Kabupaten selayar memiliki taman nasional Takabonerate. Menurut Wikipedia, adalah lokasi karang atol terbesar ketiga di asia tenggara setelah kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa . Sebaran terumbu karangnya seluas 500 km2. Kawasan taman nasional ini terdiri daripuluhan pulau,yangberpenghuni maupun tidak.
Sebagai daerah tujuan wisata khususnyawisata bahari dan utamanya penyelaman, sangatlah potensial. Karena sepanjang tahun, penyelaman dapat dilakukan di daerah ini. Kala musim barat tiba, pantai timur menjadi pilihan dengan spot drop off/dinding yang menyajikan gerombolan dari berbagai jenis ikan. Demikian juga sebaliknya dikala musim timur, pantai sisi barat dengan slope lengkap dengan hamparan terumbu karang dan penghuninya.
Sejak tahun 2008 Pemerintah kabupaten Selayar gencar melakukan promosi daerah dengan menyelenggarakan Takabonerate Island Expedition (TIE) sebagai rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Selayar.
Pada tanggal 31 agustus – 3 september 2014 di Kepulauan Tinabo, Pemerintah Kabupaten Selayar melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Selayar kembali menyelenggarakan hajatan Takabonerate Islands Ekpedition VI. Perjalanan wisata bahari dengan menjelajah dive spot di kepulauan selayar maupun keanekaragaman budaya dan keindahan alam yang ada di daratan Kabupaten Kepulauan Selayar, serta sederet agenda acara festival ditawarkan.
Proses registrasi dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran yang kemudian dikirimkan kembali melalaui alamatsurat elektronik yang telah disediakan. Setelahnya, mendapatkankonfirmasi pendaftaran dari panitia TIE VI yang dilengkapi dengan dengan nomor registrasi Peserta.
[caption id="attachment_360803" align="aligncenter" width="585" caption="sebagian peserta"][/caption]
Akses menuju Kabupaten Kepulauan Selayar bisa ditempuh melalui dua alternatif : jalur darat ataujalur udara. Jalur darat, menggunakanbus penumpang umum atau kendaraan pribadi. Berangkat dari Makassar menuju Pelabuhan Bira di Kabupaten Bulukumba melewati Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng. Waktu tempuh kurang lebih 6 jam kemudian dilanjutkan dengan penyeberangan laut dengan kapal feri kurang lebih 2 jam menuju Pelabuhan Pamatata dan dilanjutkan 1 jam perjalanan darat menuju Kota Benteng Selayar. Untuk Jalur Udara dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar menggunakan pesawat menuju Bandara H. Aroeppala di Selayar dengan waktu tempuh selama kurang lebih 45 menit.
[caption id="attachment_360801" align="aligncenter" width="585" caption="Dermaga Tinabo"]
Peserta ekspedisi dibagi menjadi 2 kelompok: Land Tour (jelajah pulau) dan Underwater Exhibition(selam).
Peserta Land Tour melakukan perjalanan ke beberapa pulau yang berada dalam kawasan Taman Nasional Takabonerate. Mereka disambut dengan atraksi budaya serta berbagai macam lomba oleh masyarakat penghuni pulau dengan melibatkan peserta tur. Penanaman pohon, pelepasan tukik dan transplantasi karang adalah kegiatan lain yang melibatkan peserta land tour. Untuk peserta yang ingin mencicipi petualangan bawah laut diberi kesempatan melakukan snorkeling.
PesertaUnderwater Exhibition melakukan 4 kali penyelamandi spot yang berbeda.
Taka Gantanrang , adalah spotpertama. Untuk menuju spot ini diperlukan waktu sekitar 1 jam dari dermaga Tinabo menggunakan kapal kayu berkapasitas 10 – 15 orang. Hamparan karang meja dan ikan ikan kecil serta pasir putih layaknya sebuah aquarium menjadi pemandangan. Dengan kondisi ombak yang kurang bersahabat, beberapa penyelam menumpahkan isi sarapan pagi. Bahkan ada yang tidak sempat menjajal spot ini dikarenakan kesulitan untukturun kekedalaman akibat kekurangan bobot pemberat . Spot kedua dinamakan Ibel The Orange . Karang yang cantik dan jarak pandang yang jauh, jadi pengobat kekecewaan dari spot pertama. Hiu dari jenis blacktip menyempatkan diri bertegur sapa dengan kelompok kami. Senyum sumringah menghiasi wajah para penyelam.
House Reef , lokasinya di depan Dermaga Tinabo, Disini jejak penggunaan bom ikan masih kelihatan. Penyu, Crocodile fish yangmoncongnya mirip buaya , ikan Tapi Tapi dengan (lebar badan 20 cm) dapat kami jumpai disini. Pemandu merekomendasikan untuk melakukan nitedive disini.
Acloepora , adalah spot terakhir. Buih putih dipermukaan laut menandakan ombak lagi besar. Satu spot lagi yang disebut Latondo yang berobyek wall dan ideal untuk deep dive batal menjadi tujuan. Karena jarak pandang yang buruk. Di spot terakhir , tuna seukuran badan melintas, pikacu (nudibranch) dan crocodile fish berukuran sekitar 1 meter diam nangkring diatas karang seolah acuhdengan kehadiran kami.
[caption id="attachment_360793" align="aligncenter" width="585" caption="bersiap untuk menyelam"]
Sayangnya tawaran untuk nitedive tidak dilanjutkan. Kami hampir tidak menemukan keistimewaan yang lebih dari hamparan coral dari keempat spot yang dijajal.
Malam harinya usai penyelaman, berlangsung pembicaraan diantara peserta. Disimpulkan bahwakemungkinan alasan utama mengapa panitia tidak membawa penyelam ke karang padat karena kuatir dengan kemampuan penyelam pemula. Dengan kemampuan mengendalikan diri yang masih terbatas dalam air, rentan menginjak injak karang. Sangat disayangkan. Padadal pembagian kelompok penyelamberdasarkan tingkat keahlian selamnya bisa saja menjadialternatif solusi dengan membedakan spot nya.
Lepas dari beberapa ekspektasi yang tidak terpenuhi dari penyelenggaraan TIE VI, ada juga kejutan-kejutan alam yang menyenangkan. Dari dermaga dengan kontruksi kayu kokoh yang tersusun rapi menuju bibir pantai pulau Tinabo, hamparan pasir putih membentang dengan air berwarna biru bening merupakan pemandangan yang menakjubkan. Di lautan dangkalnya, anak anak hiu yang jumlahnya mencapai ratusan, sepanjang waktu menjadi penghuni pantai. Layaknya sebuah peternakan hiu mereka mendapatkan jatah makan berupa ikan cincang yang disiapkan oleh pengelola Taman Nasional Takabonerate yang juga menjadikan pulau Tinabo sebagai tempat berkantor dan markas.
[caption id="attachment_360796" align="aligncenter" width="585" caption="kejutan babyshark"]
Saya tentu saja berharap agar TIE bisa terus berlangsung di tahun–tahun kedepan. Demi mengundang minat lebih banyak orang untuk menikmati keindahanobyek wisatanya. Jika boleh memberikan masukan, sebagai hajatan yang tergolong besar di Sulawesi Selatan, pengorganisasian event nyaagar bisadilakukan lebih baik.
Beberapa yang spesifik misalnya kesiapan panitia untuk memberikan informasi yanglengkap lebih awal kepada para peserta. Mengenai fasilitas, sarana dan prasarana yang ada dan tidak ada. Sehingga peserta bisa menyiapkan diri sebelum keberangkatan.Informasi yang diharapkan, juga menyangkut agenda kegiatan hingga detil biaya yang perlu disiapkan oleh peserta jika diharapkan demikian. Sehingga tidak terjadi kekagetan akibat ketidaksiapan peserta tur yang mendadak diminta untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk mengikut kegiatan yang menjadi rangkaian acara.Misalnya untuk membayar biaya sewa peralatan snorkeling dan mengganti biaya tukik yang dilepaskan. Juga pembatasan jumlah penyelaman yang hanya dua kali.
Untuk peserta tur semacam ini, makanan menjadi hal pokok. Dengan kesiapan panitia, sebetulnya ada peluang untuk memadukan daya tarik pariwisata dengan kuliner lokal. Sayangnya, menu makanan yang disiapkan tidak memadai dari sisi variasi.Duahal terakhir adalah ketersediaan air tawar yang tidak memadai. Apalagi buat peserta yang melakukan penyelaman. Air tawardengan jumlah ekstra dibutuhkan untuk membilasseluruh peralatan usai penyelaman.Last but not least, dipenghujung ekspedisi, peserta kembali dikecewakan dengankurangnya koordinasi antaraotoritas penyeberangan (ASDP) untukpemulangan peserta TIE. Terutama untuk pengguna kendaraan pribadi. Selama 12 jam kendaraan bertahan didermaga Pamatata demi agar keberangkatan tidak lagidiundur keesokan harinya.
Bagi peserta TIE, kekecewaanbisa sajadiminimalkan dengan mengelola ekspektasi agar tidak melambung. Perjalanan bisa dianggap sebagai petualangan dengan kondisiyang diterima seperti adanya. Namun, untuk tujuan yang lebih besar yaknipromosi wisata untuk menarik minat para pelancong untuk datang, masih terbentang pekerjaan rumah yang cukup panjang. Terutama membenahi sistem pendukungwisata. Didalamnya mencakupakses transportasi yang nyaman dan mudah, infrastruktur semacam rumah peristirahatan dengan fasilitas air bersih yang cukupdan pengelolaan paket wisata secara lebih profesional.
[caption id="attachment_360804" align="aligncenter" width="585" caption="moda transportasi menuju Pulau Tinabo"]
Dengan segala cinta pada Indonesia dan utamanya kampung halaman di Sulawesi Selatan, saya berharap dunia pariwisatanya akan terus. Alam Indonesia terlalu sayang untuk disia-siakan. Konsepnya tentu saja harus harmonis dengan alam.
Untuk TIE berikut, Â pasti bisa dipersiapkan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H