Mohon tunggu...
Hakim Djojoatmodjo
Hakim Djojoatmodjo Mohon Tunggu... -

The seeds of the dandelion you blow away.

Selanjutnya

Tutup

Money

Birokrasi Migas: Too Many Cooks in the Kitchen, Benarkah?

24 April 2015   16:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat Menteri ESDM, Sudirman Said dalam upaya merampingkan institusi (debirokrasi) dan merevisi ulang peraturan (deregulasi) di sektor migas memang wajar, berdasar anggapan bahwa “Too many cooks the kitchen” (terlalu banyak koki berada di dapur) yaitu terlalu banyak instansi/pihak terkait yang terlibat dalam pengelolaan dan pengaturan di rejim migas. Namun perlu dipertimbangkan juga analogi-analogi bahwa:

1.Masing-masing koki mempunyai peran spesialisasi dalam memasak, sulit seorang koki yang dipaksa memasak diluar keahliannya mungkin malah hasil masakannya gagal. Masing-masing instansi memiliki peran yang tidak bisa disamakan kedudukan dan fungsinya dalam pengelolaan migas. Idealnya terdapat tiga peran utama dalam institutional structure model yaitu pemegang kebijakan (policy making) oleh Pemerintah, pelaku usaha (business) oleh Badan Usaha maupun BUMN dan pihak pengatur (regulator) oleh instansi/badan independent. Di negara-negara yang sudah berciri memiliki energy market yang mapan seperti negara-negara dalam Uni Eropa, setiap negara memiliki kebijakan khusus sendiri mengikuti karakter pola supply-demand masing-masing yang dirancang oleh Pemerintah yang harus ditaati oleh para pelaku usaha public maupun privat termasuk BUMN dalam mengelola keenergian nasional sementara dalam skala lintas negara (regional Eropa) dibentuklah badan regulator independent yang berisi perwakilan negara anggota dalam rangka menjembatani kepentingan seluruh negara-negara anggota Uni Eropa dalam satu sinergi pengelolaan energi tingkat regional/kawasan tanpa melibatkan birokrasi pemerintah masing-masing negara. Jelas bahwa setiap pihak memiliki peran berbeda namun saling menguatkan, sebagai ilustrasi sederhana dalam sebuah pertandingan dimana penyelenggara pertandingan adalah pemerintah sebagai pemegang izin pertambangan, wasit adalah badan regulator sebagai pengawas dan bertanggung jawab teknis atas berjalannya pertandingan sedangkan pemainnya adalah pelaku usaha/badan usaha yang berkompetisi dan penonton pertandingan adalah rakyat yang berhak untuk menikmati pertandingan yang fair dan indah. Tidak bisa peran tersebut dirangkap dan/atau dikurangi demi alasan efisiensi dan efektifitas, sulit bagi seorang koki perantis (apprentice) yang membantu menyiapkan bahan racikan merangkap sebagai koki/juru masak (chef) atau dihilangkan salah satu perannya di dalam dapur.

2.Untuk pekerjaan menyiapkan menu yang banyak/bermacam-macam wajar memerlukan koki yg jumlahnya memadai asal tidak tumpang tindih dalam batasan dan kemampuan para koki untuk alasan efisiensi waktu dan kualitas masakan. Migas menjadi salah satu sektor strategis bagi kekuatan ekonomi nasional, Indonesia menempati peringkat 4 sebagai negara pengekspor LNG  terbesar dunia sedangkan sejak 2004 Indonesia menjadi net importer minyak menjadi tantangan penyediaan eneri yang membutuhkan pengelolaan dan pengaturan yang komprehensif. Pokok permasalahan keenergian dalam negeri Indonesia selalu berhubungan dengan ketersediaan pasokan (availability), infrastruktur pendistribusian (accessibility) dan harga jual migas (acceptability). Ketika tidak ada jaminan ketersediaan pasokan energi tidak mungkin ada investasi infrastruktur karena memang tidak terjadi transaksi penjualan migas  terkait harga, jika infrastruktur tidak berkembang seperti saat ini maka sulit memasarkan sumber pasokan ke konsumen sehingga sulit terjadi kesepakatan harga jual migas mengingat tidak ada komoditas yang didistrubiskan, sedangkan apabila harga gas tidak mencerminkan pengembalian investasi dan keuntungan ekonomi maka yang terjadi seberapapun tersedianya pasokan tidak akan terbeli meskipun didukung dengan telah terbangunnya infrastruktur. Kondisi tersebut tengah terjadi di pasar domestik migas Indonesia, dengan berbagai variabel resiko tinggi yang harus diolah menjadi potensi peluang besar, pemerintah dan pihak/instansi terkait ibarat koki yang mendapat order hidangan pelanggan yang banyak/kompleks dan sulit untuk dikerjakan. Namun, jika peran policy making, business corporation dan regulatory body/task force terpenuhi maka yang akan terjadi idealnya adalah pemerintah melalui kebijakannya dapat memberikan jaminan pasokan sumber migas peruntukannya untuk kebutuhan nasional yang akan diolah dan dimanfaatkan oleh Badan Usaha sebagai aggregator migas untuk dipasarkan ke konsumen domestik dengan harga keekonomian untuk menstimulus/merangsang investasi pengembangan infrastruktur melalui usaha pendistribusian produk migas yang pengaturan dan pengendalian teknisnya dirangani oleh badan regulator migas. Artinya, kebutuhan jumlah koki di dapur disesuaikan dengan beban kuantitas orderan dan tingkat kesulitan dalam memasak, banyak/kuantitas bukan lantas diartikan mubadzir atau berlebihan tidak efektif tapi memang harus memadai/sepadan dengan kebutuhan jumlah yang diperlukan.

3.Perlunya executive chef untuk memberikan instruksi dan bertanggung jawab supervisi para staff koki bawahannya, dimana dalam team working dibutuhkan panduan kerja dan koordinasi tugas masing-masing koki. Harus dipahami dahulu model pola struktur organisasi pengelolaan bidang migas, apakah Indonesia mengadopsi model pemerintahan terpusat (centralized model) atau kah terdistrubusi ke bawah (decentralized/distributed model). Pemerintahan pusat dibawah Kementerian ESDM memegang kendali perizinan pertambangan dan penyusunan peraturan perundang-undangan sementara di daerah hanya terdapat kantor wilayah/dinas yang menerbitkan izin-izin prinsipil bersama pemerintah daerah dan sedikit dilibatkan dalam tugas pengawasan. Hubungannya dengan stakeholder, Pemerintah menerbitkan kebijakan dan peraturan harus ditaati oleh Badan Usaha dan jika terdapat melibatkan prinsip persaingan usaha dan public utility akan diberkoordinasi dengan badan/satuan kerja independent. Tampak bahwa hierarki garis perintah/komando berada di pemerintah pusat melalui mekanisme koordinasi technical top-down. Dalam analogi ini, pemerintah pusat berposisi sebagai executive chef, semua koordinasi tugas dan perancangan program pemerintah dibawah kendalinya. Jika terjadi tumpang-tindihnya koordinasi koki yang menyebabkan orderan masakan gagal, harusnya pemerintah sabagai executive chef yang berwenang merevitalisasi organisasi dalam mengatasi sumbatan-sumbatan dalam birokrasi tata kelola migas, bukan hanya bongkar pasang institusi baru.

4.Tujuan utama para koki pasti sama yaitu menghidangkan orderan masakan yang enak, dimana yang perlu diluruskan dan ditata kembali adalah bersama-sama menyatukan pekerjaan di dapur bukan mengganti para koki walaupun ada kesalahan penghidangan yang bertanggung jawab adalah chief of chefs-nya. Dalam suatu organisasi yang besar masing-masing direktorat memang sering kali terjadi ego sentris sektoral dan jiwa korsa yang tinggi, apalagi dalam rejim migas masing-masing institusi mempunyai kewenangan dan tugas yang besar. Hal ini yang terkadang mengaburkan visi dan misi awal yang pertama dan utama yang hanya berorientasi pada sasaran jangka pendek institusi masing-masing dan mengesampingkan soliditas bersama. Tak dipungkiri sejak proses liberalisasi migas dimana dilakukan pemisahan bisnis sektor upstream dan downstream, dalam tubuh organisasi Kementerian ESDM dengan BUMN terutama Pertamina mengalami vertical disintegration untuk tujuan unbundling peran policy maker, regulator dan business corporation. Tidak mudah menjaga tujuan bersama, namun akan lebih bagi pemerintah sebagai pemegang kendali untuk meredam gesekan ego antar institusi daripada harus mengubah/mengganti dengan institusi/badan baru dan harus menetapkan kembali tujuan baru lagi, artinya pemerintah kerja dua kali. Executive chef dan para koki lainnya harus duduk bersama-sama menyegarkan tujuan dan tugas awal kembali untuk menghidangkan masakan yang enak.

Mungkin pernyataan Menteri ESDM “Too many cooks in the kitchen” lebih pas menjadi “Indeed many cooks in the kitchen”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun