Ketika anak-anak mengalami kesulitan menerima pembelajaran dari sekolah, sehingga mempengaruhi nilai akademisnya maka jangan langsung mengatakan bahwa anak tersebut bodoh atau malas. Bisa jadi anak tersebut mengalami learning disorder atau gangguan belajar.
Apa sih gangguan belajar pada anak ?
Gangguan belajar adalah masalah yang mempengaruhi kemampuan otak pada anak untuk menerima, mengolah, menganalisis atau menyimpan informasi, sehingga memperlambat anak dalam perkembangan akademik.
“ini dapat mempengaruhi cara seseoarang belajar cara membaca, menulis, melakukan matematika, atau proses belajar lainnya”. Ucap dia, dilansir dari Healtline.
Gangguan pada satu proses psikologi dasar atau yang lebih terlihat dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud seperti ketidaksempurnaan mendengar, memikir, membicarakan, membaca, menulis, megucapkan atau melakukan perhitungan matematis. (Hallahan dan Kauffman, 1991 : 126)
Apa sih penyebab gangguan belajar yang terjadi pada anak ?
Seorang anak yang mengalami gangguan belajar pasti mengalami gangguan pada perkembangan otaknya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seorang anak mengalami gangguan perkembangan otak yaitu :
- Ibu mengalami komplikasi saat hamil
- Terjadi masalah ketika persalinan sehingga membuat oksigen tidak diterima oleh si bayi dan menyebabkan otaknya terganggu.
- Pertumbuhan rahim yang buruk (kekurangan gizi atau malnutrisi selama kehamilan).
- Faktor genetik.
- Trauma fisik seperti kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala.
- Trauma psikologis seperti mengalami kekerasan atau pelecehan pada anak usia dini.
Apa saja jenis gangguan dalam belajar pada anak?
Menurut Sudrajat (2008: 128-132), ada tiga jenis gangguan belajar yang dialami pada anak-anak antara lain :
1. Disleksia (dyslexia)
Disleksia adalah gangguan belajar pada anak kesuliatan untuk membaca, mengeja, atau berbicara dengan secara jelas. Akibatnya anak mengalami masalah dalam memahami kosakata, kalimat, membaca dan memahami bahan bacaan. Adapun ciri-ciri anak yang mengalami gangguan belajar disleksia sesuai dengan usia yaitu :
1. Usia anak dibawah tiga tahun
- Susah dalam menghafalkan sesuatu.
- Mengalami keterlambatan dalam berbicara.
- Susah atau sulit mengingat huruf-huruf dasar (alfabet). membedakan atau mengenali warna.
- Sulit dalam membedakan kata yang serupa seperti (b dan d, p dan q).
2. Anak usia sekolah
- Sulit dalam mengingat nomor lebih dari satu.
- Sulit dalam membaca dan mengeja.
- Sulit dalam mempelajari bahasa asing.
- Sulit membedakan huruf dan kata.
3. Remaja atau orang yang lebih dewasa
- Kesulitan dalam mengucapkan apa yang mereka baca.
- Sering salah dalam mengucapkan nama atau kata-kata.
- Kesulitan dalam memahami tulisan atau cerita.
- Kesulitan dalam meringkas cerita.
- Kesulitan dalam mengafal.
Dari ciri-ciri di atas setiap anak mempunyai tingkat kondisi yang berbeda, jadi ada beberapa cara agar bisa membantu anak dalam gangguan belajar disleksia yaitu :
- menggunakan balok mainan yang berbentuk huruf.
- Baca, susun, tulis yaitu dengan latihan baca huruf lalu menyusun huruf menjadi sebuah kata lalu ditulis.
- Membuat dinding kosakata yang sering dipakai.
2. Disgrafia (dysgraphia)
Gangguan belajar pada anak dalam menulis. Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis yaitu menulis permulaan,dan menulis ekpresif. Adapun ciri-ciri anak mengalami gangguan belajar disgrafia :
- Tulisan tangan yang buruk atau tidak bisa dibaca.
- Ejaan huruf pada kata yang salah.
- Menggunakan huruf kapital yang salah.
- Menggunakan kata-kata yang tidak tepat.
- Sangat lambat dalam menulis.
- Ukuran dan jarak tulisan tidak beraturan.
Dari ciri-ciri di atas dapat diketahui bahwa seorang anak yang mengalami disgrafia mereka akan susah memegang pensil atau pulpen untuk menulis, maka dari itu ada beberapa cara untuk melatih kondisi disgrafia ini yaitu dengan menjalani terapi dan mengubah kebiasaan.
4. Diskalkulia (dycalculia)
Gangguan belajar pada anak dalam mempelajari matematika (menghitung, mengenal angka, dan semua yang berhubugan dengan angka). Tanda diskalulia akan berbeda-beda pada setiap orang, tetapi sebagian besar anak yang mengalami gangguan belajar diskalkulia tidak dapat mengenal angka. Adapun ciri-ciri anak yang mengalami gangguan belajar diskalkulia yaitu :
a) Usia 3-6 tahun
- Kesulitan menghitung angka yang Panjang.
- Kesulitan memahami waktu, detik, menit.
- Kesulitan memahami pola aritmatika.
b) Usia 7-12 tahun
- Kesulitan dalam membaca jam.
- Menghidari permainan yang berubungan dengan angka.
c) Usia 13-15 tahun
- Kesulitan dalam mempertahankan nilai dalam permainan.
- Kesulitan dalam hal pengukuran.
d) Usia 16-18 tahun
- Kesulitan mengaplikasikan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari.
- Kesulitan dalam membaca informasi dalam bentuk grafik.
- Kesulitan dalam mengukur bahan-bahan yang tertera di suatu resep.
Membantu dan menangani anak dengan diskalkulia bukanlah yang yang sangat mudah, karena matematika itu pembelajaran yang kurang disukai oleh anak-anak. Berikut ini ada beberapa cara untuk membantu pemahaman anak dengan diskalkulia :
- Membuat rencana belajar yang khusus.
- Membuat game atau permainan yang berhubungan dengan matematika.
- Menggunakan musik saat belajar matematika.
- Sering melatih berhitung menggunakan tangan atau coret-coretan.
Dari penjelasan terkait gangguan belajar di atas sebagai orang tua harus mengetahui kenapa anak bisa mendapatkan nilai akademik yang rendah, dan tidak semua anak itu dikarenakan malas atau bodoh tapi bisa saja karena anak tersebut memiliki gangguan belajar.
Anak-anak dengan gangguan belajar yang tidak diobati akan mempengaruhi kepercayaan diri mereka. Mereka berusaha lebih keras dari teman-temannya, tetapi tidak menerima pujian atau penghargaan dari guru atau orang tua. Demikian pula, gangguan belajar yang tidak diobati pada orang dewasa dapat menyebabkan penderitaan psikologis yang besar untuk orang dewasa.
Dukungan dari orang tua dan lingkungan juga dapat membantu anak untuk lebih semangat. Dorong anak untuk mengejar minat dan beri mereka rasa kepercayaan diri. Dengan ini dapat meningkatkan keterampilan anak dan membantu mereka mengembangkan strategi kognitif dan perilaku untuk meningkatkan kekuatan mereka guna meningkatkan pembelajaran di dalam maupun di luar sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H