Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoikisme dan Penipuan Sejarah di Era Digital

3 Mei 2022   10:17 Diperbarui: 3 Mei 2022   10:23 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber pengetahuan paling objektif itu adalah bacaan. Semakin banyak bacaan, dapat dipastikan seseorang akan menguasai banyak informasi yang valid. Itulah kenapa saya meyakini jika kecerdasan sarjana masa kini secara kuantitas jauh lebih baik jika dibandingkan dengan sarjana masa lalu.

Kenapa berbeda? Karena luas, mudah, dan cepatnya menemukan informasi pada zaman internet saat ini. Semua terhampar di depan mata. Banyaknya informasi yang masuk dan kita baca, tentu memungkinkan kita tidak hanya mendapatkan informasi yang linier kepada satu bidang kajian. Namun kepada semua bidang. Dengan banyaknya kajian dan informasi, kita bisa membuat perbandingan untuk saling melengkapi.

Bisakah Anda bayangkan betapa sulitnya para sarjana, ulama, dan cendikia-cendikia masa lalu? Untuk mendapatkan beberapa pengetahuan, mereka sendiri harus mendatangi tempat yang jauh, dengan medan dan waktu yang tentu tidak mudah. Itupun terkadang tidak bisa langsung mendapatkan hardcopy mentahnya, tapi harus berguru dahulu beberapa waktu.

Inilah yang menjadi penyebab kenapa setiap teoritis, intelektualis, filosofis, ulama, mufasir, dan ahli hadits masa lalu itu jika kita baca biografinya, dipastikan pemikirannya dipengaruhi oleh teoritis lain. Secara langsung atau tidak langsung, biasanya karena keterkaitan berguru.

Tapi jika bicara aspek kualitas, Harari menyangsikannya. Penggalian pengetahuan di masa lalu tidak dikejar atau diburu oleh waktu. Artinya ilmuwan masa lalu lebih santai karena terbatasnya informasi dan prasarana saat itu. Padahal, untuk menulis saja mereka harus mencelupkan batang penanya berulangkali ke larutan tinta, menyalakan lentera dimalam hari dengan penerangan terbatas. Tapi karya-karya mereka mampu mengubah peradaban.

Maju pada beberapa abad berikutnya, untuk mengirimkan surat sebelum era internet, tiap orang saat ingin menulis harus susah payah mengumpulkan kertas, pulpen, memikirkan isinya agar tidak salah, mencari amplop, perangko, lalu mengantarnya ke kotak pos. Surat tersebut bisa saja berminggu-minggu baru sampai. Si penerima ketika menerima dengan santai membacanya dan tidak tergesa-gesa untuk membalasnya.

Sangat berbeda dengan saat ini, untuk memberi informasi menuju setengah arah putaran bumi tidak sampai 1 menit menghabiskan waktu, sipenerima sudah mendapatkannya. Parahnya, kita seolah punya kewajiban untuk segera membalasnya. Sedangkan jumlahnya bisa puluhan. Itu dikalikan dalam beberapa akun platform yang kita miliki. Satu platform bisa berisi puluhan bahkan ratusan informasi.

Artinya kemudahan yang diciptakan dunia digital saat ini menurut Harari adalah penipuan sejarah yang sebenarnya justru menjebak dan memperbudak kita. Kita dimudahkan oleh beberapa alat, tapi ketika selesai dengan satu alat, kita tergesa-gesa lagi melakukan hal lain, karena ditunggu juga untuk menyelesaikannya. Jadi apa yang lebih mudah jika kita serba tergesa-gesa?

Perlawanan seperti ini pernah dilakukan oleh beberapa Sapiens pada masa lalu. Ketika perpindahan dari budaya pemburu dan pengumpul ke budaya pertanian. 

Banyak Sapiens lain yang menolak dan memilih untuk terus hidup nomaden berpindah-pindah dengan tetap menjadi pemburu dan pengumpul. Justru dari kelompok inilah penyebaran spesies kita berhasil menempati daerah-daerah baru lalu menebar populasi. Dari kelompok pemburu dan pengumpul ini, lahir keturunan-keturunan Sapiens bermental tangguh.

Namun apa yang terjadi? Revolusi agrikultur tidak memerlukan banyak orang. Ia tetap berjalan. Persis ketika saat ini jika Anda mencoba menjauhi gadget atau internet, kelompok lain akan tetap menggunakannya. Artinya tanpa Anda, revolusi teknologi informasi akan tetap terus berjalan.

Jika Anda percaya hidup ini adalah rentetan siklus, menghadapi fenomena perubahan-perubahan seperti ini memang memerlukan sebuah filosofi hidup yang tepat. Artinya secara kuantitas kita bisa mendapatkan informasi yang lengkap, namun juga tetap berkualitas. Dengan kata lain, kita akan mampu menyempurnakan kekurangan pada cendikia-cendikia masa lalu.

Ilmuwan masa lalu yang kita anggap berkualitas karena tidak tergesa-gesa, pandangan tersebut sebenarnya kurang tepat. Cendikia masa lalu itu sebagian justru mengorbankan hidupnya dalam kepahitan demi mempertahankan idealismenya. Dikucilkan, dipenjara, bahkan dieksekusi oleh penguasa.

Tetapi, karena rata-rata mereka menganut filsafat stoicism, yang berfokus kepada ketenangan, rasionalitas, dan hanya berpegang pada apa yang bisa mereka kendalikan, lalu melepaskannya jika tak bisa. Pahit menurut kita itu persepsi. Bagi mereka, itulah kebahagiaan sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun