Pernikahan merupakan sebagian dari iman. Beberapa orang menganggap bahwa pernikahan adalah kebutuhan, ada pula yang menganggap pernikahan sebagai anjuran dari agama maupun lingkungan keluarga, ada pula yang menganggap pernikahan merupakan suatu kewajiban. Tidak ada salahnya pemikiran yang bermacam-macam seperti itu, karena memang pernikahan merupakan ikatan yang suci antara dua insan manusia. Pernikahan tidak semata-mata hanya cinta. Namun, komitmen yang merupakan aspek penting dari pernikahan tersebut merupakan hal yang sering dilupakan oleh banyak orang.
Pernikahan diharapkan akan membuat suatu keluarga dengan keharmonisan rumah tangga dan pendidikan anak yang pas pada tempatnya, sehingga esensi dari keluarga bisa tercapai dengan keharmonisan yang mengiringinya. Harapan dari masing-masing insan serta keluarga yang mendampingi juga adalah terbentuknya keluarga yang sakinnah mawaddah warohmah. Tapi jika dilihat pada beberapa tahun terakhir, pernikahan tidak selalu sesuai dengan ekspektasi dari seorang istri ataupun suami dalam ikatan mereka.
Tingkat pernikahan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Beragam alasan hingga beragam umur pernikahan yang terjadi di Indonesia hingga membuat grafik perdataan dari populasi masyarakat yang menikah terus menerus meningkat. Semua orang berhak menikah, namun nyatanya banyak yang menikah dengan alasan harta yang dimiliki sang pasangan, paras yang dimiliki oleh pasangan tersebut, ekspektasi pasangan idaman dalam berumah tangga, atau bahkan sudah mengandung buah hati di luar ikatan pernikahan. Konflik yang terjadi diantara dua orang yang berumah tangga terkadang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, hingga perceraian yang terjadi setelah mereka telah membuat ikatan dalam pernikahan.
Sebenarnya faktor apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Mengapa tiba-tiba pasangan yang dulunya membangun ikatan pernikahan dengan pasangannya perlahan-lahan atau bahkan tiba-tiba merubah sikapnya sendiri hingga menjadi pasangan yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya? Faktor utama yang pertama adalah ketidak tahuan akan karakter pasangan, namun hal tersebut bukanlah satu-satunya alasan yang mendasari terjadinya konflik dalam rumah tangga seseorang. Perubahan karakter pada pasangan tersebut dapat terjadi karena puber kedua yang terjadi pada sang pasangan itu sendiri. Puber pada orang tua? Memangnya ada?
Sebenarnya tidak ada istilah puber kedua dalam dunia medis. Puber yang terjadi pada orang tua biasa disebut dengan istilah midlife crisis. Fase yang biasa kita dengar pada remaja akan menyebabkan perubahan bentuk tubuh dan perkembangan hormon pada remaja. Untuk orang tua, perubahan yang terjadi adalah penurunan fungsi otak pada emosional, fungsi tubuh, serta kualitas hormon. Perubahan emosional pada orang tua akan menjadikannya bersikap seperti anak kecil, maka dari itu banyak orang tua yang setelah melewati masa puber kedua akan melakukan hal-hal yang tidak umum dilakukan oleh orang yang memiliki sifat dewasa. Fungsi tubuh yang menyusut juga membuat para orang tua meminimalisir pergerakan tubuh karena khawatir akan penyakit beresiko.
Menurut Alodokter.com ciri-ciri dari midlife crisis adalah mulai dari penurunan hasrat dan kepuasan, perubahan suasana hati menjadi mudah marah dan sedih, gelisah dan ingin melakukan hal-hal baru, ragu dengan keputusan yang telah direncanakan setelah bertahun-tahun, bingung dengan diri sendiri dan tujuan hidup, bahkan perselingkuhan yang dilakukan pada lawan jenis yang jauh lebih muda.Â
Orang tua biasanya sudah memiliki aset saat masih muda dahulu untuk menanggung masa tuanya. Maka dari itu, biasanya perselingkuhan yang dilakukan oleh orang tua kepada pasangannya yang jauh lebih mudah adalah memberikannya uang atau benda yang diinginkannya agar pasangannya menjadi senang dengan timbal balik yang disepakati oleh mereka berdua.Â
Orang tua yang melakukan hal tersebut biasa disebut dengan Sugar daddy untuk lelaki dan sugar mommy untuk perempuan. Faktor yang memengaruhi terjadinya midlife crisis adalah tingkat kedepresian dari individu tersebut, bisa saja dari tekanan keluarga atau ketidakharmonisan keluarganya sendiri sehingga individu yang bersangkutan melakukan perselingkuhan karena adanya orang ketiga yang membuatnya merasa senang, adapun tekanan sosial yang berasal dari lingkungannya, entah teman sebayanya yang menjalankan hidup sebagai orang tua sosialita sehingga ia ingin mengikuti gaya temannya terebut, atau bahkan ekonomi yang mungkin saja banyaknya hutang yang melilitnya di masa tua dimana ia sudah tidak bisa bekerja lagi.Â
Maka dari itu, alangkah baiknya kita menjaga orang tua kita yang ada di rumah agar tidak tertekan dan bahagia di umurnya yang sudah tidak muda dan segar seperti dulu lagi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H