Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Siklus Kehidupan: Kemusnahan dan Kesombongan Homo Sapiens

3 Mei 2022   13:28 Diperbarui: 11 Mei 2022   15:26 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gopekli Tepe-kaskus.co. id

Di sebuah reruntuhan bawah tanah di Turki, di tahun 1995 para arkeolog menemukan reruntuhan kuil yang diberi nama Gobekli Tepe. Pilar kuil tersebut terbuat dari batu dengan berat 7 ton dan tinggi 5 meter. Lalu ada pilar pahatan batu dengan lukisan seberat 50 ton dengan struktur yang lebarnya 30 meter.

Struktur ini diperkirakan berusia 9500 tahun sebelum masehi. Dibangun oleh pemburu dan penjelajah kuno dengan menghabiskan ribuan pekerja dan waktu yang sangat panjang. Apa yang menyatukan ribuan orang saat itu hingga bisa bekerjasama dengan baik? Hanya 1 hal; agama dan ideologi.

Pertanyaan aneh kedua. Kenapa setiap artefak dan temuan arkeologi kota di masa lalu selalu berada puluhan meter di bawah tanah? Apakah kehidupan ini musnah, kemudian hidup lagi dengan generasi baru untuk periode tertentu? Apakah kita ini nanti akan seperti itu?

Pertanyaan di atas sebenarnya adalah pintu masuk yang bisa kita dalami dengan menggunakan logika sanitifik. Ketika suatu reruntuhan berada jauh di bawah tanah. Artinya ada kejadian bencana atau proses evolusi alam yang membuat bangunan tersebut tertimbun jauh di bawah tanah. Bisa letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, atau jatuhnya asteroid besar.

Garis besarnya, temuan tersebut adalah kejadian cukup dahsyat dan tentu saja mengakibatkan kepunahan organisme hidup. Apakah itu secara menyeluruh atau sebagian pada lokasi di sekitar itu. Karena sesuai bukti arkeologi, jika mengingat kepunahan dinosaurus jutaan tahun lalu yany bentuknya sangat besar saja bisa terjadi, apalagi manusia.

Namun dari temuan reruntuhan di Turki tersebut satu hal yang perlu di catat bahwa pada masa 9500 tahun itu baru saja terjadi perpindahan tradisi homo Sapiens dari berburu dan pengumpul menjadi tradisi bercocok tanam dan menetap. Hal ini di dukung oleh temuan lain, bahwa ketika pembangunan kuil ini dilaksanakan oleh ribuan pekerja disekitarnya terlihat bekas-bekas lahan pertanian sebagai penunjang kehidupan pekerja tersebut.

Hal yang menarik dari itu adalah periode kehidupan yang silih berganti, datang dan pergi. Jika mengingat usia bumi yang sudah sangat panjang di 4,5 miliar tahun, lalu rentang usia manusia yang rata-rata produktif di 60 tahun. Ini menandakan jika proses kehidupan, kemusnahan, lalu kehidupan kembali memang telah terjadi beberapa kali dalam siklus-siklus tertentu.

Dan kita, hanyalah setitik organisme hidup tidak signifikan yang hanya kebetulan menjadi bagian dari proses siklus alam tadi. Tentu tak perlu bersombong diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun