Mohon tunggu...
Abdul Hakim
Abdul Hakim Mohon Tunggu... -

Blogger and Internet Marketer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Islam Vs Takfirisme

29 Agustus 2014   17:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:11 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan berikut ini merupakan intisari dari kuliah umum yang disampaikan oleh DR Haidar Bagir, MA pada acara Studium General di hadapan para mahasiswa program Pendidikan Agama Islam STAIMI Depok, Kamis, 28 Agustus 2014.

Dalam kuliah umum yang bertema "Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Menangkal Radikalisme dan Ekstremisme Faham Keagamaan di Indonesia" itu menurut Haidar Bagir Pendidikan Islam yang ada sekarang ini justru bisa juga melahirkan radikalisme dan pemahaman agama yang ekstrem. Inilah pokok-pokok pemikiran beliau :

Kalau kita amati Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di bangku sekolah sekarang ini ketika menggambarkan tentang Nabi Muhammad Saw, menunjukkan bahwa di sepanjang masa kenabian itu dipenuhi dengan perang. Padahal kalau diteliti lebih jauh bahwa Nabi Saw berdakwah selama 23 tahun yang berarti kurang lebih selama 8.000 hari, menurut hasil penelitian para ahli sejarah hanya 800 hari saja yang diisi dengan perang atau sebanyak 10%. Lantas, yang 90% selebihnya apa yang dilakukan oleh Rasulullah?

Inilah seharusnya yang disadari oleh para pendidik bahwa apa yang mereka sampaikan selama ini secara tak langsung telah berkontribusi mengajarkan kekerasan kepada anak didik. Islam diajarkan seolah-seolah sebagai agama perang yang memaksa orang agar tunduk untuk menjadi Muslim dan kalau menolak orang itu boleh dibunuh atau hanya dijadikan warga kelas dua. Dari pengajaran seperti inilah kemudian melahirkan pemahaman agama yang serba keras dan radikal seperti fenomena ISIS sekarang ini.

Jadi dengan cara seperti ini orang dibuat begitu terobsesi untuk mengislamkan orang kafir. Padahal, sesungguhnya kafir atau kufur itu bisa berlaku untuk orang Islam maupun non-Muslim. Karena menurut asal katanya kufur itu berarti orang yang menutupi kebenaran.

Dengan demikian, cara pandang kita terhadap agama tidak bisa lain harus diubah. Para ahli di Barat membagi agama itu ke dalam dua kategori, yaitu : Law Oriented Religion dan Love Oriented Religion. Untuk kategori yang pertama maka mereka masukkan seperti agama Yahudi dan Islam. Sedang untuk kategori kedua meliputi Kristen, Hindu, Budha, Tao dll. Namun, pandangan tersebut dalam kaitannya dengan Islam sebenarnya keliru. Karena, seperti dinyatakan oleh Imam Ja’far Shadiq bahwa “Allah itu adalah Cinta Kasih”.

Di dalam Islam Allah dinyatakan dalam dua kategori, yaitu : sifat jamaliah dan jalaliah. Dan sifat jamaliah Tuhan itu jumlahnya 5 kali lebih banyak dari sifat jalaliahnya. Sebagai contoh di dalam Al Quran terdapat 100 ayat tentang sifat ghafur (pengampun) dan hanya ada 1 ayat tentang dzuntiqam (pembalas). Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah Swt itu sangat cinta dan sayang terhadap ciptaannya, sehingga sekalipun seseorang telah berulang kali melakukan kesalahan, namun Allah setiap saat tetap akan memberi kesempatan kepada orang itu untuk bertobat dan kemudian memberikan ampunan.

Hal seperti inilah seharusnya yang diikuti oleh para guru dan orang tua ketika memberikan pelajaran dan mendidik anak-anak. Untuk anak-anak TK sampai kelas 3 SD mereka tidak boleh dihadapi dengan keras dan disiplin yang ketat, tapi harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Dari kelas 4 sampai 6 SD, SMP, SMA, dan kemudian Perguruan Tinggi kedisiplinan itu ditingkatkan secara bertahap, namun tetap harus menghormatimereka.

Salah satu ajaran Islam yang sangat penting adalah akhlak sebagaimana dinyatakan dalam Hadis : “Berakhlaklah kamu dengan Akhlak Allah”. Berakhlak dengan akhlak Allah itu artinya kita harus bisa mewujudkan sifat-sifat Tuhan yang biasa disebut asma’ul husna itu, yang secara garis besarnya terangkum dalam sifat rahman dan rahim.

Karena sedemikian besarnya sifat kasih dan sayang Tuhan terhadap makhluknya, bahkan apa yang disebut sebagai “azab” itu pun sesungguhnya merupakan bagian dari rahmat Tuhan juga. Dalam bahasa Arab kata lain dari azab adalah azib, yang berarti rasa manis yang menyegarkan. Termasuk dalam pengertian ini adalah azab neraka, karena sesungguhnya neraka itu adalah rahmat Tuhan yang diberikan untuk perbaikan bagi orang-orang jahat dan rusak jiwanya. Dan dengan demikian, Allah itu bukanlah Dzat yang pendendam terhadap makhluknya.

Demikian pula Nabi Muhammad Saw, dia dipuji oleh Allah Swt sebagai : “Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang sangat agung”. Nabi Saw adalah Insan Kamil, yaitu seorang yang telah mewujudkan dirinya dalam seluruh sifat Allah secara sempurna. Karena itulah di dalam Al Quran Al Nabi Saw itu digambarkan sesuai dengan sifat-sifat Allah sendiri : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang Mukmin”. (QS. 9: 128)

Betapa gambaran Al Quran tentang Nabi Muhammad Saw berbeda jauh dengan apa yang sering didengungkan oleh para khatib di mimbar masjid terlebih lagi dari orang-orang yang saat ini bersuara lantang mengobarkan perang terhadap orang-orang yang mereka anggap sesat dan kafir. Hal itu terjadi karena mereka telah menyalahfahami ayat-ayat Al Quran seperti : “Muhamad itu adalah rasul Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi saling berkasih sayang dengan sesama mereka”. (QS. 48: 29). Padahal ‘asyidda’u alal kuffar’ itu seharusnya berarti “tegas terhadap orang jahat baik Muslim maupun non-Muslim dan sebaliknya berkasih sayang dengan orang-orang baik, terlepas dari dia Muslim atau non-Muslim. Karena menurut pandangan Al Quran seperti dinyatakan dalam surah al-Baqarah: 62, amal baik dari setiap orang apakah ia Yahudi, Nasrani, atau Shabi’in akan mendapat ganjaran pahala dari Allah Swt.

Karena itu, dengan memperhatikan apa yang dipaparkan di atas, dalam mendidik jadilah guru yang penuh kasih sayang terhadap anak didiknya. Guru juga harus menghormati muridnya sehingga ia disayangioleh muridnya. Jadi sebelum mengajarkan ilmu dahulukanlah kasih sayang. Dan semua itu sesungguhnya merupakan manifestasi dari kasih dan sayang Allah Swt.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun