Alloh juga memuji tadabbur Ahlul Kitab yang mau menerima kebenaran Islam,”Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui seraya berkata: wahai Rabb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi” (QS. Al-Maidah: 83).
Bahkan Alloh menyebutkan bahwa tadabbur dan ta’attsur seorang hamba terhadap Al-Qur`an merupakan tanda sempurnanya iman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Rabb mereka jualah mereka berserah” (QS. Al-Anfal: 3).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam Miftah Daaris Sa’adah menegaskan, “Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba, dalam kehidupan dunia dan akheratnya, selain membaca Al-Qur`an dengan penuh penghayatan dan memusatkan segenap pikiran untuk merenungi artinya”.
Sebaliknya, kecaman dan ancaman Alloh menanti orang-orang yang enggan memahami dan merenungi Al-Qur`an, “Maka apakah mereka tidak mau mentadabburi Al Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci?” (QS. Muhammad: 24).
Dalam surat Al-Baqarah ayat 78, Alloh mencela orang-orang terdahulu yang hanya tilawah saja tanpa mau tadabbur: “Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab, kecuali amaaniyya dan mereka hanya menduga-duga”. Imam Syaukani dalam tafsirnya menjelaskan, yang dimaksud dengan amaaniyya disini adalah sekedar menjadi bacaan tanpa upaya pemahaman dan penghayatan.
Juga dalam surat Al-Furqon ayat 30, dimana Rasulullah mengadukan perilaku sebagian umatnya: “Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang mahjur (tidak dipedulikan)”. Ibnul Qoyyim kembali menjelaskan bahwa salah satu bentuk dari hajrul Qur’an adalah dengan tidak berusaha memahami dan merenungi kandungannya.
Kita patut bersyukur melihat perkembangan umat dewasa ini terkait dengan Al-Qur`an. Bagaimana antusiasme masyarakat untuk belajar Al-Qur`an meningkat pesat. Dimulai dari marhalah attilawah (membaca), dengan banyaknya metode belajar membaca Al-Qur`an, maraknya gerakan bebas buta Al-Qur`an, atau ramainya komunitas gemar tilawah, seperti ODOJ (one day one juz).
Kemudian meningkat ke marhalah al-hifzh (menghafal), dengan banyak berdirinya Pesantren Tahfizhul Qur`an, menjamurnya jaringan rumah Al-Qur`an, atau meriahnya audisi Hafizh Cilik di berbagai stasiun televisi. Fenomena menggembirakan di tanah air ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu.
Namun demikian, bersamaan dengan rasa kesyukuran itu kita tidak boleh cepat berpuas diri. Umat harus segera dibawa melangkah pada marhalah ta’amul ma’al Qur`an (tahapan berinteraksi dengan Al-Qur`an) berikutnya, yaitu tadabbur. Untuk kemudian bisa teraih marhalah al-‘amal wadda’wah ilaih (tahapan pengamalan dan menyeru kepadanya). Itu semua harus dimulai dari diri kita sendiri, para pejuang da’wah. Minimal membiasakannya pada program dan agenda di internal barisan. Jika tidak, petunjuk macam apa yang ingin kita berikan kepada umat, kalau kita sendiri belum tertunjuki?
Alasan-alasan klasik, seperti tidak mampu berbahasa Arab, hanya akan mempertontonkan kekufuran kita atas nikmat akal dan kesempatan hidup puluhan tahun yang telah Alloh berikan. Lagian sudah tersedia terjemah Al-Qur`an dengan berbagai macamnya. Pun sudah banyak tafsir Al-Qur`an dalam bahasa Indonesia. Kemalasan dan kelalaian diri lah yang membuat kita belum juga beranjak, yang itu semakin memperlambat datangnya kemenangan.
Syekh Musthofa As-Siba’i, dalam kitabnya Hakadzaa ‘Allamatni Al-Hayah mengingatkan kita: “Sesungguhnya pengaruh yang dahsyat dari Al-Qur`an atas jiwa-jiwa orang beriman hanya bisa dengan merenungi maknanya, bukan sekedar menikmati keindahan lantunannya. Juga dengan tilawah orang-orang yang mengamalkannya, bukan sekedar dengan tajwid orang-orang yang mahir membacanya. Sungguh, orang-orang beriman terdahulu bisa mengguncangkan bumi saat jiwa mereka mampu terguncang oleh makna-makna Al-Qur`an. Mereka sukses membuka dunia, saat akal-akal mereka terbuka menerima hakikat Al-Qur`an. Mereka berhasil menguasai alam semesta saat perilaku dan keinginan mereka dikuasai oleh prinsip-prinsip Al-Qur`an. Dan begitulah sejarah kejayaan masa lalu itu akan terulang!”.