Untuk peserta tur semacam ini, makanan menjadi hal pokok. Dengan kesiapan panitia, sebetulnya ada peluang untuk memadukan daya tarik pariwisata dengan kuliner lokal. Sayangnya, menu makanan yang disiapkan tidak memadai dari sisi variasi.Duahal terakhir adalah ketersediaan air tawar yang tidak memadai. Apalagi buat peserta yang melakukan penyelaman. Air tawardengan jumlah ekstra dibutuhkan untuk membilasseluruh peralatan usai penyelaman.Last but not least, dipenghujung ekspedisi, peserta kembali dikecewakan dengankurangnya koordinasi antaraotoritas penyeberangan (ASDP) untukpemulangan peserta TIE. Terutama untuk pengguna kendaraan pribadi. Selama 12 jam kendaraan bertahan didermaga Pamatata demi agar keberangkatan tidak lagidiundur keesokan harinya.
Bagi peserta TIE, kekecewaanbisa sajadiminimalkan dengan mengelola ekspektasi agar tidak melambung. Perjalanan bisa dianggap sebagai petualangan dengan kondisiyang diterima seperti adanya. Namun, untuk tujuan yang lebih besar yaknipromosi wisata untuk menarik minat para pelancong untuk datang, masih terbentang pekerjaan rumah yang cukup panjang. Terutama membenahi sistem pendukungwisata. Didalamnya mencakupakses transportasi yang nyaman dan mudah, infrastruktur semacam rumah peristirahatan dengan fasilitas air bersih yang cukupdan pengelolaan paket wisata secara lebih profesional.
[caption id="attachment_360804" align="aligncenter" width="585" caption="moda transportasi menuju Pulau Tinabo"]
Dengan segala cinta pada Indonesia dan utamanya kampung halaman di Sulawesi Selatan, saya berharap dunia pariwisatanya akan terus. Alam Indonesia terlalu sayang untuk disia-siakan. Konsepnya tentu saja harus harmonis dengan alam.
Untuk TIE berikut, Â pasti bisa dipersiapkan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H