Laboratorium yang dibangun di tengah kampus itu diberi nama Masyarakat. Entah siapa yang memberi nama dan entah sejak kapan nama itu dijulukkan kepada laboratorium itu. Bangunan permanen bercat putih itu dibangun sebagai sarana penelitian. Di dalam Masyarakat, penelitian fisika, kimia, biologi, atau yang lainnya dimungkinkan untuk dilakukan. Sebagai sarana penelitian, Masyarakat cukup diandalkan oleh para peneliti kampus itu.
Ant Brant adalah salah satu peneliti dari kampus itu. Ia berencana menguji respon tikus putih di Masyarakat. Menurut teorinya, tikus-tikus laboratorium bisa diarahkan untuk bertindak berdasarkan apa yang dikehendaki peneliti. Ant Brant mengambil satu ekor tikus dari kandangnya, lalu tikus itu ia masukkan ke dalam kotak labirin yang dibuat khusus olehnya untuk tujuan penelitian. Rencananya, tikus itu akan diarahkan menuju ke titik ujung labirin. Jika teorinya benar, maka ia akan berhasil mengendalikan tikus itu sesuai kehendaknya.
"Apa maksud dari penelitian ini?" tanya temannya suatu hari kepada Ant Brant. Ia menjelaskan dan berkata, "Aku ingin tahu, apakah tikus itu akan memilih dan menemukan jalan sendiri ataukah bisa aku arahkan."
"Tikus mana bisa memilih?" tanya temannya lagi. "Jika percobaan labirin ini diulang-ulang, pada akhirnya tikus itu akan menemukan jalan sesuai pilihannya," sanggah Ant Brant.
Ini bukan percobaan fisika, kimia, ataupun biologi. Entah jenis percobaan apa yang sedang dirancang oleh Ant Brant ini. Terdengar cukup aneh? Itu belum seberapa. Ant Brant menamai tikus itu dengan julukan Manusia.
"Kenapa Kamu tidak menamainya Mickey Mouse?" tanya temannya pada suatu hari. Ant Brant berkata, "Itu hanya sekedar nama. Kuberi nama tikus itu Manusia hanya sekedar nama saja." Sebagai peneliti, Ant Brant termasuk yang paling usil. "Apalah arti sebuah nama," selorohnya. Temannya tertawa.
Dalam percobaan itu, Ant Brant telah menciptakan alat khusus. Alat ini penampakannya mirip solder. "Alat ini aku gunakan untuk menyetrum tikus itu," jelas Ant Brant kepada temannya. Temannya bertanya, "Apakah itu tidak berbahaya?" Ant Brant tersenyum dan menjawab, "Setrum dari alat ini tidak mematikan. Hanya akan membuat tikus itu terkejut dan memaksanya untuk bergerak ke arah tertentu. Yang pasti, setrumnya akan membuat tikus itu akan kehilangan pilihannya. Jika kusetrum, mau tidak mau, ia akan berlari ke arah yang kuinginkan."
Percobaan dimulai. Benar apa dugaan Ant Brant. Tikus itu bereaksi saat disetrum. Tanpa pikir panjang (apakah seharusnya tikus berpikir?), saat tubuhnya terkena setrum, tikus itu terlonjak kaget dan melompat lari. Namun Ant Brant menyetrumnya lagi saat tikus itu hendak lari ke jalur labirin tertentu. Ia hadang tikus itu dengan setrum. Lalu ia setrum lagi tikus itu, begitu seterusnya, sampai kemudian ia berhasil mengarahkan sang tikus ke titik akhir yang diinginkan.
"Berhasil!" seru Ant Brant. Temannya salut kepadanya dan berkata, "Aku juga menduganya demikian." Ant Brant sedikit memberi penjelasan kepada temannya. "Pada dasarnya, Manusia bisa menentukan pilihan jalannya sendiri. Maksudku tikus putih itu," papar Ant Brant. "Namun stimulus berupa setruman membuatnya gagal berpikir untuk merespon berdasarkan pilihannya sendiri. Ia terdesak. Ia reaktif. Ia bereaksi atas aksi setrum yang sengaja kuberikan kepadanya. Pada akhirnya, yang ia lakukan adalah apapun yang asalnya bukan dari pilihannya sendiri."
"Penjelasanmu terdengar filosofis sekali," komentar temannya. Mereka berdua masih berada di dalam Masyarakat. Ruangan Masyarakat cukup sejuk bagi mereka sehingga mereka betah berlama-lama di dalamnya. "Lantas bagaimana nasib Manusia?" tanya temannya, merujuk pada tikus putih percobaan Ant Brant.
"Aku akan kembalikan lagi ia ke kandang setelah usai percobaan ini," jawab Ant Brant. Lalu ia meraih Manusia, si tikus putih itu, dari labirin untuk dipindahkan ke kandangnya.Â