Logika Tuhan (bisa juga disebut "logika langit") adalah nalar atau rasio yang bersumber dari Tuhan dan memiliki prinsip dan sistem tersendiri di mana otoritas sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Logika Tuhan bersifat tunggal, absolut, dan otoritatif; sehingga tidak mungkin keliru, lemah, dan kalah. Â
Logika Tuhan berfungsi untuk menunjukkan keluasan ciptaan Tuhan yang jauh melampaui logika manusia. Atau bisa juga disebut, bahwa logika Tuhan itu lebih luas daripada logika manusia. Di dalam firman Allah SWT disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi jauh lebih besar daripada penciptaan manusia: "Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Al-Mu'min/Ghafir [40]: 57).
Ayat di atas menegaskan bahwa Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya memuat banyak peristiwa penciptaan yang sangat luas dan hampir tidak berbatas sehingga hampir mustahil bisa dijamah secara keseluruhan oleh nalar atau logika manusia yang sangat bergantung dan berbatas.
Sementara logika manusia adalah nalar yang diturunkan Tuhan ke muka bumi di mana manusia lah yang bertugas menakar, menafsir, dan memahami setiap peristiwa dan fenomena yang terjadi di muka bumi. Logika bumi berada sepenuhnya pada manusia, sehingga bisa juga disebut "logika manusia" karena otoritas interpretasi ada di tangan manusia.
Layaknya hubungan antara Tuhan dan manusia, logika manusia harus tunduk dan patuh pada logika Tuhan. Untuk memperoleh pemahaman yang benar dalam upaya menggapai logika Tuhan, logika manusia harus mampu menyelami kebesaran Tuhan dengan cara melejitkan metode dzikr (mengingat Tuhan). Selain melejitkan metode dzikr, logika manusia juga harus mampu menyelami kebesaran ciptaan Tuhan dengan cara melejitkan metode fikr (pikir). Kedua metode ini harus dijalankan secara proporsional dan berimbang agar bisa menghasilkan satu pemahaman yang lebih baik dan komprehensif.
Dalam fenomena dan kejadian sehari-hari, kita bisa membuat analogi terkait kedua logika itu. Misalnya jika kita melihat bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, maka itu terjadi karena memang watak alamiahnya seperti itu. Namun manusia bisa merekayasa dengan membalik logika bumi atau watak alamiahnya dengan menggunakan jet pump atau pompa air, di mana air bisa mengalir dari bawah atau dataran rendah ke dataran yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga berlaku pada api yang watak alamiahnya panas dan membakar. Misalnya dalam QS. Al-Anbiya  [21]: 69 disebutkan: "Kami (Tuhan) berfirman: "Wahai api, menjadi dingin dan sejuklah kamu demi Ibrahim...!". Ayat ini memuat maksud bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa mencabut watak alamiah api yang panas dan membakar, menjadi dingin dan sejuk layaknya air. Berdasarkan analogi sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hal-hal yang bersifat khusus, logika manusia (atau logika bumi) itu bisa diganti dengan logika Tuhan (atau logika langit) sehingga bisa mengubah watak alamiah api yang bersifat panas dan membakar tersebut.
Analogi mengenai air dan api mencerminkan bahwa ada aspek-aspek tertentu, ciptaan Tuhan dapat mengalami perubahan melalui intervensi atau kehendak-Nya. Logika Tuhan memiliki kemampuan untuk mengatasi atau mengubah watak alamiah suatu fenomena. Ini menegaskan bahwa logika manusia memiliki suatu keterbatasan dalam memahami sebuah fenomena dan realitas kehidupan. Â
Penting untuk diingat bahwa konsep logika Tuhan tidak bermaksud untuk mengabaikan dan/atau membatasi akal dan nalar manusia. Sebaliknya, logika Tuhan dihadirkan sebagai perspektif yang lebih luas untuk membantu manusia memahami kompleksitas dan kebesaran ciptaan-Nya. Dalam konteks agama dan spiritualitas, mengamati alam dan peristiwa alamiah dianggap sebagai cara untuk mendekati pemahaman terhadap kebijaksanaan dan rencana Ilahi.
Dengan menjalankan metode dzikr (mengingat Tuhan) dan fikr (pikir), manusia diharapkan dapat menyelami kebesaran Tuhan dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam terkait dengan maksud dan tujuan hidup. Metode dzikr membantu manusia tetap terhubung dengan asal-usul mereka dan merenungkan keagungan penciptaan. Sementara metode fikr memungkinkan mereka untuk merenungkan dan memahami makna di balik fenomena yang ada.
Lebih lanjut, kolaborasi antara logika Tuhan dan logika manusia menciptakan kerangka kerja yang seimbang dan proporsional. Ini menyoroti pentingnya menjaga harmoni antara dimensi spiritual dan intelektual dalam mencari pemahaman mendalam tentang realitas. Melalui kombinasi dzikr dan fikr, manusia diharapkan dapat mengembangkan pandangan yang holistik dan mendalam terkait dengan kehidupan dan eksistensi mereka.
Dengan demikian, melalui penelusuran logika Tuhan dan pemahaman yang diperoleh melalui metode dzikr dan fikr, manusia diharapkan dapat mencapai keselarasan dengan rencana ilahi dan menyelami makna yang lebih dalam di balik setiap aspek kehidupan.Â
Dalam perjalanan pencarian pemahaman terhadap logika Tuhan, manusia juga diajak untuk merenung atas keajaiban alam semesta dan tanda-tanda penciptaan yang tersebar di sekitar mereka. Ayat-ayat suci dan fenomena alam menyiratkan bahwa logika Tuhan tidak selalu harus sejalan dengan logika manusia. Keberadaan makhluk-makhluk yang begitu kompleks dan serba-misterius di dalam ciptaan-Nya, menunjukkan kedalaman dan kehebatan logika Tuhan yang tidak selalu dapat dicerna oleh logika manusia yang terbatas.
Dalam menyelami logika Tuhan, manusia dihadapkan pada tantangan untuk melepaskan diri dari kungkungan logika bumi yang bersifat terbatas dan terikat pada pengalaman empiris. Logika Tuhan seringkali memerlukan pemahaman yang lebih dalam dan ruang pandang yang lebih luas. Oleh karena itu, upaya untuk memahami logika Tuhan memerlukan kerendahan hati dan keterbukaan pikiran agar manusia dapat menerima kebenaran yang mungkin bertentangan dengan logika manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia dihadapkan pada pilihan antara mengikuti logika bumi atau mematuhi logika Tuhan. Ketika logika bumi menuntut untuk membalas dendam, logika Tuhan mungkin menyerukan untuk memberi maaf. Ketika logika bumi menekankan individualisme, logika Tuhan mungkin menekankan kerjasama dan keadilan sosial.
Pentingnya menyeimbangkan logika Tuhan dan logika manusia menunjukkan bahwa manusia tidak hanya dituntut untuk berpikir rasional, tetapi juga untuk meresapi nilai-nilai spiritual dan moral yang bersumber dari logika Tuhan. Dalam hal ini, pengembangan spiritualitas dan kearifan dalam menjalani kehidupan menjadi suatu keharusan agar manusia dapat menjalankan perannya dengan bijak dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Memahami kedua logika tersebut (logika langit dan logika bumi) dalam konteks kehidupan sehari-hari menjadi penting dan berharga; setidaknya karena beberapa hal berikut: pertama, memahami kadar dan kapasitas nalar manusia bekerja; kedua, memaksimalkan daya nalar bumi untuk memahami nalar langit; dan ketiga, menemukan sinergi harmonis di antara kedua nalar tersebut.
Menyelami logika Tuhan membutuhkan keikhlasan dan keterbukaan hati agar mampu menggali hikmah dan kebijaksanaan dari penciptaan-Nya. Dengan logikanya, manusia dapat hidup selaras dalam membangun dunia atas dasar kasih sayang, kedamaian, dan keadilan. Di sinilah, puncak sinergi dan harmoni kedua logika (Tuhan dan manusia) akan tercapai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H