Mohon tunggu...
Hakim Maulani
Hakim Maulani Mohon Tunggu... wiraswasta -

Give a man a fish, you will feed him for a day. Give a man a gun, others will feed him for a lifetime.

Selanjutnya

Tutup

Money

Investasi Masa Depan Pemerintah Jokowi-JK

21 Agustus 2015   08:26 Diperbarui: 21 Agustus 2015   08:26 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Hampir saja saya terpesona dengan kemampuan pemerintah Jokowi-JK menarik investasi yang besar dari suatu negara atau kelompok orang ke Indonesia. Sampai ketika kemarin, saya membaca Rizal Ramli berbicara tentang membangun Indonesia tanpa utang di sebuah koran online. Ia memberi nasihat bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah dapat mendorong gairah industri nasional untuk berkembang, tentu tanpa pemerintah berutang. Penjelasan ini menarik, tapi yang jauh lebih menarik secara implisit adalah penyalahgunaan kata investasi oleh pemerintahan Jokowi-JK selama ini. Penggunaan kata “investasi” yang maksudnya adalah Utang Negara merupakan sebuah pengkhianatan bahasa eufemisme yang tiada taranya.

September mendatang, katanya kita akan merasakan “investasi” besar-besaran masuk ke negeri ini. Jangan senang dulu! Ini menyangkut masalah moral, bukan fiskal dan moneter yang bisa dijelaskan lebih baik oleh Rizal Ramli dan orang-orang sekelasnya. Tentu, ekonom-ekonom ini tahu bahwa utang negara menyumbang inflasi yang merampok nilai uang yang dipegang masyarakat, dan ini adalah tindakan tidak bermoral. Namun, ada faktor-faktor non-ekonomi yang jauh lebih tidak bermoral menyangkut utang publik ini.

Dalam ilmu pinjam-meminjam, maka utang publik atau utang yang dilakukan oleh negara adalah jenis utang yang paling buruk yang ada di dunia ini. Utang ini menyalahi semua prinsip-prinsip berutang. Lihat saja: Tidak ada pemiliknya. Tidak ada penjamin dan jaminan utang akan dibayar. Perjanjian utang dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab atas pembayarannya. Utang sudah terkonsumsi habis jauh sebelum jatuh tempo (misal: jembatan yang sudah rubuh sebelum utangnya terbayar lunas). Dan, semakin besar cicilan yang dibayar semakin besar beban yang harus ditanggung pembayarnya kelak.

Utang yang paling buruk hanya dilakukan oleh orang-orang yang paling buruk yang ada di muka bumi ini. Bagaimana tidak? Yang dikatakan investasi untuk “kemajuan bangsa”, beban keseluruhan biayanya tidak ditanggung oleh kita-kita yang masih hidup, melainkan kita minta anak-cucu kita yang belum lahir untuk kelak menanggung ongkos utang-utang ini. Bagaimana mungkin, Jokowi-JK yang sudah berada di alam kubur, memberi jalan keluar kepada anak bangsa ini di kemudian hari untuk membayar utang yang mereka buat? Jika pendapatan sekarang tidak bisa membayar program visi presiden Jokowi, apa alasan pendapatan masa depan bisa membayarnya?

Coba bayangkan! Bila seorang calon bapak dengan sengaja menaruh beban utang di pundak calon anaknya! Itu yang dilakukan pemerintah ini. Mereka menaruh beban ke anak, ke anak dari anak kita, kewajiban membayar utang untuk sesuatu yang mereka tidak nikmati, untuk sesuatu yang mereka tidak bisa berpendapat atasnya, untuk sesuatu yang mereka tidak peduli atasnya. Siapa yang mau membayarnya? Kalaupun mau, apakah sanggup membayarnya? Kalau melihat sejarah negara-negara yang terbelit utang, maka utang-utang ini akan digulirkan terus-menerus hingga meledak dan gagal bayar. Kekuatan militer atau kekuatan “permainan kepercayaan pasar” adalah jaminan pemilik Surat Utang untuk menagih pinjamannya.

Nanti, Anak-cucu bangsa lain, atau segelintir anak-cucu, mempunyai klaim atas produksi anak-cucu kita. Begitulah, utang yang dibuat pemerintah kita akan menjadi warisan perbudakan terhadap penerus bangsa Indonesia. Investasi pemerintah yang katanya untuk kemajuan bangsa tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali sumpah serapah dan kutukan dari anak-cucu kita kelak. Mudah-mudahan pemerintah bisa berhenti berutang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun