Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Materialisme dan Tahapan Perkembangan Institusi

21 November 2023   09:22 Diperbarui: 23 Januari 2024   14:32 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: nalarpolitik.com

Apa yang ada dalam benak Anda ketika melihat ada suatu institusi olah raga yang awalnya tidak memiliki; anggaran, sumber daya manusia, dan sistem, begitu dikelola satu individu secara bertahap menjadi institusi olah raga yang maju dalam segala hal, baik secara organisasi maupun prestasi?

Kemudian ketika ditinggalkan oleh individu tersebut seketika institusi tersebut terseok dan terjerambab jatuh dari 2 kemajuan di atas?

Kedua, apa yang ada dalam benak Anda ketika individu tersebut dialienasi (diasingkan) dari sebuah institusi besar ke sebuah institusi kecil yang sama sekali tidak memiliki juga; anggaran, sumber daya manusia, dan sistem? Lalu secara bertahap institusi ini berdiri tegak dari institusi yang bukan apa-apa menjadi institusi yang diperhitungkan serta mempunyai value added khusus karena memiliki; anggaran, sumber daya manusia, dan sistem?

Kemudian seketika juga institusi besar yang ditinggalkan si individu tadi kembali berjalan biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa bahkan ada kecenderungan menurun? Mari kita simak persoalan ini dari kaca mata psikoanalisis.

Dalam terminologi Sapiens, ini adalah dorongan alamiah alam bawah sadar untuk merebut atau mempertahankan sumber daya. Kita tahu, toleransi bukanlah ciri khas Sapiens. Mereka tidak peduli apakah institusi yang mereka rebut dan pertahankan itu bisa berkembang atau tidak. Yang penting rebut dulu.

Untuk lingkungan institusi yang kultur penempatannya bukan berdasarkan kompetensi, memang agak sulit menemukan individu tempatan tadi menghasilkan value added. Karena rata-rata mereka bekerja berbasis formalitas program, bukan tujuan agar institusi itu berkembang.

Seperti halnya doktrin teologis, ini memang bukan perkara mudah. Perlu waktu cukup lama untuk mengikis kebiasaan bekerja yang berbasis formalitas program tadi. Disamping keterbatasan menggali sumber pengetahuan dan sulitnya penerimaan terhadap kinerja orang lain, kompetisi perebutan sumber daya materialis yang menjadi ciri khas Sapiens juga memerlukan waktu evolusi yang panjang untuk bisa diubah.

Padahal, materialisme bukanlah menumpuk harta dan jabatan, ia adalah cara pandang kita terhadap sebuah persoalan berbasis fakta dan data. Dengan kata lain, bahwa semua fakta dan data tersebut secara konkrit bisa kita buktikan melalui prosedur ilmiah. Persoalannya, seberapa banyak individu tadi menggunakan prosedur ilmiah?

Materialisme dalam hal ini kata Tan Malaka, bukanlah penghambaan terhadap harta benda. Melainkan pijakan kita terhadap materi yang bersifat nyata, bukan fiksi bersumber dari alam bawah sadar. Karena cara berpikir dengan menggunakan metode materialisme inilah yang membantu kita membuat inovasi lalu memecahkan banyak persoalan. Termasuk memecahkan persoalan ketika suatu institusi mengalami stagnasi dalam perkembangannya.

Tujuannya? Agar tidak lagi bekerja sekedar berbasis formalitas program. Karena sejarah tercipta bukan oleh pikiran manusia, tapi dari cara bagaimana ia bekerja. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun