Mohon tunggu...
Halilintar Ivan C
Halilintar Ivan C Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - UKSW - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Bimbingan dan Konseling

Tetaplah berjalan walaupun banyak halangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Regulasi Emosi Era Gen Z

2 Juli 2024   23:24 Diperbarui: 3 Juli 2024   02:34 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dijaman yang serba digital ini, kita banyak menemukan berita berita di media massa mengenai kasus kasus kecanduan game online, judi online, trading dan sebagainya. Pada saat kejadian tersebut berlangsung, pasti ada 1 atau 2 orang yang memperingatkan akan hal itu agar tidak terus terjadi. Namun oknum/pelaku ketika dinasehati bukannya mendengarkan dan mencoba untuk merubah sikapnya, justru si oknum/pelaku tersebut terpicu emosinya. Saya sempat membaca berita terkait seputar hal itu dan mencoba berfikir bahwa seberapa jauh Gen Z memahami dan menguasai terkait Regulasi Emosi ? Jika saya lihat secara sepintas memang sepertinya Gen Z ini kurang memahami terkait Regulasi Emosi. Namun untuk menjawab hal itu, yang saya perlukan ialah data data seputar Regulasi Emosi.Perlu diketahui bahwa Regulasi emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola segala macam emosi dimana pun dan kapan saja. Gross (1999) mendefinisikan regulasi emosi sebagai cara individu mempengaruhi emosi yang mereka miliki, kapan mereka merasakannya dan bagaimana mereka mengalami atau mengekspresikan emosi tersebut.  Tentunya dalam kita meregulasi emosi kita itu tidaklah sepenuhnya mudah, apalagi pada zaman era digital dan era Gen Z ini. Terkadang saya sering prihatin terhadap generasi ini. Kenapa generasi ini begitu mudah tersulut emosi. Hal itu bisa dibuktikan oleh beberapa pemberitaan yang tersebar di media massa, seperti kasus 1 yang diliput oleh Radar RB Bromo "Sering Marah saat Main Game Online, Remaja di Gading Bunuh Diri" Kasus 2 yang diliput oleh Portal JTV.com "Polwan Bakar Suami, Psikolog Untag Sebut Emosi Akibat Pasca Melahirkan dan Judi Online" ,Kasus 3 yang diliput oleh CNN Indonesia "Alasan Pelaku Aniaya Santri di Kediri: Tak Nyambung Dinasehati Salat" dan masih banyak lagi. Maka dari itu, saya telah mecari data dan beberapa sumber jurnal terkait masalah regulasi emosi di Era Gen Z. 

Di Era Generasi Z ini ( 1997 - 2012 ) banyak yang mengalami tekanan batin, serangan mental, beban tugas dan berbagai masalah lainnya yang menimpa Gen Z. Hal hal itu membuat mereka cenderung sulit atau tidak mau bersosial dikarenakan mereka takut menerima masalah baru ketika melibatkan orang lain dalam memecahkan / mendengarkan masalahnya. Atau dengan kata lain mereka ( Gen Z ) menjadi orang yang Introvert. Karena hal itu, membuat mereka lebih suka memendam masalah mereka sendiri dan juga tak sedikit dari mereka yg Introvert memiliki peluang regulasi emosi lebih rendah daripada mereka yang mampu dan berani menceritakan masalah mereka ke orang lain. Meskipun hal itu tidak bisa menjadi tolak ukur pasti karena mereka yang mampu bercerita ke orang lain saja masih bisa dikategorikan sebagai orang dengan kemampuan regulasi emosi rendah.

https://nsd.co.id/posts/regulasi-emosi-yang-buruk-mempengaruhi-kesehatan-seseorang.html
https://nsd.co.id/posts/regulasi-emosi-yang-buruk-mempengaruhi-kesehatan-seseorang.html

Kita perlu tahu bahwa regulasi emosi beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti faktor Pengalaman, Sosial, Kognitif, Kesehatan Mental, Budaya, Tempramental dan sebagainya. Bisa diukur sejauh mana kita dalam menjaga serta meregulasi emosi kita dari faktor faktor diatas. Adanya keterkaitan faktor satu dengan faktor lainnya yang dimana faktor faktor itu kebanyakan berasal dari dalam diri kita sendiri. Sebagian berasal dari eksternal diri kita. Dilansir dari Detik.com Gangguan kesehatan mental Generasi Z meningkat hingga 200%. Dan juga dari laman Kemenkes, sebanyak 6,1 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Berdasarkan fakta diatas, bisa diketahui bahwa Regulasi Emosi yang Buruk Mempengaruhi Kesehatan Seseorang. Saya memiliki beberapa data hasil wawancara saya terkait seberapa jauh seseorang dalam meregulasi emosinya. Tiap responden saya wawancarai dan hasilnya ada beberapa yang sudah cukup paham dan juga ada yang belum bisa meregulasi emosinya dengan baik. Sebagian dari mereka menjawab masih terpancing jika sedang emosi memuncak dan sebagian memilih memendam masalah daripada meluapkannya. Jika diperhatikan lagi, terdapat adanya bibit - bibit regulasi emosi yang rendah, terlebih pada mereka yang memendam masalahnya sendiri. Mengutip dari laman jurnal ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Masalah terkait regulasi emosi bisa diatasi menggunakan teknik Self-Compassion. Self Compassion merupakan perilaku positif dimana kita bisa lebih menyayangi,kesejahteraan mental dan kualitas hidup secara keseluruhan diri sendiri. Self-Compassion dapat memberikan beragam manfaat, seperti: Diri menjadi lebih tenang, Pikiran menjadi lebih positif, Lebih menikmati hidup, Baik hati pada diri sendiri. 

https://newleafwellnesscentre.com/self-compassion-need-can
https://newleafwellnesscentre.com/self-compassion-need-can
Neff (2003) menjelaskan bahwa Self Compassion adalah proses pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan, kegagalan atau ketidakmampuan diri dengan cara memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari pengalaman sebagai manusia pada umumnya. Neff (2003) menjelaskan bahwa self compassion adalah proses pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan, kegagalan atau ketidakmampuan diri dengan cara memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari pengalaman sebagai manusia pada umumnya. Ada pula teknik lainnya seperti Self Control, REBT, CBT. Self Control merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol tindakan, perilaku, emosinya di ruang lingkup manapun. REBT merupakan terapi psikologis yang berfokus pada cara mengelola pikiran, emosi, dan perilaku yang tidak rasional atau tidak sehat. Jika CBT adalah terapi yang terstruktur dan berorientasi pada tujuan. CBT dapat membantu orang mengatasi masalah dengan mengubah cara berpikir dan berperilaku. Jika sudah melihat beberapa teknik teknik diatas, marilah kita menjaga serta meregulasi emosi kita. Karena dengan kita bisa meregulasi emosi dengan benar itu bisa membuat diri kita lebih tenang serta membuat orang lain aman.

Sumber : 

- https://harian.fajar.co.id/2024/03/30/era-digital-dan-manajemen-emosi-generasi-z/

- https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/psikologi/article/view/7740

- https://nsd.co.id/posts/inilah-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-regulasi-emosi-seseorang.html

- https://radarbromo.jawapos.com/kraksaan/1001632634/sering-marah-saat-main-game-online-remaja-di-gading-bunuh-diri-

- https://portaljtv.com/news/polwan-bakar-suami-psikolog-untag-sebut-emosi-akibat-pasca-melahirkan-dan-judi-online

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun