Seorang Ustadz harus menjadi sosok yang suci dan anti dosa ... ...
Seorang Ustadz bukan tidak boleh kaya, tetapi yang penting bagaimana dia mendapatkan kekayaan itu dan bagaimana dia memanfaatkan kekayaannya tersebut. Kekayaan untuk modal berdakwah dan beramal. Karena untuk mendapatkan Sorga dan akhirat harus mempunyai modal terlebih dahulu. Masuk sorga tidak gratis, Kawan... Beramal, bersedekah, beribadah ; shalat, puasa, zakat, haji, adalah rangkaian ibadah yang butuh harta kekayaan...
Seorang Ustadz tidaklah harus menjadi sosok yang eksklusif dan mengisolir diri dari pergaulan. Dengan catatan, dia bisa membawa lingkungan di sekelilingnya ke arah yang lebih baik, bisa memberi warna dengan nilai positif, serta memoles maksud dan tujuan berada di keramaian. Apakah hanya sekedar Having Fun atau ada upaya menanamkan ruh untuk mendekatkan diri, mencari kebaikan dan kebenaran... ...??
Seorang Ustadz sebagai sosok penebar kebaikan, mau tidak mau harus berinteraksi dengan siapapun termasuk lawan jenis. Asal pola interaksi ini berbeda dengan interaksi yang sering dilakukan oleh "orang lain". Dan pola interaksi ini diharapkan akan menjadi contoh bagi orang yang ada di sekelilingnya. Karena satu perbuatan baik, lebih bermanfaat dan mengena dibandingkan dengan sejuta kata yang mengandung kebaikan sekalipun. Atau sejuta kata kebaikan menjadi sia-sia ketika disaat yang bersamaan seorang Ustadz memberikan contoh yang tidak baik. Misal Seorang Ustadz mengajarkan kepada santrinya bagaimana berinteraksi yang baik dengan lawan jenis, tetapi disaat yang bersamaan seorang Ustadz tidak memberikan contoh bagaimana interaski yang baik itu. Ambigu dan dualsime. Istilahnya Kaburo Maqtan. Apakah layak jika seorang Ustadz duduk berduaan dengan tidak ada alasan yang dibenarkan? Apakah layak seorang Ustadz jalan dengan bergandengan tangan di tempat umum? Atau layakkan seorang Ustadz melakukan kebohongan-kebohongan, kondisi di luar dan di dalam sangatlah berbeda... atau melarang sesuatu dari apa yang dia lakukan? Ketika "orang lain" melakukan hal yang sama, maka sebuah "kewajaran" secara mereka awam terhadap ilmu agama, tetapi seorang Ustadz? Yang setiap saat sudah kenyang dengan teori-teori kebaikan... Hanya masalah aplikasi saja. Memang, kita tidak usah munafik yang mengatakan benci maksiat padahal menyukainya. Tapi bukan berarti itu menjadi legitimasi untuk berbuat vulgar. Lebih baik, Bagus Luar ya Bagus dalam. Sepakat ?
Seorang Ustadz bukan tidak boleh terkenal, yang terpenting dengan popularitasnya itu bisa membawa sisi positif sebagai publik figur yang bisa dicontoh. Dengan popularitas itu, dia bisa menyebarkan kebaikan tanpa harus berkata-kata, sehingga jika itu sudah bisa dipraktekkan, maka tidak ada lagi istilah Ustadz selebritis... :-)
Dan Seorang Usatdz bukan tidak boleh berpolitik, karena dengan berpolitik akan banyak hal yang bisa diberikan, terkait kebijakan publik... Tentunya juga bisa menunjukkan bahwa masih ada Pejabat-pejabat atau politisi-politisi yang bisa diharapkan yang masih mempunyai hati nurani, demi kemasalahatan Umat.
Sekali Seorang Ustadz bersikap Negatif, maka institusi di belakangnya akan dihujat habis-habisan, lembaga, jabatan, bahkan agama pun bisa kena dampaknya. Jadi, sebelum memasuki dunia ustadz, kuatkan hati, luruskan nat, bulatkan tekad agar dalam perjalannya diberi keistiqamahan, sehingga tidak ada kata putus di jalan. Sehingga gelar Ustadz tidak berubah menjadi Mantan Ustadz....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H