Mohon tunggu...
Dr Halid MAg
Dr Halid MAg Mohon Tunggu... Dosen - Dr. Halid, M.Ag. adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.

Dr. Halid, M.Ag. (Halid Alkaf) adalah dosen tetap Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta (sejak tahun 2000 - sekarang); juga menjadi penulis, peneliti, dan editor. Sejak 2006 hingga sekarang menjadi adviser dan Content QC di PT Merak Multimedia dan PT Falcon Publishing.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

The New Normal dan Mengantisipasi The Second Wave di Indonesia

28 Mei 2020   00:05 Diperbarui: 28 Mei 2020   00:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Dr. Halid. M.Ag. (Dosen FAH UIN Jakarta). 

Dalam beberapa pemberitaan disebutkan bahwa ada beberapa pandemi yang pernah menyerang penduduk dunia, jauh sebelum Covid-19 saat ini. Di antaranya: 1) Cacar (10.000 SM -- 1979); 2) Campak (Abad ke-7 SM -- 1963); 3) Black Death atau Kematian Hitam (1340 - 1771); 4) Flu Spanyol (1918-1920); 5) HIV/AIDS (1981 - sekarang); dan lainnya (lihat: kompas.com; nationalgeographic.grid.id; dan beberapa sumber lainnya).

Di antara beragam pendemi itu, mungkin kita bisa mengambil kasus pandemi "Flu Spanyol" (1918 - 1920) untuk data banding dengan Covid-19. Dalam berbagai lansiran berita, Flu Spanyol sempat menewaskan sekitar 50 juta penduduk dunia; juga menewaskan Penduduk Indonesia sekitar 1.5 juta jiwa (lihat: farmasetika.com). 

Tragisnya, serangan tertinggi yang mematikan itu justru terjadi pada the second wave (gelombang kedua); di saat masyarakat sudah jenuh dengan lockdown (karantina), pembatasan massif (PSBB), dan sejenisnya. Mereka merasa yakin bahwa pendemi flu tersebut sudah mereda dan bahkan hilang. Akibatnya, serangan gelombang kedua itulah yang menjadi senjata pemungkas pembunuh puluhan juta umat manusia. 

Masyarakat Indonesia harus belajar dari kasus Flu Spanyol tersebut. Adanya upaya pemerintah untuk membangun the new normal yang sedang gencar disosialisakan saat ini, harus disikapi lebih hati-hati dan dicermati lebih komprehensif. 

Setidaknya ada beberapa alasan dan fakta di lapangan yang memperkuat asumsi tersebut. Di antaranya adalah bahwa saat ini, Indonesia masih berada di kurva merah (menanjak) di mana dalam hitungan hari ada ratusan kasus orang Indonesia yang terpapar Covid-19. 

Misalnya data dari situs resmi Covid-19 milik pemerintah (covid19.go.id) dilansir bahwa pada 08 April 2020 masih tercatat 2.738 kasus terpapar Corona dengan kematian mencapai 221 orang. 

Kemudian pada 17 Mei melonjak menjadi 17.514 kasus positif dengan kematian mencapai 1.148 orang. Pada 27 Mei 2020, kasusnya melonjak lagi menjadi 23.851 kasus positif dengan kematian mencapai 1.473 orang. 

Memang jika dilihat dari jumlah orang yang meinggal akibat Covid-19, Indonesia berhasil menekan cukup baik sehingga prosentasenya menurun dibanding pada bulan sebelumnya. Namun kasus positif terus menanjak di mana ratusan orang terpapar dalam hitungan hari. Ini artinya bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia masih sangat rentan, dan--karena alasan inilah--maka Indonesia harus lebih waspada ke depan.  

Selain itu, harus diakui--suka atau tidak suka--bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih "bandel" dan "apatis" terhadap berbagai regulasi dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah terkait sebaran Covid-19. Hal ini terlihat dari masih banyaknya orang-orang yang kongkow-kongkow dan nongkrong di sepanjang jalan dan gang atau di berbagai kerumunan (khususnya anak-anak remaja). 

Sepanjang awal Ramadhan hingga jelang Hari Raya Idul Fitri 1441 H kemarin, ratusan kendaraan dipaksa putar balik yang masih ingin melakukan perjalan mudik alias pulang kampung. Belum lagi kasus-kasus lainnya yang memperkuat citra "kebandelan" tersebut, seperti: pembagian sembako, kerumunan jual-beli di pasar-pasar tradisional, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun