Tapi justru terjebak dalam lingkaran teks dengan cara menaikkan celana ke atas mata kaki, memanjangkan jenggot, mengeksklusifkan diri dalam teologi kebenaran tunggal, menajamkan diskursus yang selalu saja bersifat khilafiyah antar sesama muslim, lalu melambungkan semua gerakan tersebut atas nama hijrah atau jihad di jalan Allah.
Pertanyaannya, apakah bisa kita berharap kemajuan Islam datang dari situ?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!