Ndik, kapan kau akan bertandang ke rumahku
Berpuluh tahun aku di tanah orang merantau
Tak sekali pun kudengar sapamu menyapaku
Di sini aku telah punya tempat tinggal
Bagus ... bagus, Ndik.
Terbuat dari kayu
Sama persis rumah lahir kita di kampung
Dari rumahku ini, kita bebas memandangi laut
Yang setiap ada kapal melewatinya
Kuharap kau ada di antara para penumpang yang akan melambai kepadaku
Ndik, tanah yang kupijak ini sangat indah
Meski tanahnya tak sesubur tanah kelahiran kita
Tapi aku tetap bisa makan meski berasnya dari seberang lautan
Aku masih bisa makan sayur meski masih harus berebut
Ketika kapal-kapal pembawa sayur tiba
Sekali sebulan aku masih bisa makan daging ayam
Yang mungkin telah beku lebih dari sebulan
Ndik, besok kalau kau ada rencana mengunjungiku
Akan kujemput kau dengan arak-arakan
Akan kuantar kau berkeliling kota
Melihat-lihat tempatku menyandarkan hidup sekarang
Akan kuceritakan pada kawan-kawanku
"Ini saudaraku yang tlah lama kunanti, datang mengujungiku
Berpuluh tahun aku menantinya
Sekarang baru sempat melangkahkan kakinya".
Â
Ndik, aku harap ini bukan cerita terakhirku
Aku tak ingin kita hanya bersua dalam kata
Kurindu menatap wajahmu yang tentu bukan kanak lagi
Â
Ndik, jangan mengunjungiku ketika hanya akan meratap di dekat nisanku ya!
Â
Ndik (Bugis) = Adik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H