"Di, Gw pulang dulu dlu ,Ya."
"Yaelah cepet-cepet bgt sih lu kaburnya. Udahlah nginep sini aja, udah malem mana ujan lagi." balas Aldi.
"Terus atep rumah gw gimana? Takut bocor lagi."
"Santai ae ngapa. Lagian juga Antasari mah macet jam segini." kata Aldi mencoba menahanku pulang.
Aku mencoba mengingat. Sepertinya Aldi pernah mengatakan sesuatu.
"Oiya, bukannya lu pernah bilang? Ada alternatif lewat bukit mana gitu."
"Bisa sih lewat Bukit Ciwaru, tapi..."
"Kenapa?"
"Angker, Dit. Mana rawan kecelakaan lagi."
"Hadehh, kayak ga tau gw aja lu, Di. Kagak percaya gw ama yang begituan."
"Yehhh, gw kasi tau aja ya. Mending lu nginep daripada pulang lewat situ." saran Aldi.
"Dah ah, gw mau pulang aja." jawabku.
Aku mulai berjalan menuju mobilku. Entah mengapa, aku rasa ucapan Aldi ada benarnya juga. Ditambah lagi, hujan turun semakin deras.
"Woy, Adit! Jangan lupa baca doa, sama jangan lupa, kalau udah mulai masuk area sekitaran Bukit Ciwaru, klakson tiga kali. Anggep aja 'permisi' ama yang nunggu"
"Iye-iye, santuy gw mah."
Perlahan, mobilku melaju meninggalkan rumah Aldi. Aku sudah menyetel radio dengan volume paling kencang untuk menemaniku pulang. Tak terasa, mobilku mulai menanjak, pertanda mulai memasuki daerah perbukitan. Tanpaku sadari, aku lupa membaca doa dan membunyikan klakson mobilku tiga kali.
"Ahh sudahlah, ga mungkin ada yang begituan." ujarku dalam hati.
Pepohonan karet dalam malam selarut ini sangatlah menakutkan. Jalanan yang sangat sepi dan hujan yang deras turut menambah rasa mencekam. Hujannya sangatlah deras, namun entah bagaimana, suhu mulai turun secara drastis. Aku mematikan AC mobilku. Walaupun sudah mematikan AC, tetap saja bulu kudukku merinding. Aku mulai merasakan hawa yang kurang enak. Tiba - tiba, ada seseorang menyebrang di depan mobilku. Sontak, aku menginjak rem.
"Aduduh...."
Sambil mencoba sadar kembali, aku melihat sosok kakek - kakek memakai topi petani. Mukanya tidak sepenuhnya terlihat, tetapi janggutnya agak panjang. Tangannya memegang semacam lentera yang sudah agak 'kuno'. Secara perlahan ia berjalan menuju ambang pintu mobilku. Sembari mengumpuli niat untuk marah, aku membuka jendela mobil. Entah ada angin apa, aku diam membeku.
"Nak..." ucap sang kakek lirih
"Hati - hati ya. Kamu lupa salam , Toh? Sebagai kepala desa disini, saya cuma bisa doakan kamu biar selamat sampai tujuan."
Setelah itu, Sang Kakek berjalan perlahan menuju hutan. Cahaya lenteranya perlahan menghilang. Kini aku sendiri, ditengah entah berantah Bukit Ciwaru. Rasa takut menggerogoti tubuh kekarku. Tanpa pikir panjang, Aku mencoba menelpon Aldi.
"WOY, TEMENIN GW DONG!"Â
"Heh, gw udah tau lu bakal nelepon gw. Â Kan udah gua bilangin-"
"Iya-iya, udah ceramahnya. Temenin gw pokoknya yaa..."
"Siap deh." jawab Aldi
Sepanjang jalan yang sepi ini, aku menjelaskan peristiwa yang baru saja aku alami tadi. Setidaknya, aku sudah merasa lebih tenang setelah menelpon Aldi. Saat sedang enaknya berbincang, aku melihat sekelebat bayangan di kaca spion.
"Adit? Dit, lu baik - baik aja kan?"
Saking terkejutnya, aku tidak mampu berkata-kata. Tubuhku seketika mengigil. Tanpa kusadari, aku menginjak gas terlalu kencang.
BREEKKKKK!!
"DIT?! ADIT?! LU KENAPA??!!"
"WOY?!!"
"GW OTW KESANA!! GW PANGGIL AMBULANS AMA POLISI!!!"
Aku mengalami kecelakaan. Anehnya, aku tidak tau apa yang kutabrak. Kulihat kaca depan mobilku pecah. Sepertinya, tubuhku terpental 5 meter kedepan. Rasanya seluruh tulangku remuk. kulihat darah bercucuran dari kepalaku. Aku kedinginan ditengah derasnya hujan. Seperti mau mati. Perlahan kesadaranku menghilang. Seiring mataku memejam, aku melihat sepasang kaki telanjang berdiri dihadapanku.
Aku terbangun, mendapati bahwa aku berada di ruangan putih. Seluruh tubuhku sakit dan kaku. Setelah beberapa saat, aku menyadari bahwa aku sedang berada di rumah sakit.Â
"DIT?! LO UDAH BANGUN?!"
"Ummm udah?"
"Alhamdulillah, gw kira elu mati" ucap Aldi sambil menyindir.
"Kok gw bisa ada di rumah sakit?"
"Seminggu yang lalu abis lo kecelakaan, gw langsung bawa ambulans ama polisi ke Bukit Ciwaru. Kita nemuin mobil lu ringsek parah. Anehnya, elu ada sekitar 1 kilo didalem hutan. Kita langsung cepet-cepet bawa lu ke rumah sakit. Lu koma udah semingguan ini."
"Lah, kok aneh?"
"Udah, yang penting elu sembuh dulu. Ortu lu lagi beli tuh makanan keluar."
"Gw udah cerita ke bokap nyokap lu. Mereka juga kebingungan. Btw kemaren ortu lu manggil tukang buat benerin atep rumah lu."
"Thanks ya bro."
"Iya-iya. Gw toilet dlu bentar ya."
Aku berusaha mengingat saat terakhir aku sadar. Aku ingat, aku melihat sepasang kaki dihadapanku. Semakin aku berusaha mengingat, semakin banyak aku lupa kejadian malam itu. Entah kenapa aku malah teringat mimpiku saat koma. Mereka berkata padaku.
"Tolong bawa kami kembali..."
"Tolong bawa kami kembali..."
"Tolong bawa kami kembali..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H