan hanyalah kemudahan, keamanan, kelayakan, dan kenyamanan bersama.

Jika Pemda Tangsel menerapkan sistem transportasi umum seperti ini, sopir angkot akan merasakan dampak baiknya. Mereka akan menerima gaji dari pemerintah dan tidak perlu lagi mengkhawatirkan setoran harian yang harus mereka bayarkan ke pemilik angkot. Oleh karena itu, apabila Pemda Tangsel menciptakan sistem transportasi umum seperti yang dilakukan Pemda DKI Jakarta, tak hanya akan menarik minat pelanggan, tetapi juga akan menguntungkan sopir angkot karena mereka akan mendapatkan pekerjaan yang terjamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun