Mohon tunggu...
halimah sadiyah
halimah sadiyah Mohon Tunggu... Jurnalis -

Journalist, dream catcher.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Akhirnya, Jepaaaanggg!!!

24 Januari 2015   22:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya girang bukan kepalang saat mengetahui nama saya ada di antara 10 pemenang Journalist Fellowship Program (JFP) yang diselenggarakan oleh PT. MRT Jakarta. Artinya, saya akan segera berangkat ke Jepang. Wohooooo.

Sedikit cerita soal JFP. Jadi, PT. MRT  adalah perusahaan milik Pemprov DKI Jakarta yang saat ini sedang membangun kereta cepat di tengah kota. Nah, tiap tahunnya mereka memberangkatkan 10 orang jurnalis untuk belajar soal sistem perkeretaapian di negara-negara maju. Harapannya, jurnalis dapat mentransfer ilmu yang didapat pada masyarakat melalui tulisan.

Oke, balik soal Jepang, sebenarnya Negeri Sakura ini bukan negara impian saya. Tapi, siapa yg nolak kalau dapat kesempatan gratis berkunjung ke salah satu negara maju di Asia tersebut. Apalagi, ini akan jadi pengalaman pertama saya pergi ke luar negeri. Iya, saya baru pertama kali ke luar negeri. Maklum, orang kampung. Meskipun, dengan profesi ini, sebenarnya saya sudah mengunjungi hampir semua provinsi di Indonesia. Tapi, kalo ke luar negeri memang belum pernah.

1 Desember 2014
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Rombongan saya berangkat ke Jepang dari Bandara Soekarno Hatta dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Pesawat take off pukul 23.25 WIB dan tiba di Narita Int'l Airport di Tokyo, pukul 09.00 waktu setempat. Waktu Jepang lebih cepat dua jam dibanding Jakarta.

Sampai di Bandara Narita saya sempat heran. Kenapa bandara ini sepi sekali. Jauh dari kesan ramai seperti yang biasa saya jumpai di Bandara Soetta. Padahal, Pak Rudi, guide kami dari Wita Tour, bilang Narita adalah salah satu bandara tersibuk di Jepang.

Keluar dari terminal bandara, tubuh udik saya langsung disergap angin dingin dari suhu 8 derajat. Saat itu, Jepang sedang musim gugur. Rasanya aneh, padahal matahari bersinar terik, tapi udara yang berhembus sangat dingin.

Saya pun buru-buru masuk ke dalam bus yang sudah disediakan demi menghangatkan tubuh. Bus di sini juga dilengkapi dengan sistem penghangat. Di dalam bus rupanya sudah menunggu local guide kami yang orang Jepang asli. Namanya Minori Miyazaki, kami memanggilnya Miya. Miya pernah tinggal di Jakarta beberapa tahun. Jadi, bahasa Indonesianya cukup fasih.

Sepanjang perjalanan, Miya banyak mengajari kami percakapan dasar bahasa Jepang. Misalnya, apabila ingin bertanya sesuatu pada orang, ucapkan 'Sumimasen' yang kurang lebih artinya permisi. Sebab, kebanyakan orang Jepang tidak bisa bahasa Inggris. Supaya mereka tidak 'anti' dengan orang asing, ucapkanlah 'sumimasen.'

Di dalam bus, sambil mendengarkan penjelasan Miya, saya banyak memperhatikan jalanan Kota Tokyo yang sepi. Lagi-lagi saya heran, kenapa kota sebesar Tokyo ini sepi sekali. Tak banyak kendaraan yang berada di jalan. Belakangan, saya baru tahu kalo pusat keramaian di negara ini bukan di jalan raya, tapi di stasiun. Sebab, hampir semua perjalanan dilayani oleh kereta.

Selain soal sistem transportasinya, saya juga terkagum-kagum dengan Tokyo yang kotanya bersiiih sekali. Semua bangunan tertata rapih. Pokoknya semua serba teratur.

Bus yang membawa delegasi PT. MRT akhirnya berhenti di sebuah taman. Namanya Meijijingu Gaien Park. Taman ini dipenuhi oleh jejeran Pohon Ginko yang daunnya menjadi kuning di musim gugur. Daun-daun dari Pohon Ginko yang mulai berguguran memenuhi jalanan taman. Rasanya seperti berjalan di atas karpet berwarna kuning. Banyak juga penduduk lokal yang datang ke taman tersebut hanya untuk sekadar berjalan-jalan dengan kerabat mereka.

Menurut Miya, Jingu Gaien Park saat itu memang sedang cantik-cantiknya. Namun, kecantikan taman yang disponsori oleh Pohon Ginko tersebut hanya akan bertahan selama kurang lebih dua pekan saja. Sebab, setelah itu, semua daun akan gugur dan hanya menyisakan ranting dan batang pohonnya saja. Kalau begitu, kami sangat beruntung karena datang di waktu yang tepat.

Selama berada di Jingu Gaien Park, saya dan teman-teman tak henti-hentinya mengabadikan keindahan pesona musim gugur di negerinya Doraemon tersebut. Benar-benar indah.

[caption id="attachment_365941" align="aligncenter" width="700" caption="Ini toh yang namanya musim gugur. "][/caption]

[caption id="attachment_365942" align="aligncenter" width="700" caption="di depan Tokyo Imperial Palaca"]

14220863111400815010
14220863111400815010
[/caption]

Selepas bermain-main di taman, kami diajak untuk makan siang di sebuah restoran sushi. Restoran tempat kami makan berada di tengah kota. Lokasinya ada di bawah tanah. Tapi, meski tempatnya terpencil, restorannya ramai. Jadilah siang itu kami makan sushi langsung di negara asalnya. Hhehehe.

Perut sudah terisi, waktunya kerja. Ya, jadi saya di Jepang bukan cuma untuk jalan-jalan. Tapi juga untuk liputan. Hari itu, kami dijadwalkankan mengunjungi kantor Kementerian Perhubungan Jepang yang berada di Tokyo.

Rombongan saya tiba lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Jadi, tidak bisa langsung masuk gedung meskipun hanya di lobi. Jadilah kami menunggu di depan pintu masuk sambil foto2. Miya, tour guide kami yang orang aseli Jepang, bahkan minta difoto dengan latar belakang tulisan kanji yang saya tidak mengerti artinya. Sebab, kata Miya, tidak semua orang bisa masuk ke gedung pemerintahan.

Setelah belajar soal sistem perkeretaapian Jepang, saya dan rombongan diajak ke sebuah jembatan (saya lupa namanya) yang sepertinya jamak dijadikan sebagai tempat berfoto oleh turis macam kami. Karena dari jembatan itu turis bisa mengambil foto dengan latar belakang Tokyo Sky Tree, salah satu ikon kota Tokyo, dan pabrik bir yang bangunannya unik.

Dari sana, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Asakusa Temple. Kuil ini merupakan salah satu tujuan utama turis. Sebenarnya, tujuan utama ke Asakusa bukan untuk melihat-lihat kuil. Karena, sesampainya di sana, Miya mempersilahkan kami untuk berbelanja, mencari oleh-oleh. Di depan Asakusa Tempel berjejer ratusan kios penjual oleh-oleh khas Jepang yang sudah pasti dicari turis asing macam saya. Ada kimono, bakiak khas Jepang, gantungan kunci, boneka geisha, sampai makanan khas Jepang juga ada.

Sayangnya, bagi turis kere macam saya, harga oleh-oleh di sana cukup mahal. Gantungan kunci atau magnet kulkas, rata-rata dijual dengan harga 500 yen. Kalau dirupiahkan ya sekitar Rp 50 ribu per buah. Setelah survei dari satu kios ke kios lain, akhirnya saya menemukan kunci seharga Rp 35 ribu. Yeaayy.

Selain gantungan kunci, saya juga membeli rice cake, penganan khas Jepang dengan aneka rasa. Ada rasa nori atau rumput laut, green tea, wijen, pedas, dan asin. Harga rice cake ini berbeda-beda, mulai Rp 9 ribu sampai Rp 13 ribu, tergantung rasanya. Rice cake ini juga cocok untuk oleh-oleh.

Tips: kalau mau beli souvenir yang Jepang banget, ya di kuil-kuil seperti Asakusa-lah tempatnya. Akan susah cari barang serupa di tempat lain. So, manfaatkan waktu mencari oleh2 di tempat ini.

Waktu masih menunjukkan pukul 17.00 saat saya dan teman-teman selesai berbelanja di Asakusa, tapi langit sudah gelap gulita. Saat musim gugur, waktu siang memang lebih pendek. Makin malam, suhu juga makin dingin.

Tapiii, berhubung lagi di luar negeri, saya gak menyia-nyiakan kesempatan untuk jalan-jalan. Usai menaruh barang-barang di hotel dan makan malam bersama,  saya dan teman-teman lain diantar Miya ke toko duty free yang buka 24 jam. Nama tokonya (kalau gak salah) Don Qi. Kalau mau beli KitKat Green Tea (yang seolah jadi oleh2 wajib dari Jepang), ya di sini tempatnya.

Dan, petualangan hari pertama di Tokyo diakhiri dengan belanja. Muehehehehe :D


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun