"Abah, Oman boleh ke sana?" Tanya Si Unik sambil menunjuk anak-anak yang sedang bergelantungan di pohon jambu.
"Boleh. Pergilah!" Jawabku.
Sembari menunggu fotokopian, saya melepas Oman untuk melihat anak-anak yang seusianya bergelantungan itu.
Dari bawah, dengan gayanya seperti bos (berkacak pinggang), Oman melihat mereka yang sedang bergaya itu. Kepala ke bawah, kaki ke atas.
Oman ini bisa dibilang berbeda denganku. Ia agak takut ketinggian. Lain halnya denganku saat aku masih kecil di Garut. Saya ini suka manjat pohon kelapa, pohon jambu, dll. Namun, saya paksa dia agar tumbuh keberaniannya. Sering saya bawa naik tangga, naik pohon, dan hal lainnya yang dapat menghilangkan rasa was-wasnya.
"Man, kamu itu anak laki-laki. Kamu harus berani. Jangan penakut." Kataku menyemangati.
Saat melihat Abang itu naik pohon jambu, awalnya ia mengamati. Lama-lama, akhirnya manjat juga.
Karakter anak itu harus dibangun sejak dini. Adapun soal prestasi nanti akan mengikut sendiri. Kita menyadari bahwa kehidupan nyata itu lebih keras dari sekadar teori yang disampaikan di kelas atau di bangku perguruan tinggi atau disampaikan dalam seminar-seminar motivasi.
Keberanian merupakan nyali yang mesti ditumbuhkan. Kepintaran bisa rontok jika tidak dibarengi dengan keberanian.
Saya pernah berjalan dengan seorang kepala sekolah beserta rombongan para guru di pusat perbelanjaan di Bandung. Â Karena ia baru pertama kalinya ke Bandung, maka saya pun ikut menjadi pemandu dadakan saat berbelanja.
Saat akan naik ke lantai dua, ada dua pilihan, naik atau naik tangga. Saya mengajaknya untuk bareng saya naik lift, tapi ia memilih naik dengan tangga biasa. Saya melihat wajahnya pucat saat melihat lift. Barangkali karena belum terbiasa atau pernah mendengar insiden orang yang terperangkap di lift karena mati lampu.