Mohon tunggu...
Hakimuddin Salim
Hakimuddin Salim Mohon Tunggu... -

PhD Candidate - Islamic Education Department - Islamic University of Madinah - www.hikmatia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Merendah dan Merasa Butuh kepada Allah

2 Januari 2016   02:49 Diperbarui: 2 Januari 2016   02:49 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelajaran berharga tentang iftiqaar dan tawakkal ini juga bisa kita dapatkan dari sejarah makar Abrohah dan tentara gajahnya untuk menghancurkan Ka’bah. Sebenarnya kabilah-kabilah Arab sudah berupaya membendung laju raja yang bergelar Dzu Nafar itu, namun semua terkalahkan. Hingga akhirnya Abrahah memanggil orang paling terhormat dari Quraisy yang mendapatkan amanah turun menurun untuk menjaga Ka’bah, yaitu Abdul Muthalib, kakek Rasulullah ’alaihis sholatu wassalam.

Abrohah terheran saat bertemu dengan Abdul Muthollib. Bukan soal penghancuran Ka’bah yang dibicarakan, Abdul Muthalib malah menuntut pengembalian 200 ekor unta yang dirampas tentaranya. Benar-benar hina dianggapnya. Abdul Muthalib pun menjawab keheranan Abrohah tersebut dengan mengatakan, “Aku adalah pemilik unta-unta itu, sedangkan Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan menjaganya”.

Sebagaimana dinukil Ibnu Hisyam, setelah itu Abdul Muthalib dan orang-orang Quraisy berdoa di depan pintu Ka’bah, lalu sembunyi di atas gunung. Hingga Allah mengirimkan burung Ababil,Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabbmu bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Ia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Ia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar. Lalu Ia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat” (QS. Al-Fiil: 1-5).

Seperti raja Abrahah, mungkin kita juga terheran dengan sikap “lemah” dan “menyerah” Abdul Muthalib. Seolah lepas tangan dan tidak bertanggungjawab. Namun sungguh, sikap iftiqaar dan tawakkal yang dimiliki Abdul Muthalib tersebut jauh lebih bernilai dan berharga di sisi Allah dari pada orang-orang yang berjibaku memperjuangkan dakwah, melawan kebatilan hingga berdarah-darah, namun lupa untuk merasa butuh kepada Allah.

 

:: Artikel ini ditulis untuk situs dakwah www.manhajuna.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun