Sama-sama pernah nyantri di pondok pesantren (beliau di Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi, sedangkan saya di Pesantren Persatuan Islam (Persis) 99 Rancabango Garut) dan sama-sama berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Bedanya, beliau pernah kuliah di luar negeri (Universitas Al-Azhar, Kairo) sedangkan saya hanya kuliah di dalam negeri.
Dari perjalanan Prof. Rusydi kita dapat belajar bahwa kesungguhan belajar serta ketulusan dalam mengabdi dapat melahirkan repihan-repihan kebaikan yang kemudian akan menyatu, menggunung, lalu dikenang banyak orang.Â
Dari keksaksian orang-orang terdekat (dapat dibaca di "Lembaran Kesan") saya dan Anda sebagai pembaca pun akan menyimpulkan hal yang sama bahwa beliau pribadi yang bukan hanya memiliki ketinggian ilmu dan wawasan tapi juga memiliki kepribadian yang mulia (akhlaq al-karimah).Â
Senyumnya yang khas, diamnya yang emas, dan bicaranya yang berlian, dapat menjadi inspirasi dan motivasi untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, Prof. Rusydi secara tidak langsung telah melakukan da'wah bi al-hal (dakwah dengan sikap).
Â
Dengan membaca buku Bakti Tiada Henti ini, selain mendapatkan inspirasi perjalanan hidup beliau, Anda juga akan mendapatkan bonus berupa pemikiran-pemikiran beliau (pada bagian kedua).Â
Gebyar bonus "berhadiah" tersebut tentu tidak boleh dilewatkan, karena selain menjadi wawasan bagi para mahasiswa, dai dan mubalig, dan bahkan para dosen, dapat dijadikan sebagai referensi yang dapat dicantumkan di buku-buku yang akan dan sedang ditulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H