Dari data United Nations, 2017, ada 7 variabel penyebab bumi sudah hampir tidak mampu menopang kehidupan di atasnya. Di mulai dari populasi manusia yang tidak terkendali, karbon dioksida atau pencemaran udara, hutan tropis yang menghilang, konsumsi pupuk yang berlebihan, kekurangan cadangan air baku, penangkapan ikan yang masif, dan pertumbuhan transportasi.
Tujuh variabel di atas dipicu oleh faktor utama karena  populasi manusia yang sudah terlalu banyak. Sehingga menjadikan masifnya kebutuhan 6 variabel setelahnya. Dan tentu saja, berdampak kepada ketersediaan makanan sebagai daya dukung kehidupan. Manusia mengkonsumsi dan mencemari sumber daya alam untuk menopang kehidupannya.
Thomas Malthus, filsuf abad ke 18, atau 200 tahun yang lalu sudah memprediksi. Percepatan populasi sudah jauh di atas kekuatan Bumi untuk memproduksi penghidupan bagi manusia, sehingga kematian prematur dalam satu bentuk atau bentuk lain mendatangi umat manusia. Salah satu dampak adalah munculnya virus atau wabah.
Dikutip dari Life's Little Mysteries, banyak ilmuwan yang memperkirakan bahwa Bumi hanya mampu menampung manusia hingga 9 sampai 10 miliar jiwa. Salah satunya adalah Edward Wilson, sociobiologist dari Harvard University. Ia menyimpulkan itu berdasarkan kalkulasi terhadap sumber daya yang dimiliki Bumi.
Angka 9-10 miliar populasi tersebut diperkirakan akan terjadi pada 2040-an. Karena saat ini populasi penduduk Bumi adalah 7,7 miliar. Maka angka 9 miliar itu sudah hampir kita dekati. Hanya saja, siklus populasi manusia sejak beberapa tahun selalu mengalami perubahan naik turun.Â
Artinya pada siklus tertentu melambat, dan pada siklus tertentu bisa meningkat tajam. Peningkatan paling masif terjadi pada negara-negara berkembang. Di beberapa kasus, semakin maju pola pikir penduduk pada suatu negara maka keinginan untuk memiliki anak atau memperbanyak jumlah anak itu dorongnnya akan semakin berkurang.
Persoalan sebenarnya bukan pada angka kapasitas maksimum yang akan dicapai pada tahun 2040 tersebut. Melainkan pada angka 7,7 miliar saat ini, Bumi sudah mulai memberikan tanda-tanda lampu kuning karena beratnya beban yang ditanggung untuk keberlangsungan kehidupan. Tanda-tanda itu dimulai dengan cuaca ekstrem, bencana alam, perubahan iklim, pergeseran lempeng Bumi, dan mencairnya gunung-gunung es di Antartika dan Greenland.
Ibrakhim AlHusseini, pendiri dan CEO FullCycle, perusahaan investasi yang fokus menangani krisis iklim mengatakan para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan kita, tetapi juga kesehatan dengan meningkatnya penyakit menular.
Pada 2015, para peneliti mengidentifikasi 28 kelompok virus yang ditemukan dalam gletser yang mencair. Gletser ini mencair karena naiknya suhu bumi akibat perubahan iklim. Patogen berbahaya dari gletser yang mencair ini bisa saja mengalir ke sungai dan saluran air dan menjadi ancaman nyata bagi sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak memiliki ketahanan alami terhadap penyakit ini.
Covid-19 muncul diyakini sebagai salah satu dampak dari perubahan dan kerusakan alam karena melemahnya daya dukung Bumi yang sudah tidak kuat menopang. Ringkasnya virus ini muncul disebabkan ulah manusia sendiri. Dan ketika alam menyeleksi atau mengurangi penduduk Bumi melalui wabah seperti ini kita tidak perlu berkecil hati.
Seperti sejarah awal manusia, tentu yang kuat akan bertahan, yang lemah akan tumbang. Karena dibanding homo-homo lain yang punah sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu, kita memiliki keunggulan bertahan itu. Hanya berlakunya untuk sebagian Sapiens saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H