Mohon tunggu...
Hakimuddin Salim
Hakimuddin Salim Mohon Tunggu... -

PhD Candidate - Islamic Education Department - Islamic University of Madinah - www.hikmatia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sengguk Tangis Abu Bakar oleh Al-Qur’an

14 Desember 2015   23:51 Diperbarui: 15 Desember 2015   00:14 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu Abu Bakar membaca ayat, “Dan tidaklah Muhammad kecuali hanya seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Ali Imron: 144).

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengomentari apa yang terjadi di atas: “Demi Alloh, seolah orang-orang tidak tahu bahwa Alloh ta’ala pernah menurunkan ayat ini hingga Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang pada waktu itu menerimanya, lalu kami mendengar setiap orang melantukannya”.

Begitu melekatnya Al-Qur’an dalam hati, pikiran dan lisan Abu Bakar  juga terlihat saat ia sendiri menjelang wafat. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah kisah bagaimana ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bersyair sedih di sisi Abu Bakar saai ia sedang sakaratul maut: “Tidak dapat dipungkiri betapa tak bergunanya menghindari kematian, saat nyawa di kerongkongan dan dada mulai kesempitan ”.

Dengan terbata-bata Abu Bakar menjawab putrinya tercinta itu dengan mengatakan, “Bukan begitu wahai putriku, akan tetapi katakanlah:”Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya”(QS. Qaaf: 19). Lalu ia meminta ‘Aisyah agar nanti mengkafaninya dengan dua helai kain yang ia gunakan, karena menurutnya orang yang masih hidup lebih membutuhkan kain yang baru dari pada orang mati.

Itulah beberapa fragmen kehidupan Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bersama  Al-Qur’an, yang memberi pesan kepada kita bahwa sejatinya menjadi Ahlul Qur’an bukan sekedar soal kuantitas bacaan, merdunya lantunan, atau kuatnya hafalan. Namun lebih dari itu, penghayatan dan pemaknaan atas apa yang kita baca, juga sejauh mana Al-Qur’an mempengaruhi hati, jiwa, dan tingkah-laku kita, menjadi tolok ukur yang utama. Semoga kita manusia akhir zaman, mau dan mampu meneladani ta’alluq dan ta’attsur sahabat termulia itu dengan Al-Qur’an. Radhiyallahu ta’ala ‘anhu wa ‘anis shohabati ajma’aiin.

 

*Artikel ini ditulis untuk rubrik Jejak Salaf Bersama Al-Quran di www.ibnu-abbas.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun