Guru merupakan suatu profesi dimana memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan memberikan pengajaran sehingga menjadikan peserta didik yang belum tau menjadi tau. Menjadi seorang guru merupakan profesi yang mulia karena berusaha untuk menerapkan dan memberikan kenyamanan pada kegiatan pembelajaran. Sebelum membahas secara jauh mengenai Perjalanan Pendidikan Nasional, kita bahas terlebih dahulu mengenai pengertian pendidikan.Â
Pendidikan
Dalam bahasa Inggris pendidikan berarti education. Sedangkan dalam bahasa latin berarti educatum yang berasal dari kata E dan Duco, E berarti perkembangan dari luar dari dalam ataupun perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco berarti sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya guna mengembangkan kemampuan diri. Menurut Wikipedia, pendidikan ialah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, penelitian serta pelatihan. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.Â
Perjalanan Pendidikan Nasional pada Masa Perjuangan Pahlawan
Perjalanan pendidikan nasional diawali dari sebelum zaman kemerdekaan. Meskipun belum terdapat pendidikan formal namun pendidikan diajarkan secara nonformal. Pendidikan nonformal didapat dari kehidupan sehari-hari seperti contohnya pendidikan mengenai kesopanan. Tokoh perjuangan pahlawan yang memelopori pendidikan nasional salah satunya ialah Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir di daerah Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Lebih lanjut, bapak pendidikan yang biasa disapa Soewardi ini adalah seorang aktivis gerakan kemerdekaan Indonesia, politikus, kolumnis, dan pelopor pendidikan bangsa Indonesia ketika Indonesia masih di bawah kekuasaan Belanda.Â
Soewardi kecil mendapatkan pendidikan  pesantren di Kalasan asuhan Kyai Haji Soleman Abdurrohman. Setelah ayah Soewardi merasa bahwa ilmu agama yang diperoleh anaknya dari pondok pesantren sudah cukup, maka, ayah Soewardi memutuskan untuk memasukkan Soewardi ke sekolah Govermen Belanda, yakni ELS (Eropessche Lagere School) yang berada di kampung Bintaran dekat dengan kadipaten tempat tinggal Soewardi.
Setelah lulus dari ELS, ayah Soewardi menginginkan Soewardi melanjutkan sekolah ke OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) yang merupakan sekolah bagi calon pegawai Govermen Belanda. Namun, Soewardi lebih memilih untuk melanjutkan sekolah ke Kweekschool, yang merupakan sekolah bagi calon guru. Karena Soewardi sudah merasakan adanya kesenjangan pendidikan antara anak-anak Belanda, anak bangsawan dan rakyat jelata.
Dalam perjalananya, Soewardi bertemu dengan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang menawarkan pendidikan dokter bagi anak-anak bangsawan. Mendengar pemaparan dr. Wahidin bahwa rakyat kekurangan tenaga medis, maka Soewardi memutuskan untuk meninggalkan sekolah Kweekschool  dan memilih melanjutkan sekolah di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang terletak di Batavia.