Mohon tunggu...
Halama Haris
Halama Haris Mohon Tunggu... Illustrator-komikus -

Lelaki kecil dari gumi paer, Lombok. Merantau ke Yogyakarta sejak tahun 2006 sampai sekarang. Mulai menyelami dunia seni dan literasi sejak tahun 2004. Sekarang berkarya sebagai illustrator di kota gudeg sembari terus menulis dan membaca arti hidup. Ikut menyoroti industri kreatif Indonesia dan terlibat di dalamnya. Tulisan, pikiran, dan beberapa karya dituliskan di blog pribadinya : www.halamaharis.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Si Ibu dan Keluarganya

14 Februari 2016   20:02 Diperbarui: 14 Februari 2016   20:17 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pagi kemarin masih bahagia bu…?
Kau bangun di hulu subuh untuk mengebul di dapur sakralmu
Tempatmu menanak butir kesabaran sampai lebih matang dari usiamu
Senyummu, senyum kesadaran di tepi penggorengan
Kesadaran yang dalam mencekik kebutuhan perut hari ini…
Esok pagi…
Esoknya lagi…

Pagi kemarin masih bahagia bu…?

Lelakimu masih mendengkur di atas kasur,
Pulang di pangkal pagi bersama sekantung duit yang tabu kau sentuh
Duit haram yang esok bertambah haram tergantung peruntungan lelakimu

Sekarang, dia masih tidur bu, tak akan makan nasi tempe buatanmu
Mungkin lelakimu kenyang bu, sudah makan pahit manis kekalahan
Dengan sedikit asam-garam kemenangan.

Nanti kalau dia terjaga,
dia akan lari ke warung,
lupa kalau dia punya dapur…

Lupakan bu, makan saja nasi tempenya.
Untuk tenagamu mencuci baju anak-anak borjuis di kampus hebat itu

Pagi kemarin masih bahagia bu…?

Sulung laki-lakimu juga masih tidur, setali tiga uang bapaknya!
semalam suntuk dia tertawa dan nyanyi-nyanyi di poskamling RT. 4
Sekali bersendawa, nafasnya sudah seperti comberan neraka
Kau bahkan terheran-heran bu makhluk itu keluar dari rahimmu
Minta uang seperti minta permen

Pagi kemarin masih bahagia bu…?

Anak keduamu, satu bulan tak ingat rumah orang tuanya.
Dia amnesia statusnya dalam akta keluarga.
Kau bilang dia bahagia dengan dandanan nan aduhai.
Keluar rumah menggoda anak-anak tetangga.
Dibawa bos preman pasar ke ibukota,
dijajakan murah-meriah pada lelaki tak berwajah

Pagi kemarin masih bahagia bu…?

Anak bungsumu masih SD kelas 2,
Masih bersih dari racun bapak dan kakaknya
Kau jaga bungsumu seperti itu satu-satunya kehormatanmu
Titipan yang kau syukuri dalam peluk batinmu yang menangis
Bungsumu sudah pandai berterima kasih pada Sang Rahiim
Dalam sujud subuh namamu di doanya…
Selalu…

Bu, bungsumu sudah fasyih mengucap salam …
Melenggak pergi ke sekolah dengan langkah manis tanpa beban
Beban kedewasaan dan penyesalan hidupmu
Bungsumu adalah cerah pagi esok hari bu.
Yang sering kau titipkan sambil berlinang kemalangan
Kau sulam bersama harap nasib malangmu akan hilang

Pagi kemarin masih bahagia bu …?
Benarkah bu…
Karena…

Bungsumu dilecehkan dan dinodai,
di sekolah…

Manusia macam apa di dunia macam apa kau hidup bu…

Pagi kemarin masih bahagia…

Bu…

?

Bahagia….

Oleh Halama Haris
Yogyakarta, 14 Feb-2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun